ABC

Australia Temukan Cokelat Ratu Inggris Berusia Ratusan Tahun Tapi Masih Utuh

Para konservator di Perpustakaan Nasional Australia telah menemukan salah satu kotak cokelat tertua di dunia, yang berasal dari 120 tahun yang lalu saat Perang Boer.

Kaleng suvenir berisi cokelat itu ditemukan di bagian bawah kotak berisi kertas-kertas milik penyair Australia Andrew Barton “Banjo” Paterson.

Hebatnya, cokelat tersebut tidak rusak setelah lebih dari satu abad, tetapi juga masih terlihat hampir cukup baik untuk dimakan.

Enam batang cokelat tersebut dikemas dalam jerami dan kertas alumunium.

Penemuan itu mengejutkan staf di laboratorium konservasi Perpustakaan Nasional Australia, yang tidak mengira akan menemukan cokelat milik Banjo yang tersembunyi di antara puisi, buku harian, dan kliping koran yang berharga dalam karir hidupnya.

A letter from Buckingham Palace to Cadbury.
Istana Buckingham memesan cokelat yang dibayar dari kocek pribadi Ratu Victoria.

Supplied

“[Itu] ternyata sebuah kaleng coklat tua milik Banjo, dengan coklat yang masih terbungkus di dalam kotak.”

Cokelat untuk Ratu Inggris

Tidak ada penjelasan yang ditemukan tentang mengapa Banjo Paterson menyimpan cokelat itu atau mengapa dia tidak memakannya.

Tetapi beberapa penelitian menemukan jawaban tentang kaleng cokelat itu.

Kaleng tersebut dipesan oleh Ratu Victoria sendiri, untuk menghibur pasukan yang bertempur di Perang Boer.

Kaleng itu dihiasi dengan lambang kerajaan Inggris, bertuliskan kalimat “Afrika Selatan, 1900” dan “Saya mengucapkan selamat Tahun Baru, Victoria RI.”

Meskipun ditujukan untuk pasukan, kaleng cokelat peringatan pergantian abad itu menjadi barang yang populer diperjualbelikan, seperti yang ditulis oleh tentara Kanada, Prajurit C Jackson pada bulan Desember 1899.

“Saya baru saja menerima sekotak coklat, hadiah dari Yang Mulia untuk tentara Afrika Selatan … banyak permintaan untuk mendapatkan kaleng seperti itu dari para perwira dan semua orang, sebagai kenang-kenangan,” tulisnya.

“Sebenarnya ada orang yang menawar lima pound untuk membeli kaleng milik saya dan di Cape Town kaleng ini laku dijual 10 pound.”

A rusted tin with an image of Queen Victoria.
Cokelat dikirim dalam kemasan kaleng yang ditandai dengan rupa Ratu Victoria.

ABC News: Craig Allen

Banjo Paterson dikirim ke Afrika Selatan pada bulan Oktober 1899 untuk meliput perang untuk harian Sydney Morning Herald dan the Age, kembali ke Australia hampir setahun kemudian.

Ada spekulasi jika Paterson membeli kaleng cokelat dari pasukan yang bertugas dan seperti banyak tentara lainnya, ia mengirimnya ke Australia.

Perusahaan cokelat sempat berselisih dengan Ratu Victoria

Ada kisah lain di balik kisah cokelat Banjo Paterson yang mengandung kontroversi.

Black-and-white photograph of Banjo Paterson.
Cokelat tersebut ditemukan di antara barang-barang peninggalan milik Banjo Paterson.

Supplied

Perusahaan Cadbury di Inggris mengatakan kepada ABC jika permintaan awal tahun 1899 dari Istana Buckingham adalah untuk membuat “70.000 sampai 80.000 pon kaleng coklat… yang dibayar dari uang pribadi [Ratu Victoria]” untuk pasukan di Afrika Selatan.

Menurut memo internal dari Cadbury Brothers, “kakao harus dibuat menjadi pasta dan dipermanis agar siap digunakan dalam kondisi kehidupan kamp dan siap pakai, juga kaleng harus dibuat dan didekorasi secara khusus.”

Tetapi pemilik Cadbury adalah pecinta damai dan pada awalnya tidak ingin berurusan, apalagi memasok produk mereka untuk perang Boer.

Pesanan tersebut kemudian diubah dari kaleng kakao menjadi blok cokelat dan Cadbury pada awalnya menolak untuk mencantumkan namanya di kaleng atau cokelat di dalamnya.

Akhirnya Istana memenangkan tarik ulur diplomatik dengan Cadbury, karena Ratu bersikeras jika pasukannya tahu bahwa itu adalah cokelat Inggris yang “berkualitas baik”.

Dan kualitasnya tampaknya terbukti cukup baik untuk bisa bertahan lebih dari satu abad dengan hanya mengalami sedikit kerusakan.

Konservasi dari penggalangan dana publik

Kaleng coklat dan kliping koran dari masa Banjo Paterson sebagai koresponden perang, dipegang sendiri oleh Banjo sampai kematiannya pada tahun 1941, kemudian diturunkan dari generasi ke generasi sebelum diakuisisi oleh National Library of Australia tahun lalu.

Sekarang Perpustakaan Nasional Australia ini telah memulai upaya untuk melestarikan dan mendigitalkan koleksi Banjo supaya bisa dibagikan kepada dunia.

Berkat daya tarik “The Banjo”, pembiayaan untuk proyek tersebut datang melalui penggalangan dana publik.

Marie-Louise Ayres with a restored photograph.
Direktur Jenderal NLA Marie-Louise Ayres mengatakan proyek itu didanai oleh penggalangan dana publik.

ABC News: Nick Haggarty

Direktur Jenderal NLA Marie-Louise Ayres mengatakan, perpustakaan dengan mudah mengumpulkan A$150.000, atau lebih dari Rp1.5 miliar untuk katalog dan pelestarian koleksi milik Banjo.

“Setiap tahun kami meminta setiap anggota masyarakat apakah mereka ingin berkontribusi pada sebuah proyek,” kata Dr Ayres.

“Makalah Banjo Paterson adalah koleksi ikonik, kami yakin ketika kami pergi ke publik dan meminta bantuan, mereka akan memberikannya dan mereka sudah melakukannya.”

Harta karun lain yang dilestarikan dari koleksi Banjo Paterson termasuk versi awal “Waltzing Matilda” dan potret gelatin perak besar yang kemudian direproduksi pada uang kertas Australia pecahan $10.

Sayangnya, foto itu robek dan rusak karena air di rumah keluargaBanjo dan tentu saja kondisinya lebih buruk daripada cokelat Banjo.

Koleksi Banjo Paterson akan tersedia untuk dilihat secara online setelah proyek selesai.

Untuk saat ini, cokelat akan disimpan di Perpustakaan Nasional Australia, tersimpan dengan aman di tempat yang sejuk dan kering.