Belum Terbukti Secara Klinis, Pakar Minta Warga Tidak Terjebak Euforia Khasiat Kayu Bajakah
Meski belum terbukti secara klinis, namun kabar viral dapat menyembuhkan kanker membuat tanaman bajakah langsung ramai diburu. Tanaman rambat ini sekarang ramai dipasarkan dengan harga bervariasi dari puluhan ribu hingga 2 juta per kilo. Banyak kalangan khawatir kelestarian tanaman ini di alam terancam.
Tidak berselang lama setelah viral sebuah tayangan di televisi yang mengupas penemuan obat kanker dari tanaman bajakah oleh siswa SMAN Palangkaraya, Bobby Gunadi, warga kecamatan Pengkada, kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat langsung dihubungi sejumlah kenalannya yang mengaku bisa menyediakan tanaman bajakah itu.
Mereka meminta Bobby membantu memasarkan tanaman itu melalui toko onlinenya. Bobby pun bersedia dan mulai memajang produk kayu bajakah itu di toko online miliknya dan dalam tempo singkat banyak sekali peminat yang menghubunginya.
"Lagi viral bajakah sekarang, jadi banyak sekali yang pesan malah orang kampung kami yang mengambilkan tanaman itu di hutan kewalahan. Dalam 3 hari saya sudah kirim 200 kilo ke banyak daerah, 50% ke Jawa." tuturnya.
Padahal tanaman bajakah itu dipasarkan dengan harga yang tidak murah, ia membanderolnya Rp 1 juta per kilo.
“Tanaman ini mahal karena dihitung ongkos mengambilnya ke hutan yang susah. Warga itu harus jalan kira-kira setengah hari ke tengah hutan. Bajakah di daerah saya banyak, di belakang rumah juga ada yang tumbuh, tapi yang bagus itu ada di hutan di dekat lahan yang berair dan tanah gambut, seperti di daerah kalimantan tengah, jadi jauh mengambilnya,” tutur Bobby.
Sebagai warga Kapuas Hulu asli, Bobby mengaku bajakah sudah lama digunakan sebagai tanaman obat oleh warga di daerahnya.
“Bagi orang kami, bajakah ini sudah biasa dijadikan obat. biasanya untuk obat kencing manis dan demam juga. Warga biasanya meminum air yang langsung diambil dari batangnya. Satu batang ukuran 1 meter itu biasanya dapat air satu gelas. Kami baru tahu dari TV kalau batangnya ternyata juga bisa dimanfaatkan.” tutur Bobby.
Bobby hanyalah satu dari sekian banyak orang yang mendapat berkah dari viralnya berita khasiat tanaman bajakah untuk mengobati kanker belakangan ini.
Kabar viral ini bermula dari keberhasilan dua siswa SMAN 2 Palangkaraya, Kalimantan Tengah, meraih medali emas dalam ajang World Invention Olympic (WICO) di Seoul, Korea Selatan pada 2019 lalu atas temuan obat anti kanker dengan bahan baku alami berupa batang pohon tunggal atau dalam bahasa dayak disebut dengan bajakah.
Temuan ini pun langsung memicu minat orang yang tergiur dengan kliam khasiat pengobatan dari tanaman tersebut. Diberitakan di kota Palangkaraya bermunculan penjual kayu akar bajakah dadakan di pinggir jalan.
Di sejumlah platform e-commerce bermunculan orang yang menjual tanaman bajakah dengan harga bervariasi mulai dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah.
Tidak hanya didalam negeri, sebuah media lokal di Kalimantan Tengah memberitakan seorang warga mengaku telah mendapat pesanan kayu bajakah dari China dengan jumlah tidak tanggung-tanggung satu kontainer.
Belum teruji secara klinis
Kondisi ini memicu kekhawatiran akan kelestarian tanaman kaya khasiat itu dialam. Banyak pihak khawatir tanaman bajakah di alam akan dieksploitasi oleh orang-orang yang hendak mencari keuntungan dari situasi ini.
Kepala Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Joeni Setijo Rahajoe mengingatkan meski hasil penelitian siswi SMAN 2 Palangkaraya perlu diapresiasi namun warga diminta untuk tidak terjebak dalam euforia khasiat tanaman bajakah karena belum teruji secara klinis.
“Saya harap masyarakat bijaksana menyikapi khasiat tanaman bajakah yang sedang viral ini, karena apakah betul tanaman bajakah ini benar-benar terbukti bisa menyembuhkan kanker atau tidak, itu masih perlu melalui tahapan proses uji klinis yang panjang. Dan setahu saya kanker itu penyakit yang tidak mudah proses penyembuhannya.” Kata Joeni.
Pakar ekologi hutan lulusan Universitas Hokkaido Jepang ini juga mengatakan untuk diakui sebagai obat kanker, tanaman bajakah masih perlu dilakukan pra klinis (melalui serangkaian uji hewan percobaan) hingga uji klinis pada manusia untuk menguji aspek keamanan dan khasiat. Baru setelah itu statusnya dari obat tradisional (jamu) bisa meningkat menjadi bentuk sediaan obat herbal terstandar maupun sediaan fitofarmaka.
Sementara tahapan itu belum dilakukan, Joeni mengingatkan risiko mengkonsumsi herbal ini bagi warga terutama pasien kanker yang hendak menjajal khasiat tanaman bajakah.
“Masyarakat perlu tahu, kalau obat herbal itu biasanya memerlukan proses yang lama untuk bisa menyembuhkan. Jadi tidak serta merta sembuh. Jadi pasien kanker maupun warga biasa tetap harus waspada.”
"Karena tanaman bajakah jenisnya sangat banyak, jenis apa yang digunakan dalam riset anak SMA itu apa kita tidak tahu. Dan saya perhatikan orang yang menjual kayu bajakah di sosmed itu terlihat bahwa itu jenisnya berbeda-beda. Jadi harus hati-hati, beda jenis beda khasiat. Bahkan ada yang mengingatkan ada jenis yang justru beracun.
Patuhi protokol Nagoya
Menyikapi risiko ekploitasi tanaman bajakah di alam, LIPI meminta aparat berwenang di wilayah yang memiliki potensi tanaman bajakah untuk melakukan upaya-upaya perlindungan tanaman dan habitatnya.
“Kita menghimbau otoritas setempat waspada dan melakukan perlindungan, mungkin bisa dimulai dari kepala desa atau kalau itu ada di Kawasan konservasi jadi kewenangan BKSDA untuk menjaga habitat tanaman itu di wilayahnya. Dan memberikan pemahaman bagi warga untuk tidak mengeksploitasi kayu Bajakah di alam.” Kata Dr. Ir Joeni.
"Meski bukan tanaman yang dilindungi tapi tetap perlu pengaturan untuk mengaksesnya. Karena bayangkan kalau diambil tidak secara bertanggung jawab, sampai dicabut ke akar-akarnya, nanti pohonnya habis, warga lokal sendiri yang rugi, karena mereka akan kesulitan mendapatkannya jika membutuhkan." Tambahnya.
Apalagi sejak tahun 2013 Indonesia telah meratifikasi protocol Nagoya, sebuah aturan internasional terkait mekanisme mengakses sumber daya alam hayati dan pemanfaatannya di alam liar.
“Sesuatu apapun yang diambil dari kawasan konservasi itu harus ada izinnya yang dikeluarkan oleh KLHK. Dan mengambil sampel itu pun ada kuotanya. Kalau termasuk tanaman langka dan dilindungi itu tidak boleh diambil bahkan. Dan ada sanksi hukumnya. Jadi kita tidak boleh sembarangan,” katanya.
Sementara itu Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah ( Pemprov Kalteng) mengaku berencana untuk mematenkan kayu bajakah. Peneliti mengatakan tanaman bajakah sangat kaya kandungan senyawa aktif antioksidan yang efektif menangkal radikal bebas dalam tubuh sehingga sangat potensial sebagai obat anti kanker.
Bajakah antara lain mengandung senyawa fenolik, steroid, tannin, alkaloid, saponin, terpenoid, hingga alkaloid.
Simak informasi studi, bekerja, dan tinggal di Australia hanya di ABC Indonesia dan bergabunglah dengan komunitas kami di Facebook..