ABC

Australia Diminta Ikuti Langkah AS dan China Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Kesepakatan China dan Amerika Serikat (AS) dalam mencapai target ambisius untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pada tahun 2030, telah memicu seruan bagi Australia agar mengikuti langkah kedua negara ini.

Presiden AS, Barack Obama, bertemu Presiden China, Xi Jinping, di Beijing, dan lantas mengumumkan kesepakatan bersama pengurangan emisi gas rumah kaca.

China sepakat untuk mengurangi dan kemudian menghentikan produksi emisi pada tahun 2030 sementara AS mengatakan pihaknya akan mengurangi produksi emisi hingga sebesar 28% pada tahun 2025.

China sepakat untuk mengurangi dan kemudian menghentikan produksi emisinya pada tahun 2030 sementara AS mengatakan negaranya akan mengurangi emisi hingga 28% pada tahun 2025. (Foto: AAP, Julian Smith)

Sementara Australia berkomitmen untuk mengurangi 5% emisi pada tahun 2020.

Pakar lingkungan dari Institut Iklim, Erwin Jackson, mengatakan, kesepakatan itu menunjukkan betapa kebijakan domestik Australia tertinggal jauh dalam urusan perubahan iklim.

“Kita sudah terobsesi dengan target 2020, ketika realitanya dunia tengah berpikir jauh di atas itu,” ujarnya.

Profesor Matthew England dari Pusat Penelitian Perubahan Iklim di Universitas New South Wales menyebut, perekonomian Australia akan menderita kecuali sebuah rencana baru untuk pengurangan emisi yang lebih signifikan, dikembangkan.

“Kita tak bisa bergantung pada bahan bakar yang bersumber dari fosil saja karena tingkat emisi gas rumah kacanya. Kita perlu bergerak ke sumber energi terbarukan,” jelasnya.

Ia menerangkan, “Tapi kita harus mencatat bahwa ekonomi seperti China mulai mengurangi penggunaan batubara…kita harus terus menekankan perlunya untuk mengurangi emisi.”

Australia perlu mengambil langkah nyata

Pemimpin Oposisi Australia, Bill Shorten, mengatakan, ini adalah saat yang tepat bagi Australia untuk menyesuaikan dengan upaya yang dilakukan mitra dagang utamanya.

“Pemerintah Australia perlu mengikuti langkah dunia, perlu untuk mendengar kebanyakan warga Australia dan mengambil langkah nyata dalam isu perubahan iklim, bukannya kebijakan skeptisme iklim yang mereka pertahankan,” kemuka Bill.

Ia menyambung, “Kita sekarang menjadi tak relevan dalam perdebatan ekonomi masa kini. Setelah pertemuan G20 pekan ini, Australia akan terus menyandang gelar memalukan sebagai satu-satunya negara yang terbelakang dalam kebijakan perubahan iklim.”

Mantan Perdana Menteri Australia, Paul Keating, menyambut kesepakatan AS dan China, seraya menyebut kebijakan Australia saat ini sebagai ‘omong kosong besar’.

“Saya pikir hal yang sangat diinginkan untuk melihat agenda baru dan berkembang di mana China bergabung dengan negara-negara besar seperti AS dalam isu-isu global, apakah itu non-proliferasi nuklir, kebijakan laut atau atmosfer global," utaranya.

Ia lantas menyambung, “Dan itu menunjukkan kebijakan omong kosong besar macam apa yang sedang diterapkan Pemerintah Australia.”

Menteri Lingkungan Australia, Greg Hunt, mengatakan, Pemerintah akan menerbitkan usulan pengurangan emisi pasca-2020 bila waktunya sudah tepat.

“Ini adalah fondasi bagi perjanjian global yang baik, dan kami ingin sebuah kesepakatan global yang baik, yang mencakup semua penghasil utama emisi," katanya.

"Kami selalu mengatakan bahwa ini adalah sesuatu yang akan kita pertimbangkan pada paruh pertama tahun depan setelah konferensi Lima,” tambahnya.

Menteri Keuangan Australia, Joe Hockey, mengatakan, Australia akan menentukan target baru sebelum konferensi di Paris, tahun depan.

“Kami pastinya akan mengumumkan posisi kebijakan sebelum pertemuan Paris dimulai,” sebutnya.