ABC

Batik Tidak Selalu Jadi Andalan Fesyen Indonesia

Menurut desainer Indonesia, Anandia Putri, motif tradisional Indonesia seperti Batik tidak selalu menjadi andalan di luar negeri. Pangsa pasar Australia, misalnya, lebih menyukai motif yang sederhana tapi berkelas.

Desainer yang akrab dipanggil Putri, menjadi pemenang Australia-Indonesia Centre Young Indonesia Fashion Designer Award tahun 2016.

Seperti Patrick Owen dan Restu Anggraini, yang juga pernah memenangkan penghargaan yang sama di tahun-tahun sebelumnya, Putri memiliki kesempatan untuk bertemu dengan pelaku fesyen di Australia.

Tak hanya itu, Putri lewat labelnya, I.K.Y.K (I Know You Know) diberi kehormatan untuk melakukan pagelaran busana di Melbourne Fashion Festival.

“Kita alhamdulillah mendapat kesempatan dan penghargaan dari Australia, sebenarnya rencana bisnis yang kita ajukan pada dasarnya sudah kami miliki sebelumnya,” kata Putri saat ditemui Erwin Renaldi, produser ABC Australia Plus di Melbourne Museum, tempat pagelaran busana, Rabu siang (15/03/2017).

Untuk memenangkan penghargaan dengan hadiah sebesar AU$10 ribu, atau sekitar Rp 100 juta tersebut, para desainer harus memasukkan proposal bisnis fesyennya kepada tim juri dari Australia dan Indonesia.

Tonton video dari pagelaran busana I.K.Y.K di Melbourne disini.

“I.K.Y.K sudah memiliki stockists di Melbourne dan kita ingin memperluas pasar kita sendiri di Melbourne ini dengan cara terlibat lebih banyak dari sisi bisnisnya.”

IKYK_AustraliaPlus_15032017
Koleksi I.K.Y.K mengedepankan potongan yang lebih tertutup, atau dikenal dengan istilah modest wear.

Foto: ABC, Erwin Renaldi

Putri merasa sudah cukup paham dengan target yang akan dibidiknya. Ia pun sudah melakukan sejumlah riset soal apa yang disukai dan tidak disukai oleh pangsa pasar Australia.

“Kita sudah tahu kalau batik atau motif-motif tradisional lainnya sering dianggap terlalu ramai, kita melihat pangsa pasar Australia lebih berkelas, tidak berlebihan, santai, tetapi dengan bahan yang luar biasa bagus,” jelasnya.

“Beda dengan negara-negara di Asia. Asia lebih mengutamakan detail dan motif, sementara Australia kurang menyukai detail tapi tetap memiliki silhouette,” tambahnya.

Sebagai salah satu strategi untuk lebih membidik pangsa pasar Australia, Putri menggunakan material yang terbuat dari wol Australia.

IKYK3_AustraliaPlus_15032017
I.K.Y.K tidak membawa unsur batik atau motif tradisional Indonesia dalam rancangannya.

Foto: ABC, Erwin Renaldi

Bahan ini pun sesuai dengan koleksi musim gugur dan musim dingin yang ia pamerkan di Melbourne Fashion Festival, yang ia beri nama “BUMI”, hari Rabu (15/02/2017).

“Dari bahan dan warna yang kita gunakan semua terinspirasi dari planet bumi.”

Gaya potongan yang dikedepankan oleh Putri adalah busana santun, atau dikenal dengan istilah modest wear.

“Modest wear ini tidak hanya buat Muslimah saja, saya terinspirasi saat berpergian ke luar negeri, seperti Jepang atau Korea. Mereka menggunakan pakaian yang casual, tertutup, tapi tetap fashionable,” ujarnya.

Lewat koleksi yang dipamerkannya, Putri ingin menyampaikan pesan soal identitasnya.

“Menjadi seorang Muslim dan menjadi orang Indonesia, kita masih bisa diterima… dan tetap bisa tampil trendi, fashionable, stylish, tanpa harus tampil berlebihan.”

IKYK2_AustraliaPlus_15032017
Pagelaran busana rancangan I.K.Y.K dan Peggy Hartanto di Melbourne Fashion Festival 2017.

Foto: ABC, Melbourne

Pentingnya desainer internasional bagi industri fesyen Australia

Diundangnya desainer Indonesia ke ajang Melbourne Fashion Festival, termasuk untuk pertama kalinya membawa desainer China, diakui pihak penyelenggara memiliki peranan penting bagi industri fesyen Australia.

“Fesyen adalah industri global, Melbourne adalah kota dunia, kita berada di kawasan Asia Pasifik, dan saya rasa yang kita lakukan adalah kreativitas, kolaborasi, dan perdagangan,” ujar Laura Anderson, Chairman Melbourne Fashion Festival.

“Kita perlu membangun ekosistem yang berkelanjutan dan ini tak bisa dilakukan sendirian,” ujarnya.

Laura menyambut baik dengan kedatangan para desainer Indonesia ke Melbourne.

“Di era globalisasi ini tidak ada lagi batas-batas, saya bisa memakai selendang batik seperti sekarang ini,” ujar Laura yang datang menggunakan gaun hitam dan selendang batik yang diakuinya sebagai hadiah dari istri Sultan Hamengkubuwono X.

“Artinya simbol-simbol mungkin menjadi hilang saat mendunia, tetapi tidak berarti menjadi kurang cantik atau tidak bisa dipakai. Inilah justru mengapa saya menyukai fesyen, karena kemampuannya untuk menemukan sesuatu yang baru dan ada cerita di setiap koleksi,” tambahnya.

Selain I.K.Y.K, desainer Indonesia lainnya, Peggy Hartanto asal Surabaya juga ikut memamerkan koleksi busananya di Melbourne Fashion Festival.

Koleksi yang diberi nama ‘Pierrot’ ini mengedepankan gaun-gaun berpotongan unik dan modern dengan didominasi warna hitam, merah, putih, cokelat, dan hijau.

Tonton pagelaran Melbourne Fashion Festival 2017 lewat video berikut ini.