Berhati-hatilah Dengan Kemunculan Jurnal Akademis yang Meragukan
Sejumlah akademisi senior Australia telah mengeluarkan peringatan tentang munculnya ‘jurnal predator’. Menurutnya jurnal seperti ini mengancam kredibilitas penelitian ilmiah dan medis yang sesungguhnya.
Jurnal-jurnal yang tersedia online menjadi sumber-sumber terpercaya, tapi membebankan biaya yang terlalu tinggi kepada sejumlah penulis akademis. Nilainya kadang mencapai $800, atau lebih dari Rp 8 juta bagi akademisi yang ingin menerbitkan makalah penelitian atau artikel.
Makalah-makalah ini juga tidak ditinjiau oleh sesama akademis dan keberadaannya lemah dengan dimuat di situs-situs yang tidak terpercaya.
Profesor Robert Vink, pakar neurosains dari Health Sciences di University of South Australia mengatakan jumlah publikasi dari jurnal semacam ini semakin meningkat.
“Para ilmuwan memang perlu dididik tentang jurnal predator dan saya hanya berpikir keadaannya akan jauh lebih buruk kedepannya,” katanya.
“Untuk peneliti di awal dan menengah karir mereka tidak paham bahwa penerbitan dalam jurnal ini benar-benar mendorong model bisnis untuk jurnal, bukan karir akademis mereka.”
Menurut jurnal ‘Nature’, istilah ‘jurnal predator’ pertama kali dicetuskan oleh Jeffrey Beall, sarjana lulusan Amerika Serikat pada tahun 2010, yang menggambarkan jurnal-jurnal yang tidak masuk akal yang diajukan secara agresif oleh penerbit kepada para peneliti akademis.
Jurnal-jurnal yang tidak kredibel ini dicirikan dengan “niat untuk menipu penulis dan pembaca, dan kurangnya transparansi dalam operasi dan proses mereka”, kata Jeffrey.
Penerbit jurnal predator cenderung membombardir peneliti akademik dengan surat elektronik. Mereka bersedia mempublikasikan makalah dengan kualitas yang meragukan.
Profesor Vink, misalnya mengatakan ia mendapatkan hingga tiga surat elektronik setiap hari dari jurnal predator, yang biasanya ia mendapat satu undangan untuk menerbitkan jurnal per tahunnya.
Salah satu bagian dari masalahnya adalah biaya yang dikenakan tidak bisa menunjukkan sebagai jurnal predator, karena mereka juga membebani biaya untuk penerbitan.
Sebaliknya, peneliti disarankan untuk memverifikasi keabsahan penerbit dan memeriksa nama kepala editor.
Situs palsu juga dapat menggunakan judul yang mirip dengan publikasi asli, tapi mengubah satu katanya.
Profesor dari University of Adelaide, Roger Byard mengatakan publikasi predator bisa membahayakan kasus pengadilan. Ia telah mengangkat masalah ini dengan pengacara.
“Saya sudah mengatakan untuk sangat berhati-hati jika Anda memiliki saksi atau jika Anda memiliki seorang pakar yang mendorong teori tertentu dan menggunakan jurnal tertentu, karena jika diketahui sebagai jurnal predator di pengadilan… kredibilitas Anda hilang.”
Profesor Vink mengatakan harus lebih banyak peneliti yang perlu diperingatkan lebih awal soal jurnal predator.
“Saya pikir ini harus menjadi bagian wajib saat melakukan pelatihan riset Anda, sehingga jika Anda sedang menyelesaikan program master dengan penelitian atau PhD, saya rasa harus ada pelatihan soal apa itu jurnal-jurnal yang terpercaya dan apa jurnal predator, serta bagaimana membedakannya,” katanya.
Dirangkum dari laporan aslinya dalam bahasa Inggris yang bisa dibaca di sini.