ABC

Australia Tetap Terbuka Bagi Petani Kulit Putih Afsel

Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull menyatakan pihaknya telah menyampaikan kekhawatiran mereka mengenai kekerasan di Afrika Selatan kepada pemerintah negara itu.

PM Turnbull menyampaikan hal itu menanggapi ketegangan diplomatik Australia dengan Afsel terkait apa yang dialami para petani kulit putih di sana.

Beberapa waktu lalu, Mendagri Australia Peter Dutton memicu kemarahan di Pretoria karena pernyataannya. Dia mengatakan para petani kulit putih menjadi sasaran di Afsel. Karena itu, katanya, Australia mungkin menawarkan visa pengungsi bagi petani kulit putih yang menurutnya mengalami kekerasan dan penganiayaan.

Hari ini (4/4/2018) PM Turnbull menegaskan bahwa visa kemanusiaan Australia terbuka bagi orang Afsel yang ketakutan terhadap penganiayaan. Namun dia membantah adanya kategori khusus yang diperlukan.

“Ini tidak diskriminatif dan merupakan program yang baik. Orang di Afsel yang merasa dianiaya tentunya dapat mengajukan permohonan. Tak ada pertanyaan tentang hal itu,” kata PM Turnbull kepada Radio ABC.

Dia mengatakan masalah kekerasan di Afsel disampaikan oleh komunitas Afsel di Australia.

“Kami jelas menyampaikan kekhawatiran itu dengan Pemerintah Afsel,” katanya.

“Pendapat mereka bahwa mereka menegakkan hukum dan ketertiban di Afsel. Namun jelas kami menyampaikan keprihatinan secara konsuler seperti yang kami lakukan di banyak negara lain,” katanya.

Kemarin, Pemerintah Afsel menyatakan adanya surat dari Menlu Australia Julie Bishop yang membantah pernyataan Mendagri Dutton.

Tapi Menlu Bishop mengatakan surat itu hanya penegasan bahwa program visa kemanusiaan Australia tidak diskriminatif.

Sementara Dutton bersikeras bahwa surat Menlu Bishop itu tidak bertentangan dengan pernyataannya.

“Ini mengukuhkan posisi kami. Saya tidak yakin bagaimana bisa ditafsirkan seperti yang ditafsirkan Menteri Afsel,” kata Dutton kepada Sky News.

Dia juga menyatakan Menteri Hubungan dan Kerjasama Internasional Afsel Lindiwe Sisulu mungkin membuat pernyataan demi menenangkan audiens politik domestik.

“Saya tidak tahu masalah domestik apa yang dimainkan dalam perpolitikan di Afsel yang menyebabkan keluarnya komentar ini. Namun itu tidak didasarkan pada pernyataan faktual dari siapa pun di Pemerintah Australia,” kata Dutton.

Tak berbicara atas nama pemerintah

Juru Bicara Departemen Hubungan dan Kerjasama Internasional Afsel, Ndivhuwo Mabaya, menyatakan Australia telah mengirimkan sinyal jelas bahwa Dutton tidak berbicara atas nama Pemerintah Australia.

“Menlu telah menyurat kepada kami menyatakan kebijakan imigrasi (Australia) didasarkan pada kebijakan imigrasi (Australia) – bukan pada apa yang dikatakan seorang anggota kabinet,” kata Mabaya kepada ABC News.

“Surat itu mengatakan hubungan kami sangat kuat, dan Afsel tahu kebijakan imigrasi kami, dan bahwa hal lain yang bukan kebijakan imigrasi kami tidak harus dipertimbangkan,” jelasnya.

“Kami sangat senang dengan hal itu,” ujarnya.

Mabaya mengatakan Dubes Australia untuk Afsel Adam McCarthy, juga menunjukkan komentar Dutton tidak mewakili posisi Australia soal imigrasi, dan “oleh karena itu kita tidak harus menganggapnya (serius)”.

Isu tentang kekerasan terhadap petani di Afsel sangat peka secara rasial dan sensitif. Para petani kulit putih memiliki banyak lahan pertanian dan Pemerintah Afsel telah menyatakan rencananya mengambil tanah pertanian dan mendistribusikannya kembali.

Membantu mereka yang membutuhkan

Dutton mengatakan pihaknya sekarang mempelajari kasus yang “cukup eksplisit” dari petani Afsel yang menjadi korban kekerasan.

“Lihatlah detail dari beberapa kasus yang masuk, tidak diragukan lagi adanya keadaan yang sangat sulit,” katanya.

“Orang-orang dibunuh, diserang di properti mereka sendiri. Semua itu didokumentasikan dengan baik,” katanya.

“Saya ingin memastikan kami bisa membantu mereka yang membutuhkan,” tambah Dutton.

“Saya yakin kita bisa melihat sejumlah kasus itu, dan menentukan apakah atau tidak yang memenuhi kriteria kami. Jika demikian, kami akan menawarkan tempat kepada mereka yang dalam keadaan seperti itu,” paparnya.

Mabaya mengakui sejumlah petani kulit putih menghadapi kekerasan. Namun dia membantah para petani tersebut menjadi sasaran karena ras mereka, atau bahwa mereka menghadapi penganiayaan politik.

Salah satu petani Afsel Nicci Simpson kepada Radio National ABC mengatakan akan mendorong generasi muda kulit putih Afsel untuk mempertimbangkan tawaran Australia.

“Untuk keselamatan mereka sendiri serta keselamatan dan masa depan anak-anak mereka,” katanya.

“Jika kesempatan itu ada bagi anak-anak muda untuk menerima tawaran ini. Kerugian kami tetapi tentu saja keuntungan bagi Anda,” ujarnya.

Simpson mengatakan dia sendiri telah diserang tahun lalu di pertaniannya. Dia juga menyebut bahwa peternak sapi di dekat pertaniannya telah dibunuh.

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.