ABC

Berbeda Dengan Facebook dan Instagram, Perlukah Kita Khawatir dengan TikTok?

TikTok jadi aplikasi yang popular saat ini, dengan lebih banyak diunduh dalam setahun terakhir ketimbang Facebook, Instagram, dan YouTube. Namun, dengan akses ke data pribadi pengguna seperti kamera, mikrofon, daftar kontak dan GPS, apakah aman?

TikTok dan Pengintaian

  • Aplikasi China TikTok secara luas digunakan anak-anak dan orang dewasa
  • Ada kekhawatiran Pemerintah China telah mengambil data pribadi pengguna
  • Tentara dan politikus Indonesia ‘terang-terangan’ pakai aplikasi TikTok

Di program televisi ABC bernama 7.30, seorang analis dari Institut Pengambilan Kebijakan Strategis Australia (ASPI), Fergus Ryan memperingatkan orangtua yang anak-anaknya menggunakan TikTok.

Ia mengatakan orangtua jangan sampai tertipu dengan TikTok, sama halnya dengan jejaring sosial asal Amerika Serikat, yakni Facebook dan Instagram.

“Jumlah data [bersifat pribadi] yang dikumpulkan oleh aplikasi ini banyak sekali sampai mengkhawatirkan,” katanya.

“Tapi yang paling membedakan Facebook, Instagram dan TikTok adalah ‘firewall’ antara perusahaan teknologi asal China tersebut dengan pemerintah China tidaklah tebal.”

Ketakutan ini juga menjadi perhatian Andrew Hastie, kepala Badan Intelijen dan Dewan Keamanan Australia.

Menurutnya, TikTok mungkin saja membagikan informasi pribadi penggunanya kepada Pemerintah China di Beijing.

“Jadi, saya khawatir apakah informasi pribadi kita aman kalau dimiliki oleh perusahaan China.”

Pengguna tidak peduli buatan China

Olivia Plant looking into a mirror with long blonde hair and wearing a white cardigan, sitting at a table with make-up items
Olivia Plant, salah satu pengguna TikTok terkenal di Australia.

ABC News: Chris Gillette

Salah satu pengguna TikTok, dikenal dengan sebutan ‘TikTokers’, yang terkenal di Australia adalah Olivia Plant.

Olivia menghabiskan waktu hingga satu jam setiap harinya untuk membuat video ‘lip-sync’ yang diunggah ke akun miliknya dengan 1,4 juta pengikut.

“Kamu bisa membuat video apapun yang kamu mau,” kata Olivia.

“Bisa unggah video lucu, video memasak, apapun. Dan mungkin akan ada banyak yang nonton, atau tidak juga. TikTok memang tidak bisa ditebak.”

Saking senangnya membuat video, Olivia tidak terpengaruh dengan fakta jika aplikasi tersebut adalah buatan China.

“Menurut saya tidak ada anak-anak seumuran saya yang memikirkan hal itu.”

Bahkan ada pula beberapa pengguna dan orangtuanya yang tidak tahu jika TikTok adalah aplikasi buatan perusahaan China.

Anggota militer beberapa negara larang TikTok

Kekhawatiran atas kemampuan kecerdasan teknologi TikTok, seperti pemindai wajah, ditambah dugaan adanya pemantauan pemerintah China, membuat anggota militer di Austalia dilarang menggunakan aplikasi ini.

Larangan ini juga diterapkan mengikuti langkah badan militer Amerika Serikat.

Kepala Badan Intelijen Australia, Andrew Hastie mengatakan larangan ini saja tidak cukup.

“Saya rasa sangatlah bijaksana Badan Pertahanan Australia sudah melarang penggunaan TikTok [untuk tentara],” katanya.

“Tapi lebih bagus lagi kalau larangan ini bisa diberlakukan tidak hanya di telepon atau perangkat kerja, tapi juga perangkat pribadi.”

Di Indonesia sejumlah anggota militer dan polisi diketahui menggunakan TikTok, bahkan ada yang hingga konten videonya menjadi viral.

TikTok juga sudah banyak digunakan di kalangan politisi, baik di Australia dan Indonesia, dan sepertinya mereka tak khawatir dengan masalah pengintaian.

Rabu kemarin (19/2) Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan muncul di dalam video aplikasi TikTok yang diunggah oleh Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI, Rani Maulani.

“Dibawa happy aja….,” demikian keterangan singkat di akun Instagram Rani untuk video tersebut.

Wakil Gubernur DKI Sandiaga Uno juga mengunggah video TikTok setelah sebelumnya menerima ‘Silver Button’ dari Youtube, karena ‘subscriber’ yang sudah menembus 100 ribu orang.

“Bukan moderasi konten, tapi penyensoran”

Pakar jejaring sosial China, Fergus Ryan telah mempelajari TikTok dan WeChat, aplikasi komunikasi buatan China selama satu tahun penuh.

Ia ingin mengetahui apakah kedua aplikasi ini merupakan alat mengintai dan penyensor pemerintah Beijing.

Menurutnya, TikTok mungkin saja menghapus atau menyeleksi unggahan yang tidak mereka sukai.

“Kami sudah melihat pedoman moderasi atau pemantauan konten video TikTok yang sempat dibocorkan ke media,” kata Fergus.

“Dan pedoman moderasi konten ini menunjukkan apa yang TikTok sebut sebagai ‘moderasi’, sebenarnya adalah menyensor bagi orang awam.”

Bulan November lalu, TikTok meminta maaf kepada seorang perempuan Amerika Serikat yang mengunggah video penahanan Muslim Ughyur di China.

Video tersebut diblok oleh TikTok, setelah menjadi viral.

Topik sensitif lainnya adalah soal Tiananmen, Tibet dan Taiwan yang disebut sebagai “tiga T”.

“Video tidak harus sampai dihapus untuk menandakan kalau ada penyensoran. Mereka bisa melakukan yang namanya ‘shadow-banning’,” katanya.

“Artinya, ketika pengguna TikTok mengunggah video atau konten, mereka pikir pengikutnya melihat unggahan tersebut, padahal konten tersebut tidak dapat dilihat siapapun.”