ABC

Berkemah Bersama Anak-Anak Berkebutuhan Khusus Pas Lebaran

Di sela-sela pekerjaannya sebagai staff ABC, Dian Fatwa juga berkegiatan menjadi relawan untuk membantu anak-anak berkebutuhan khusus di Melbourne. Kegiatan mereka tahun ini mengadakan perkemahan di luar kota bertepatan dengan hari Lebaran dan karenanya memberi pengalaman lebih khusus bagi Dian Fatwa.

Makna takbir Lebaran terasa dalam ketika saya mengucap sendiri. Tidak ada suara takbir lebaran bersahut-sahutan seperti suasana di Indonesia.

Lirih setengah berbisik saya mengulang beberapa kali. Terasa syahdu di pagi dingin winter di Millgrove, di daerah pinggiran di negara bagian Victoria tak jauh dari Melbourne.

Ada rasa rindu berlebaran dengan keluarga  membayangkan suasana lebaran di Indonesia. Namun saya kadung janji berkemah bersama anak-anak berkebutuhan khusus, lupa tanggal yang kami tentukan adalah saat Lebaran.

Terbersit keinginan membatalkan ketika sadar akhir pekan untuk camping adalah saat lebaran.

Namun salah seorang peserta camping Michael Widjaya, putra Budi Widjaya WNI yang bekerja di Melbourne mempunyai kelainan autis dan ID (intellectual disability).

Michael lebih responsif dengan Bahasa Indonesia dibandingkan Bahasa Inggris. Sementara seluruh komunikasi selama camping dilakukan dalam Bahasa Inggris, karena itu saya memutuskan untuk tidak membatalkan.

Michael lebih cepat mengikuti perintah ketika saya berbahasa Indonesia dibandingkan volunteer lain yang berbahasa Inggris.

Tidak tega, saya tahu Michael jelas sudah berharap banyak. Kesempatan bersosialisasi bagi anak-anak berkebutuhan khusus tidaklah banyak.

Tugas saya sebagai volunteer, lebih sebagai mentor agar mereka mandiri seperti anak-anak lainnya.

Memberikan reassurance, menenangkan dan memberikan dukungan moril bahwa merekapun bisa melakukan kegiatan keseharian.

Tugas yang tampak sederhana, namun tidak mudah. Butuh kesabaran dan ketelatenan tingkat dewa untuk mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus seperti Michael.

Saya terhitung bukan orang sabar, namun menatap wajah-wajah lugu anak-anak berkebutuhan khusus, Tuhan seperti memberikan dosis kesabaran serta kelapangan hati yang luar biasa besar.

Tak terhingga rasa syukur setiap kali menatap mata mereka, melihat keunikan ciptaan Tuhan serta hikmah tersembunyi dibalik semuanya.

Dian Fatwa dengan Michael di lapangan golf mini
Dian Fatwa dengan Michael di lapangan golf mini.

Foto: Dian Fatwa

‘Bu Dian, bukanya besok lebaran?’ tanya pak Budi orang-tua Michael ketika kami bertemu di meeting-point perpustakaan pusat komunitas di Nunnawading sebelum berangkat camping.

‘Iya, tapi gak tega kalau saya batalkan. Karena saya tahu Michael ikut.’ Pak Budi tampak jengah.

‘Gak apa-apa pak, anak-anak ini adalah keluarga saya. Saya senang bisa lebaran bersama mereka. Sekali-kali beda suasana.’ Saya memberikan reassurance kepada pak Budi sehingga beliau merasa nyaman.

Dalam kegiatan camping akhir pekan kali ini,  setiap anak mendapat pendamping satu mentor volunteer (one-on-one), sehingga supervisi dapat dilakukan dengan tuntas.

Semua peserta camping mempunyai kelainan autisme yakni gangguan perkembangan syaraf yang mempengaruhi perilaku dan kemampuan anak berkomunikasi serta berinteraksi social.

Selain autis, dua diantara peserta juga mempunyai kelainan intelektual dan perkembangan mental yang lamban.

Aktifitas pertama kami adalah mengunjungi Hedgend Maze di Healesville sekitar satu jam perjalanan dari Melbourne.

Hedgend Maze adalah pusat rekreasi yang menawarkan banyak permainan untuk segala usia.

Dengan lahan luas sebesar 20 hektar, pengunjung dapat menikmati sejumlah kegiatan yang merangsang kreatifitas anak mulai dari mini golf, tumbuh2an asli Australia, menggali tulang dinosaurus atau  berpetualang mencari jalan keluar di taman pinus labirin berliku.

Michael tampak tidak terlalu antusias berpetualang dalam maze pinus labirin karena ia sudah beberapa kali melakukannya.

Ia tampak lebih senang bermain golf. Sesekali ia berhenti lalu berdiri kaku selama 5 menit dan berbicara dengan Bahasa yang tak saya pahami. Ia seperti tenggelam dalam dunianya sendiri..

‘ Cukup ya Michael. You are a good boy,’ kembali saya memberikan reassurance agar dia berhenti.

‘Michael is a good boy,’ Michael berujar berulang-ulang, tipikal behaviour penderita Autis yang selalu melakukan repetitif kata.

Untungnya, Angus peserta lainnya yang juga austis tidak merasa terganggu ketika Michael melempar bola golfnya di arena tempat bermainnya.

Kekuatan kata mie goreng

Dalam perjalanan menuju tempat makan siang, saya memberi pemahaman berinteraksi sosial dengan Bahasa sederhana yang mudah dipahami.

‘Kalau Michael good boy, nanti tante akan bikin mie-goreng.’

Mata Michael tampak berbinar.

‘Michael mau mie-goreng!’ ujar Michael dengan semangat.

Anak-anak berkebutuhan khusus melakukan kegiatan memanah
Anak-anak berkebutuhan khusus melakukan kegiatan memanah.

Foto: Dian Fatwa

Di kalangan volunteer Wesley Mission Victoria, kata ‘mie-goreng’ menjadi popular sejak Michael menjadi peserta kegiatan anak-anak berkebutuhan khusus KUK (Kids Under Kanvas).

Bila perilaku mereka sulit dikontrol, mie-goreng menjadi kalimat magic yang membuat Michael tiba-tiba langsung berhenti dan  bisa dikendalikan.

Untungnya produk mie-goreng dari berbagai merek banyak tersedia di banyak toko-toko swalayan di Australia.

We will give you ‘mie-goreng’ if you’re a good boy.’ Begitulah kalimat magic yang digunakan para relawan bila perilaku Michael menjadi tidak terkontrol.

Ia akan langsung tersenyum seperti membayangkan nikmatnya mie goreng.

It’s incredible how the word ‘mie-goreng’ can stop Michael’s behaviour (Hebat sekali bagaimana kata mie goreng bisa menghentikan perilaku Michael,’ ujar Jeecv salah seorang volunteer.

Menurutnya selain manjur juga murah meriah.‘Pokonya gampang banget kalau ada Michael, dia gak minta steak atau burger yang kadang di luar bugedt kita,’ tambah Jeecv tertawa.

Di malam lebaran saya memasak Soto Ayam untuk makan malam.

Saya memberi pilihan ke Michael apakah ingin mie goreng atau Soto untuk menu makan malam, dan dia memilih Soto Ayam.

Sengaja saya menyiapkan bumbu Soto Ayam dari rumah karena udara winter yang dingin akan cocok dengan menu Soto.

Yang paling antusias makan Soto justru para relawan. 

Kate, salah seorang relawan yang bekerja sebagai pekerja sosial tampak tak sabar menunggu di samping kompor ingin segera makan.

Angus, Rui dan Denny peserta camping ikut membantu di dapur. Meskipun menyandang autisme kemampuan mereka sebetulnya mendekati sempurna, walaupun kadangkala butuh supervisi.

Angus tampak lebih terampil memotong lontong dan menempatkan bihun di dalam mangkok. Sementara Kate dan Michelle menuntun Rui dan Denny bagaimana bekerja di dapur. Hanya sekali memberikan contoh, mereka dapat mengerjakan dengan baik.

Maka topik di meja makan kami malam itu adalah perayaan Lebaran. Hidangan Soto Ayam, Sagu sebagai penutup dan lapis legit melengkapi perbincangan di malam lebaran.

Happy Eid Di,’ Jeevc memeluk saya dengan hangat. ‘What is Eid?’ tanya Michelle volunteer lainnya.

Kate yang biasa bekerja dengan refugee dari negara-negara Islam lebih bersemangat menjelaskan kepada volunteer lainnya mengenai makna puasa Ramadan dan lebaran bagi Muslim.

Denny, yang menderita autis non-verbal menatap saya dengan pandangan bertanya. Denny tak mampu bicara namun dapat mengikuti dengan baik semua pembicaraan.  

Ia akan mengacungkan jempol bila setuju atau mengerang bila menolak. Kadang kami menggunakan Ipad sebagai alat memahami keinginannya.

Saya memutar otak bagaimana menjelaskan dalam Bahasa sederhana mengenai Lebaran.

Tidak mudah menjelaskan soal lebaran kepada non-muslim, apalagi kepada anak-anak yang berkebutuhan khusus.

Eid al-Fitr is kind of Muslim Christmas. Banyak makanan enak di setiap rumah dan anak-anak mendapat hadiah seperti juga Natal."

“Malam ini saya masak istimewa karena besok adalah lebaran – perayaan khusus Muslim setelah berpuasa sebulan. Saya ingin semua peserta camping ikut merayakan lebaran karena saya Muslim, ‘ saya menjelaskan.

Denny mengacungkan jempol tanda ia memahami dan melahap Soto hingga tandas.

Kue lapis legit khas Indonesia juga menjadi bagian dari santapan Lebaran bagi anak-anak berkebutuhan khusus ini
Kue lapis legit khas Indonesia juga menjadi bagian dari santapan Lebaran bagi anak-anak berkebutuhan khusus ini

Foto: Dian Fatwa

Hal terberat dalam berkemah kali ini adalah ketika kami mengajak anak-anak ikut berlatih memanah di Archery park Yarra Valley.

Michael tanpa diduga, tiba-tiba ia berlari tak terkendali ke tengah lapangan sementara yang lainnya siap meluncurkan anak panah. Jantung seakan berhenti berdegup tak terbayang bila panah meluncur dan Michael ada di tengah-tengah.

Stop Michael berhenti,’ saya berteriak. Begitu mendengar kata ‘stop’ peserta lainnya menurunkan alat panah.

Kami berhasil membujuk Michael ke pinggir lapangan dengan menjanjikan ‘mie-goreng’.

Lelah? Tentu saja, but it’s worth it. Tidak menyesal saya memilih lebaran bersama mereka.

Anak-anak berkebutuhan khusus ini memberikan pelajaran hidup yang tak ternilai. Mereka mengajarkan saya tentang makna ‘accepting’, menerima kondisi keterbatasannya dengan ikhlas.

Sebelum berpisah pulang. Denny memeluk saya dengan erat lalu mengerang. Mulutnya tentu kelu bicara.

Bye-bye. Bye-bye,’ berulang-ulang dia berkata sembari mengacungkan jempol.

Saya menahan airmata, terharu. Pelukan Denny adalah hadiah lebaran terindah.

It’s the best Lebaran that I ever had. Menatap mata beningnya, ia tampak ingin berterima kasih karena puas dan bahagia dengan kegiatan camping.

Kembali saya bertakbir lirih, mengagungkan kebesaran-Nya saat berjalan pulang.

Tuhan tampaknya mengatur pertemuan saya dengan anak-anak berkebutuhan khusus ini. Makna ‘kemenangan’ dalam ujian kesabaran menghadapi mereka terasa meresap hangat hingga ke ujung nadi.

Seperti juga harapan setiap muslim menyelesaikan Ramadan, merayakan kemenangan di hari Lebaran setelah sebulan penuh mampu mengalahkan ego dan hawa nafsu.