ABC

Berbagi Peran Merawat Keberagaman Oleh Keluarga Gus Dur

Jika bagi banyak keluarga di Indonesia, Ramadan adalah waktu yang tepat untuk lebih sering berkumpul bersama keluarga, tidak demikian halnya bagi keluarga almarhum Abdurahman Wahid (atau yang lebih populer dikenal dengan nama Gus Dur), presiden Indonesia dari tahun 1999-2001.

Sinta Nuriyah, isteri mendiang Gus Dur dan keempat puterinya justru jarang bertemu lantaran memilih mengutamakan tugas merawat keberagaman di bulan suci ini.

Setiap tahun, bulan Ramadhan selalu menjadi waktu tersibuk bagi keluarga almarhum Gus Dur.

Terlebih bagi isteri mendiang Gus Dur, Sinta Nuriyah, karena di bulan puasa inilah rangkaian kegiatan Sahur Keliling besutannya dimulai.

Kegiatan ini mengharuskan mantan ibu negara itu melakukan perjalanan ke puluhan kota di berbagai wilayah di Indonesia untuk bersilaturahmi sahur dan berbuka puasa bersama dengan warga yang tidak mampu.

Zannuba Arifah Chafsoh atau Yenny Wahid
Zannuba Arifah Chafsoh atau Yenny Wahid, puteri kedua almarhum K.H Abdurrahman Wahid mengikuti jejak ayahnya terjun ke dunia politik.

ABC Iffah Nur Arifah

Kesibukan menggelar kegiatan Sahur Keliling yang dimulai sejak tahun 2000 lalu ini menjadikan Sinta Nuriyah hanya memiliki waktu yang sangat terbatas dengan keluarganya di setiap bulan Ramadan selama 17 tahun terakhir.

“Kami hanya berkumpul di hari pertama Ramadan, kami berbuka puasa bersama sekeluarga di rumah mama.  Setelah itu kami tidak pernah berjumpa lagi dengan mama sampai dua hari menjelang syawal, baru mama pulang. Setiap tahun selalu seperti itu. ’ tutur puteri kedua Almarhum Gus Dur, Zannuba Arifah Chafsoh atau yang lebih dikenal dengan Yenny Wahid.

Yenny Wahid menuturkan, Sahur Keliling ini telah menjadi program ikonik ibundanya untuk berbagi dengan kelompok warga yang tidak mampu.

Seperti mereka yang tinggal di kolong jembatan, pemulung, tukang becak, nelayan, pedagang maupun kelompok marjinal dan minoritas lainnya.

“Kenapa sahur? karena kalau buka puasa, semua orang bisa melakukannya. Orang gak puasa juga bisa ikut buka puasa. Tapi kalau sahur ya hanya orang yang memang mau puasa yang bangun sahur.” katanya.

Sinta Nuriyah juga merancang program Sahur Keliling ini tidak hanya sebagai acara sosial semata tapi juga kegiatan untuk mendorong keberagaman dan toleransi antar umat dan kelompok.

“Yang istimewa dari acara Sahur Keliling itu adalah ibu saya mewajibkan panitia penyelenggaranya harus antar agama. Harus melibatkan orang dari berbagai kelompok, tidak hanya orang Islam saja. Jadi ini bukan sekedar kegiatan sosial, tapi juga jadi ajang dakwah untuk toleransi.”

100 tokoh Berpengaruh Majalah TIME

GusdurFamily_Sinta_Detik.jpg
Sinta Nuriyah masuk dalam daftar 100 Tokoh Berpengaruh Dunia Majalah TIME dalam kategori ikon dunia untuk gerakan toleransi beragama, feminis, kesetaraan gender, perjuangan untuk perempuan dan kelompok minoritas.

Detik.com

Karenanya, dalam program Sahur Keliling ini, Sinta Nuriyah sering melibatkan kelompok agama minoritas.

Bahkan acara tersebut juga kerap dilakukan di gereja atau kelenteng.

Atas kegigihannya mempromosikan keberagaman dan toleransi selama belasan tahun inilah, nama Sinta Nuriyah masuk dalam daftar 100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia versi Majalah Time tahun ini.

Sinta Nuriyah masuk dalam kategori ikon dunia, dan disebut sebagai sosok yang menjadi acuan untuk gerakan toleransi beragama, feminis, kesetaraan gender, perjuangan untuk perempuan dan kelompok minoritas.

“Pengakuan dari majalah TIME ini suatu hal yang super istimewa dan menunjukan bahwa ibu sudah diakui sosok dan kiprahnya oleh dunia. Orang selama ini mungkin hanya melihat beliau sebagai isteri Gus Dur dan tinggal meneruskan kerja Gusdur. Tapi sebenarnya tidak, ini semua murni gagasan, pemikiran dan kepeduliannya.” kata Yenny Wahid, puteri kedua pasangan Gus Dur.

“Kami bangga sekali, karena kami tahu tantangan yang dihadapi ibu sangat berat, bukan hanya secara fisik dimana beliau harus memakai kursi roda dalam berkiprah, tapi ibu juga tidak jarang kerap diganggu oleh kelompok-kelompok tertentu yang tidak suka dengan gagasannya.”

“Acara Sahur Kelilingnya sering diprotes dan panitia lokal kerap ditekan kelompok tertentu. Tapi ibu gak peduli, dia tetap terus  melalukan misinya mempromosikan toleransi lewat Sahur Keliling ini.” kata Yenny Wahid dalam pembicaraan derngan wartawan ABC Indonesia Iffah Nur Arifah.

Dalam Daftar 100 orang berpengaruh di dunia itu, nama Sinta Nuriyah bersanding dengan sejumlah pemimpin negara seperti Presiden China Xi Jinping, Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in, Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe, hingga selebriti dunia seperti Jennifer Lopez dan Rihanna. 

Anak-anak turut berbagi peran

keluarga Gus Dur
Pernikahan K.H Abdurrahman Wahid (alm.) dan Sinta Nuriyah diberkati 4 orang puteri, Allisa Qotrunnada Munawaroh, Zannuba Arifah Chafsoh, Anita Hayatunnufus dan Inayah Wulandari.

Supplied

Tugas merawat keberagaman tidak hanya dilakoni Sinta Nuriyah, tapi selepas wafatnya Gus Dur, keempat puterinya juga memilih meneruskan cita-cita dan gagasan ayahanda mereka dengan berkiprah dibidang masing-masing.

Yenny Wahid menuturkan kakak sulungnya, Allisa Qotrunnada Munawaroh (Alissa Wahid) meneruskan perjuangan Gus Dur dengan berusaha mempromosikan dan menyatukan visi dan gagasan pemikiran Gus Dur di kalangan masyarakat yang tidak berpolitik melalui organisasi Jaringan Gusdurian Indonesia .

Sementara adiknya, Anita Hayatunnufus, memilih menjadi aktivis anti korupsi sedang si bungsu Inayah Wulandari berjuang melalui bidang seni dan budaya dan belakangan banyak melakukan kritik sosial melalui puisinya.

Allisa Qotrunnada Munawaroh
Allisa Qotrunnada Munawaroh atau Alissa Wahid, puteri sulung Gus Dur bertugas merawat dan membumikan gagasan dan pemikiran Gus Dur di akar rumput melalui organisasi Jaringan Gusdurian Indonesia.

JPNN

Sementara Yenny Wahid, menjadi satu-satunya puteri almarhum Gus Dur yang mengikuti jejak ayahannya terjun ke dunia politik.

“Kami memutuskan untuk berbagi peran, karena kami sadar tidak semua dari kami punya atribut yang lengkap seperti Gus Dur.”

“Misalnya beliau punya khasanah keilmuan yang luas dan mendalam, beliau juga punya atribut kekuasaan eksekutif dan sekaligus juga darah biru karena lahir dari trah NU langsung.”

“Gak ada yang punya atribut sempurna seperti beliau. Jadi ini harus terus dirawat dan kami tugas ini kami lakukan bersama-sama,” tutur Yenny Wahid.

Terlebih ditengah meningkatnya penyebaran ujaran kebencian, paham radikalisme maupun sentiment politik identitas, tugas merawat toleransi dan keberagaman tidak pernah menjadi sesignifikan seperti sekarang ini.

Dan saat ini Wahid Foundation yang didirikan oleh Yenny Wahid memfokuskan kegiatan mereka dengan menyasar kampus dan masjid.

“Kampus dan masjid  sekarang menjadi dua wilayah dimana penyebaran narasi radikalisme dan perekrutan berlangsung sangat subur.”

“Kami hendak melakukan prevensi, agar jangan sampai anak-anak muda yang tidak bersalah dan sedang semangat belajar agama ini, belajar dengan guru yang salah dan menjadi radikal. “ ungkapnya.

“Wahid Institut berusaha hadir, dan jika mereka membutuhkan kajian mereka bisa datang ke Wahid Institute.” tambahnya lagi.