ABC

Benarkah Ada Orang Menderita Buta Nada?

Banyak orang meyakini mereka ‘buta nada’, tapi apakah benar demikian? Dapatkan kondisi itu disembuhkan dengan metode latihan?

Valerie misalnya. Saat warga Australia ini berusia 11 tahun dia mendapatkan pengalamam yang berdampak dalam baginya. Dia dipaksa berdiri di depan kelas dan diminta melakukan ujian menyanyi. Saat itu dia sedang sakit.

“Saya bahkan tidak bisa mengeluarkan suara,” tuturnya. Dan kemudian guru musiknya mengumumkan kepada seluruh siswa di kelas kalau dia mendapatkan nilai paling rendah.

“Saya merasa hancur dan dipermalukan. Ini pertama kali saya meyakini saya tidak bisa bernyanyi. Saya merasa saya orang yang buta nada.”

Valerie dan Peter King
Peter tidak pernah percaya kalau Valerie buta nada dan mendorongnya mencari bantuan.

Supplied: Valerie King

Selama berpuluh tahun Valeris menghindar dari kegiatan bernyanyi di depan publik, bahkan menolak untuk bernyanyi di depan suaminya, Peter.

Kemudian suatu hari, Peter meyakinkannya untuk mendatangi klinik buta nada atau ‘Tone Deaf Clinic’.

Hal ini mengubah hidupnya. Valeri berubah menjadi ‘penyanyi soprano’ secara dramatis dan sekarang bernyanyi dengan paduan suara yang digagasnya. Namanya ‘The Monday Nightingales’.

“Saya tidak pernah menyadari bernyanyi merupakan sesuatu yang dapat dipelajari,” kata Valerie. “Saya kira bernyanyi itu sesuatu yang bisa anda lakukan atau sama sekali tidak bisa.”

Dan, ternyata, hal ini merupakan apa yang dikira oleh banyak orang.

Apakah anda buta nada?

Seperti halnya Valerie, kebanyakan orang yang melabel diri sendiri sebagai orang yang buta nada. “Pada dasarnya mereka tidak buta nada,” kata Professor Bill Thompson dari Macquarie University.

“Buta nada adalah istilah awam dan digunakan bebas untuk mengartikan mereka memiliki kesulitan bernyanyi,” katanya.

Tetapi, menurut Prof. Thompson, kemungkinan dengan sedikit pelatihan mereka akan percaya diri membawakan sebuah lagu.

Pada dasarnya orang yang menderita buta nada memiliki kondisi yang disebut congenital amusia, yang membuat sulit untuk menyanyi dengan nada yang benar.

Orang seperti ini tidak sadar ketika mereka bernyanyi tidak sesuai nada, yang bisa membawa mereka pada situasi yang memalukan.

“Mereka kemungkinakan menjadi orang yang bernyanyi paling keras suaranya di paduan suara, nada suaranya sangat rendah dan menikmati dirinya sendiri dan tidak menyadari kalau dirinya keluar dari nada,” kata Prof.Thompson, spesialis kognisi musik.

Congenital amusia tampaknya disebabkan kesalahan pada otak dalam membedakan antara perbedaan kecil dalam tinggi nada. Tapi pada beberapa orang masalahnya sebenarnya justru adanya ketidaksambungan antara bagian-bagian otak yang mengambil suara dan bagian dari otak yang memahaminya.

Amusia adalah gangguan dalam memproduksi dan mendengarkan tinggi nada, mengingat anda harus mendengar untuk dapat memproduksi suara yang benar.

Orang mengira mereka tidak bisa menyanyi bukan selalu karena gangguan amusia, tapi mungkin mereka hanya butuh pelatihan. Misalnya bagaimana menghasilkan suara dengan benar, atau -yang kurang umum- perlu mengikuti terapi pendengaran.

Seorang penyanyi di panggung
Valerie sering berkelakar kalau dirnya ingin mengalami reinkarnasi menjadi seorang penyanyi yang terkenal.

Getty Images: Caiaimage/Martin Barraud

Menyalahkan orangtua

Genetika ikut memainkan peran dalam kemampuan bernyanyi mengikuti nada dan tentu saja berhubungan dengan kemampuan musik.

Tetapi karena otak kita “plastis”, ada juga interaksi penting antara gen dan lingkungan yang membantu menentukan kemampuan kita bernyanyi.

Terpapar musik di tahun-tahun awal kehidupan dan didorong untuk menyanyi adalah hal penting, kata Gillian Bonham, yang mengelola ‘Tone Deaf Clinic’.

“Burung gagak belajar menyanyi dengan meniru induk mereka. Jika Anda tidak memiliki orangtua atau guru yang bisa anda tiru ketika masih bayi, maka Anda tidak belajar bagaimana melakukannya,” katanya.

Bonham mengatakan pengalaman masa kecil yang buruk seperti Valerie sering menjadi kambing hitam.

Ibu dan anak
Mendorong anak untuk bernyanyi ketika kecil membantu mengetahui apa yang akan terjadi di kemudian hari.

Getty Images: Mike Kemp

Malu bernyanyi

Lain lagi dengan Jill Freeman. Ketika berusia sekitar delapan tahun, dia sedang bernyanyi namun ayahnya menyuruhnya diam.

“Saya berhenti bernyanyi di rumah dan saya tidak bergabung paduan suara sekolah,” katanya. Peristiwa ini membuatnya memutuskan hidup tanpa musik dan membentuk keyakinannya kalau dia tidak bisa menyanyi.

Hal ini berlangsung hingga tahun 2009, ketika dia membaca pengumuman di suratkabar. Isinya pertanyaan kepada pembaca apakah mereka pernah diberitahu tidak bisa menyanyi.

Iklan itu dipasang Masyarakat Buta Nada di University of Canberra, yang dikelola pensiunan guru vocal dan peneliti Dr David Tattersall. Dia meneliti congential amusia dan mengetahui beberapa orang benar-benar mengalami kondisi ini.

Setelah melakukan latihan dengan Dr Tattersall, Jill mendirikan paduan suara ‘Choir of Limited Expectations’, yang ditujukan bagi mereka yang ingin percaya diri dalam bernyanyi. Dan belakangan ini, Jills bernyanyi bersama paduan suara University of Canberra, Chorale, membawakan lagu-lagu klasik seperti Judas Maccabeaus dan Requiem karya Mozart.

“Saya belum menganggap diri bisa bernyanyi dengan baik, tapi setidaknya bisa memegang peranan dalam paduan suara,” katanya. “Kami menyanyikan musik yang indah, belajar banyak, dan senang mendapat pujian atas kinerja kami,” ujarnya.

Beberapa pengalaman masa kecil yang jauh lebih ekstrim daripada apa yang dialami oleh Jill dan Valerie. Salah satu mahasiswa di ‘Deaf Tone Clinic’ Bonham pernah dipukuli jika dia bernyanyi tidak selaras. Pada akhirnya dia diberitahu untuk hanya menirukan gerak bibir saja agar terhindar dari pukulan.

Siswa lain yang memiliki pengalaman bagaimana diolok-olok oleh orangtua dan teman-teman mereka.

“Ketika orang tuanya menggelar pesta makan, mereka sering menyeretnya dari tempat tidur untuk bernyanyi buat para tamu sehingga mereka semua bisa mentertawakannya,” kata Bonham.

“[Kemampuan menyanyi] dicampakkan ke tempat sampah pada usia yang sangat muda,” katanya. “Ini, saya yakini sebagai kekejaman.”

Tidak sesulit yang dibayangkan

image 5

Sejumlah orang, termasuk sosialita Amerika dan penyanyi soprano amatir Florence Foster Jenkins dan kontestan American Idol William Hung, menjadi terkenal karena suaranya yang tidak sesuai dengan irama musik ketika bernyanyi.

Tapi kebanyakan orang umumnya lebih memilih bernyanyi sesuai dengan irama lagu. Bahkan jika hal itu dilakukan supaya mereka bisa bernyanyi lagu ‘Selamat Ulang Tahun’ atau lagu ‘Jingle Bells’ tanpa takut mengetahui orang di sekitar mereka akan menutup telinga.

“Jika Anda merasa tidak bisa bernyanyi sesuai dengan irama lagu, kemungkinan Anda hanya perlu pelatihan dan dorongan,” kata Prof. Thompson.

Sementara ‘Tone Deaf Clinic’ dan organisasi Masyarakat Buta Nada tidak lagi beroperasi, masih ada bantuan tersedia.

“Carilah guru bernyanyi, bergabung dengan paduan suara dan Anda mungkin akan membaik,” kata Prof. Thompson.

Lingkungan semacam ini dapat memberikan dukungan yang dapat memotivasi Anda berlatih dan memperkuat jalur saraf yang diperlukan dalam membawakan lagu, serta mengembangkan kepercayaan diri dalam menyanyi

“Tentu saja, seperti keterampilan lainnya, ada serangkaian kemampuan alamiah. Akan lebih sulit bagi sejumlah orang untuk bernyanyi mengikuti irama lagu dibandingkan yang lainnya. Perbaikan yang didapat dari pelatihan mungkin tidak sebesar yang Anda inginkan,” kata Prof. Thompson.

“Kebanyakan orang tidak menyanyi dengan baik,” katanya seraya menambahkan, menyelaraskan suara dengan orang lain dapat menuntun kita untuk percaya diri. Dan bernyanyi dengan selaras, sesuai irama, dalam paduan suara menawarkan cara unik untuk melakukan hal ini.

Masih berpikir anda buta nada?

Satu-satunya cara mengetahui kalau orang memang benar-benar buta nada adalah dengan menjalani tes yang dilakukan oleh pakar.

Tapi bahkan jika anda memang benar didiagnosa menderita buta nada, bukan berarti anda tidak bisa bernyanyi sama sekali. Bahkan pada peenderita amusia saja masih memungkinkan untuk memperbaiki tinggi nada mereka dengan latihan.

Tim Falconer misalnya. Jurnalis asal Kanada yang didiagnosa amusia ini mendokumentasikan upayanya memperbaiki kemampuan beryanyi melalui pelatihan intensif.

Ini bukan usaha mudah. Tim mungkin akan menyerah dalam memperbaiki kemampuannya jika dia tidak menulis buku mengenai amusia.