Beasiswa Sekolah Asrama Bagi Pelajar Aborijin
Sudah hampir 40 tahun sejak Waverley Stanley meninggalkan sekolah dasar, namun dia masih tetap merasa sungkan memanggil guru yang telah mengubah hidupnya dengan nama depannya, Rosemary.
“Waverley, sudah waktunya kamu memanggilku Rosemary,” demikian gurunya sering kali mengingatkan.
Waverley bersikukuh, gurunya tersebut akan selalu dikenalnya sebagai “Nyonya Bishop”.
Kala itu Waverley adalah seorang siswa aborijin berusia 12 tahun di SD Murgon ketika Nyonya Bishop menyadari ada sesuatu yang istimewa pada anak laki-laki yang menjadi ketua kelas dan kapten tim kriket ini.
Mengetahui kesempatan pendidikan dan ketenagakerjaan di kota kecil di Queensland itu sangat terbatas, dia pun menanyai kepala sekolah Toowoomba Grammar School apakah bisa menawarkan beasiswa.
Seminggu kemudian, Waverley diberi beasiswa olahraga di sekolah berasrama bergengsi, kemudian menjadi murid pribumi pertama yang menyelesaikan Kelas 12.
Beberapa saat sebelum Waverly lulus SMA, dia menulis surat untuk berterima kasih kepada Nyonya Bishop.
“Saya sangat senang karena anda menjadi guru dan teman saya. Kontribusi Anda dalam hidup saya akan selalu saya kenang,” tulis Waverley.
Nyonya Bishop menyimpan surat tersebut selama ini, selama bertahun-tahun.
“Saya hanya membukakan pintu untuknya dan dia melakukan sendiri jerih payahnya. Hanya anak laki-laki istimewa yang mampu melakukan itu,” katanya.
Setelah menikmati manfaat dari pendidikan asrama, Waverley selalu ingin menawarkan kesempatan yang sama kepada siswa-siswa pribumi lainnya.
Tapi baru setelah dia bertemu dengan calon istrinya, Llew Mullins, mantan penyanyi country, mimpinya kemudian itu menjadi kenyataan.
Pada tahun 2005 mereka mendirikan organisasi nirlaba yang memberikan beasiswa bagi anak-anak aborigin untuk masuk sekolah asrama, seperti yang dialami Waverley.
Usaha baru ini disebut Yalari, yang berarti “anak” dalam bahasa Birri Gubba dari nenek moyang Waverley.
Telepon pertama yang dilakukannya adalah kepada Nyonya Bishop, untuk meminta izin memberi nama beasiswa atas namanya.
“Saya menangis dan saya sangat tersentuh,” kata Nyonya Bishop.
Bergabung
Dimulai dengan hanya tiga siswa pada tahun 2006, Yalari telah menjadi salah satu program pendidikan aborigin paling sukses di Australia, dengan 27 sekolah swasta menawarkan beasiswa sekolah di asrama kepada total 172 siswa tahun ini.
Sebagian besar siswa berasal dari daerah terpencil dan daerah dimana pilihan untuk sekolah menengah sangat terbatas.
Beasiswa ini didanai kombinasi hibah pemerintah, donor korporat dan individu serta yayasan amal.
Salah satu pendukung paling antusias adalah Geelong Grammar School, yang telah memiliki 20 siswa melalui program ini.
“Seringkali saya terharu. Ini bukan hanya tentang 20 anak yang dididik di sekolah kami. Hal ini menyangkut keseluruhan masyarakat dengan pemahaman mengenai apa artinya menjadi pribumi di negara ini.”
Paling beruntung
Jondayah Martin dibesarkan di Pulau Thursday dan sekarang duduk di Kelas 12 di sekolah Anglikan khusus perempuan, St Margaret.
“Ketika saya tahu bahwa saya diterima di Yalari, ibuku tidak dapat menahan air matanya karena senang,” katanya.
“Semakin dewasa, saya mungkin akan bekerja di bidang perfilman. Tapi saat ini saya sedang meraih gelar Sarjana Komunikasi dan semoga hal itu juga mencakup studi media, periklanan, dan mungkin jurnalisme,” katanya.
“Saya salah satu anak pribumi yang paling beruntung di Australia karena menjadi adalah bagian dari Yalari.”
Meninggalkan pulau menuju ke kota merupakan kejutan budaya bagi Jondayah saat pertama kali tiba.
“Sulit menyesuaikan diri dari kehidupan di pulau berpenduduk 3.000 orang ke Kota Brisbane yang berpenduduk sekitar satu juta,” katanya.
“Saya terbiasa bepergian dengan bertelanjang kaki dan mengenakan celana pendek. Kini harus mengenakan sepatu,” katanya.
“Saya bahkan tidak tahu apa itu panama sampai saya pergi ke St. Margaret’s.”
Orangtua pengganti
Waverley dan Llew dengan senang hati mengambil peran sebagai orangtua pengganti bagi lebih dari 300 anak yang melalui program ini sejak dimulai.
Dalam satu kasus siswa, hubungan itu berkembang menjadi sesuatu yang lebih.
Lori Clevins memiliki masalah keluarga dan tinggal di pengasuhan saat mengikuti program Yalari.
Setahun kemudian, ketika Departemen Perlindungan Anak mengatakan mereka tidak dapat lagi menemukan tempat untuknya, Waverley dan Llew memutuskan untuk merawatnya sendiri.
“Saya pikir itu hanya sebentar sampai akhirnya seseorang menemukan saya rumah asuh yang lain,” kata Lori.
“Tapi berbulan-bulan dan bertahun-tahun berlalu dan saya pun ‘Oh ini rumah saya, ini keluarga saya sekarang, ini adalah orangtua saya’.”
Kunci mengatasi kesenjangan
Filosofi yang menjadi pedoman Waverley adalah gagasan bahwa pendidikan merupakan kunci untuk memberikan kesempatan yang lebih baik bagi sesamanya.
“Hanya satu keputusan yang dia (Nyonya Bishop) buat sebagai seorang guru telah memberikan saya suatu tujuan hidup bersama istri saya, Llew,” katanya.
“Saya sangat berterima kasih untuk itu.”