ABC

Berpikir Kembali Mengenai Islam di Australia

Karena adanya perbedaan besar antara sistem hukum di Indonesia dan Australia lah yang mungkin menyebabkan Dr Nadirsyah Hosen saat ini menjadi warga Indonesia pertama yang menjadi dosen di Fakultas Hukum di Australia. Nadirsyah yang pada awalnya belajar di Australia karena ayahnya ingin agar dia mempelajari Islam ‘dalam konteks kehidupan dunia modern’, sekarang menjadi dosen di Monash University di Melbourne. Nadirsyah juga aktif di sosial media karena dia melihat perlunya dialog yang lebih terbuka dan jujur mengenai Islam di Australia.

Apa cita-cita Anda ketika masih kecil?

“Saya ingin menjadi ahli astronomi. Saya suka melihat ke langit guna memandangi bintang selama berjam-jam dan ingin tahu apa yang terjadi di angkasa luar.

Ayah saya ingin saya melanjutkan jejaknya untuk menjadi ulama, dan juga profesor di bidang hukum Shariah. Saya memang sudah ditakdirkan untuk mengikuti jejak tersebut, meskipun tidak seorang pun – bahkan ayah saya – bisa membayangkan bahwa di satu hari saya akan mengajar di Australia. Saya adalah dosen pertama dan satu-satunya akademisi kelahiran Indonesia yang menjadi pengajar penuh waktu di Fakultas Hukum di Australia.”

Bagaimana perjalanan pendidikan Anda di Australia?

“Saya pertama kali tiba di Australia bulan Juni 1997 untuk belajar di University of New England, di Armidale, NSW. Ayah saya tamat dari Al-Azhar University di Kairo (Mesir). Pada awalnya dia ingin mengirimkan saya ke Mesir, namun kemudian mengubah pikiran dan meminta saya belajar di sebuah negara Barat.

Dia berpandangan bahwa saya sudah memiliki pengetahuan cukup mengenai ilmu megenai Islam, dan saya harus belajar mengenai Quran dan Hadist, dan berbagai literatur klasik Islam lainnya dalam konteks kehidupan modern.

Ketika saya tiba di Australia, banyak pembicaraan berkenaan dengan Pauline Hanson. Sekarang sejarah berulang kembali, Hanson kembali lagi dibicarakan.”

Mengapa memilih menjadi dosen di Australia?   

Kebanyakan fakultas hukum di Australia memfokuskan diri pada pengajaran dan penelitian mengenai sistem hukum Australia. Ada kesenjangan – dunia berubah. Orang juga ingin tahu mengenai sistem hukum di negara lain.

“Saya merasa disinilah peluang saya untuk mengisi kesenjangan tersebut. karena tidak banyak pakar di bidang saya yaitu – Hukum Indonesia dan Hukum Syariah. Karenanya saya yakin saya bisa memberikan kontribusi di sini dibandingkan saya pulang dan mengajar bidan ini di Indonesia.”

monas view.jpg
Kampus Monash University di daerah Clayton, Melbourne. (Foto: istimewa)

Ayah Anda Prof Ibrahim Hosen juga seorang dosen dan ahli perbandingan agama. Apa yang menjadi hal yang diminatinya? Bisa Anda menceritakan pengaruhnya terhadap Anda, baik sebagai mahasiswa maupun sebagai dosen?

“Ayah saya mengajar saya mengenai teori hukum Islam, dan Hukum Shariah dari sisi perbedaan berbagai mazhad. Dia juga mengajar saya untuk menghormati berbagai interpretasi yang berbeda dan yang lebih penting adalah menawarkan pandangan yang ;progresif. Menciptakan kontoversi, karenanya menjadi sesuatu yang tidak bisa saya hindari. Ini sudah menjadi bagian dari darah saya, yang diwariskan oleh saya sebagai seorang pemikir Muslim yang progresif.

Apa yang Anda ingin agar diketahui orang non akademik mengenai bidang penelitian Anda?

“Sehari-hari sekarang ini saya membuat tulisan di sosial media mengenai Islam. Itulah cara saya untuk mengjangkau mereka yang berada di luar kampus. Sebagai contoh, baru-baru ini saya menulis di Facebook bahwa kita tidak harus menjadikan ayat-ayat dari Al Quran digunakan sebagai politik di pemilihan umum. Saya percaya kita semua harus belajar berbagai interprestasi berbeda mengenai Islam. Tentu saja banyak yang tidak bisa menerima pandangan saya. Beberapa orang mengecam dan bahkan ada yang mengancam akan membunuh. Bagi saya tindakan seperti ini menunjukkan bahwa mereka tidak bisa menantang pandangan saya dengan pengetahuan, jadi mereka kemudian membully saya.

Apa saran Anda kepada mahasiswa tahun pertama?

“Untuk mulai berpikir seperti seorang ahli hukum. Ada perbedaan besar dari sekolah menengah dengan universitas. Mereka harus siap membuka pikiran mereka, dan menikmati perjalanan mereka sebagai mahasiswa fakultas hukum. Perjalanan itu akan sulit dan berbeda, namun juga menyenangkan.”

Dr Nadirsyah Hosen
Dr Nadirsyah Hosen di Roma (Italia).

Supplied

Apa nasehat Anda untuk mereka yang ingin belajar di Australia? Anda punya saran tertentu untuk mahasiswa Muslim yang datang dari negeri seperti Indonesia?

“Nasehat pertama saya adalah buat esai yang menohok (punchy). Mahasiswa dari Asia dan Timur Tengah cenderung menulis beberapa halaman pertama esai mereka dengan informasi mengenai latar belakang sebuah masalah. Di Australia hal ini tidak akan dapat sambutan.

Untuk mahasiswa Muslim, nasehat saya adalah bila anda punya pertanyaan mengenai Islam di Australia, jangan bertanya kepada ulama dari negeri anda sendiri. Mereka mungkin sudah mengetahui semua hal mengenai Islam, tetapi mereka tidak mengerti situasi di Australia.

Saya percaya bahwa Islam harus mengakomodasi kebiasaan dan kebijakan local. Apa yang ada di Ausrtralia harus berupa Islam yang berbeda. Intidasar pengajaran Islam masih sama, namun pengungkapannya berbeda.

Bila Anda punya kesempatan mengadakan BBQ dimana saja di Australia, dan bisa mengundang tiga warga Australia – yang masih hidup atau sudah meninggal siapa mereka? Apa yang akan disajikan? Dan dimana akan diadakan?

“Yang pertama saya akan mengundang Pauline Hanson, Cory Bernardi dan Tony Abbott ke rumah saya. Saya akan menyajikan BBQ halal untuk mereka. Mereka boleh membawa bir kalau mereka mau dan kami bisa berbicara mengenai apa saja yang membuat mereka khawatirkan mengenai Muslim di Australia. Saya yakin saya bisa menjadi jembatan antara Muslim dan pemerintah di sini. Kita memerlukan dialog yang lebih terbuka dan jujur.”

Apa nasehat kepada diri Anda sendiri ketika berusia 15 tahun?

“Ikuti apa yang dikatakan aktor Robin Williams dalam film Dead Poets Society: ‘Dan kedokteran, hukum, bisnis, teknik ini adalah bidang yang berharga dan penting dikejar untuk kelangsungan kehidupan. Tetapi pusi, keindahan, percintaan, kasih, ini semua yang membuat kita bertahan hidup.’”