ABC

Banyak yang Pilih Pulang, Pengiriman Barang dari Australia ke Indonesia Naik

Beberapa penyedia layanan kargo di Melbourne mengaku telah mendapat lonjakan permintaan pengiriman barang dari pelajar dan pemegang visa sementara yang ‘back for good’ di tengah pandemi. Tapi di Perth kondisinya berbeda.

  • Terjadi peningkatan pengiriman barang dari Melbourne ke Indonesia
  • Beberapa warga lebih memilih pengiriman lewat udara karena lebih cepat
  • Di Perth tidak tampak terjadi peningkatan yang signifikan karena jumlah mahasiswa Indonesia yang lebih sedikit

Setelah empat tahun menetap di Australia tanpa pernah pulang ke Indonesia, Pramesti P. Paramita dan keluarganya akhirnya harus mengucap salam perpisahan dengan negara tersebut.

Tanggal 29 Juli lalu, peraih beasiswa ‘Australia Awards’ dan tamatan S3 Pendidikan di Monash University, Melbourne ini terbang ke Surabaya bersama suami dan ketiga anaknya.

Sementara, barang-barang mereka dikirimkan dengan jasa pengiriman kargo laut dan udara setelah mempertimbangkan waktu penerimaan dan harga pengiriman.

Barang Pramesti
Setelah mempertimbangkan harga dan waktu pengiriman, Pramesti memutuskan untuk mengirim barang dengan jalur udara dan laut.

Supplied

Untuk pengiriman jalur laut, ia memilih barang yang “tidak perlu dipakai dalam waktu dekat dan lebih besar tapi juga tidak tahan banting”.

Sementara, untuk pengiriman jalur udara, Pramesti memilih barang yang “butuh sampai dengan cepat dan berharga lebih tinggi”, seperti makanan, vitamin, dan mainan anaknya yang masih baru.

“Pengiriman barang lewat laut jauh lebih murah tapi memakan waktu lebih lama, sehingga risiko rusak di jalan lebih besar,” kata Pramesti yang tinggal di Surabaya.

Pengiriman barang meningkat di tengah pandemi

Banyak mahasiswa asal Indonesia terpaksa harus kembali lebih awal dari seharusnya seperti disaksikan Indria Widjaya, pemilik layanan kargo Alltrans Indo Cargo di Melbourne.

Menurutnya, pelajar ini mengikuti anjuran orangtua mereka untuk pulang melihat semakin berkurangnya frekuensi penerbangan dengan ditutupnya perbatasan negara Australia.

Cargo
Beberapa perusahaan kargo di Australia menerima lebih banyak permintaan di tengah pandemi.

Ilustrasi: Unsplash

Kepada ABC Indonesia, ia mengatakan jumlah pengiriman barang menggunakan layanan kargonya di tengah pandemi telah meningkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Peningkatan tersebut terutama datang dari pelajar dan pemegang visa ‘Temporary Resident’ (TR) yang merupakan mayoritas pengguna jasa kargo jalur udara dan laut yang berdiri di tahun 2004 itu.

Barulah beberapa bulan kemudian, Indria mulai menerima banyak permintaan pengiriman barang dari para pelajar yang sudah berada di Indonesia.

Ia mengatakan pandemi juga telah mendorong warga Indonesia yang “masih menata rencana mereka”, yaitu baru mendapatkan TR dan baru mulai mencari kerja, untuk pulang.

“Mereka pada akhirnya memutuskan untuk pulang karena pertimbangan biaya hidup yang sudah pasti mahal tapi prospek masa depan kabur dan tidak jelas kalau menunggu sampai pandemi berakhir.”

Walau kuantitas pengiriman barang meningkat, Indria tidak melihat adanya pergeseran periode ‘high and low season’ yang signifikan antara sebelum dan sesudah pandemi.

Barang Kargoroo
Peningkatan permintaan pengiriman barang yang signifikan dialami beberapa layanan kargo di Melbourne, namun tidak di Perth.

Supplied

Memilih yang lebih mahal namun lebih cepat sampai

Muhammad Zulfikar Biruni, yang pulang ke Indonesia di hari yang sama dengan Pramesti mengaku mengirimkan barang-barangnya lewat jalur udara, meski harganya lebih mahal dari jalur laut.

“Harganya mengikuti tarif kargo maskapai. Kita tahu sendiri kan, saat ini hanya Garuda, misalnya, yang terbang dari Melbourne ke Indonesia,” kata Zulfikar kepada Hellena Souisa dari ABC Indonesia.

Zulfikar
Meski harganya lebih mahal, Zulfikar memilih untuk mengirim barang dengan pesawat agar sampai lebih cepat di Indonesia.

Supplied

Dengan mengeluarkan biaya sekitar AU$900 (Rp9,3 juta), Zulfikar mengirimkan 9 kardus dengan berat per kardus rata-rata 20 kilogram.

Biaya tambahan sebesar AU$30 (Rp300 ribu) ia keluarkan untuk mendapatkan surat keterangan dari KJRI Melbourne yang menurutnya sangat membantu kelancaran pengiriman barang dari Melbourne.

“Pada dasarnya [surat keterangan] itu untuk menguatkan pihak bea cukai bahwa saya adalah mahasiswa di Melbourne dan ini semua adalah barang-barang yang sudah dipakai, bukan barang jualan,” tambahnya.

Meski harus membayar lebih, lulusan S2 Kesehatan Publik di University of Melbourne ini merasa puas dengan pilihan layanan kargonya karena menerima semua kardusnya dua hari setelah ia mendarat.

Kebiasaan baru pelanggan kargo di Perth karena pandemi

Jika di Melbourne terlihat adanya peningkatkan permintaan pengiriman barang ke Indonesia, hal ini tidak terlalu dirasakan di kota Perth, Australia Barat.

Seperti yang diceritkan Titisari, akrab disapa Tisa, yang sudah menjalankan bisnis kargo bernama Kargoroo bersama suaminya, Ahmad Makintha Brany di Perth sejak tahun 2015.

Menurutnya, jumlah pelajar Indonesia yang berbeda di kedua negara bagian tersebut menjadi salah satu faktor.

Departemen Pendidikan, Keterampilan, dan Pekerjaan Australia memberikan perbandingan jumlah pelajar Indonesia di Victoria dan Australia Barat kepada ABC Indonesia.

“Di tahun 2020, tepatnya hingga bulan Agustus, jumlah pelajar Indonesia yang terdaftar di Victoria adalah 6.490 orang, [sementara] di Australia Barat adalah 1.004 orang,” bunyi pernyataan departemen tersebut.

Tisa
Karena pandemi, Tisa (kanan) mengatakan pelanggannya saat ini lebih suka mengirim barang melalui jalur laut karena harganya yang lebih murah.

Supplied

Kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia, Tisa mengatakan mendengar jika banyak pelajar yang beasiswanya dihentikan akibat pandemi COVID-19.

Namun Tisa mengatakan jika pandemi telah mengalihkan kebiasaan pelanggan Kargoroo yang tadinya lebih menyukai pengiriman dengan udara.

“Karena pandemi berpengaruh sekali dengan harga tiket, terutama harga ‘air freight’ [pengiriman udara]. Menyadari itu, [di masa] pandemi ini yang populer jadinya ‘sea freight’.”

Menurutnya pengiriman jalur laut lebih murah akibat waktu penerimaan barang yang lebih lama, yaitu dua hingga tiga minggu.

“Kalau ‘air freight’ dalam seminggu sudah bisa sampai, kalau ‘sea freight’ dua-tiga minggu baru sampai,” ujarnya yang sudah tinggal di Australia selama delapan tahun tersebut.

Ikuti berita seputar komunitas Indonesia di Australia dan pandemi di ABC Indonesia.