ABC

Australia Rugi Rp1 Triliun Perhari Jika Pekerja Kapal Penarik Mogok

Menurut perusahaan BHP Billiton,mogok yang kemungkinan dilakukan oleh pekerja kapal penarik di pelabuhan Port Hedland, Australia Barat, bisa merugikan perusahaan penghasil bijih besi sebesar 100 juta dollar (Rp 1 triliun) perharinya.

Pelabuhan Port Hedland adalah pelabuhan ekspor dalam jumlah besar paling besar di dunia.

Sejumlah pekerja pelabuhan yang merupakan anggota Serikat Maritim (Maritime Union) memutuskan setuju untuk mengambil aksi industrial terlindung selama seminggu di pelabuhan itu, bila tidak mencapai persetujuan dalam negosiasi mengenai persetujuan tawar-menawar perusahaan.

Dua serikat maritim lain, yaitu serikat para pekerja teknis kelautan dan petugas kelautan, juga mempertimbangkan akan melakukan aksi mogok.

Menurut BHP, mogok itu bisa mengakibatkan negara merugi karena kehilangan royalti dan pendapatan dari pajak.

"Kami memperkirakan bahwa para penyedia barang yang mengirim barang dari Port Hedland akan mengalami kerugian sekitar 100 juta dollar per hari nya," bunyi pernyataan resmi BHP.

Ditambahkan, "Banyak kehilangan royalti dan pendapatan pajak yang akan dialami pemerintah. Perusahaan-perusahaan pertambangan seperti BHP Billiton tak sanggup mengganti ini, dan pemerintah tak akan dapat mendapatkan kembali royalti dan pajak yang hilang itu."

CEO perusahaan Fortescue Metals, Nev Power, menyatakan bahwa ekspor bijih besi melalui Port Hedland amatlah penting bagi perusahaannya, industri pertambangan, dan ekonomi negara.

Menurut BHP, proses konsiliasi masih berlanjut melalui Komisi Keadilan Kerja. Ia berharap serikat dan pekerja bisa mencapai titik temu.

Will Tracey dari Maritime Union berkata bahwa aksi industrial adalah pilihan terakhir. Para pekerja berharap bisa mencapai titik temu tanpa harus mogok.

Isu yang paling utama adalah cuti, ucapnya. Para pekerja kapal penarik bekerja selama empat minggu tanpa libur, kemudian libur selama empat minggu. Mereka tak mendapat cuti tahunan.

"Kami meminta cuti empat minggu dalam setahun," ucap Tracey, "Kami rasa ini sangat wajar. Karena anggota kami bekerja 12 jam sehari, selama 28 hari, dalam kondisi yang amat berat."