ABC

Australia Diminta Hati-Hati Merespon Kebijakan Pertahanan China yang Baru

Seorang analis terkemuka di China memperingatkan Australia untuk berhati-hati dalam menanggapi strategi pertahanan baru di Beijing, yang mencakup perluasan kekuatan militer yang jauh di luar perbatasan.

Dalam garis besar kebijakan pertahanan yang baru dirilis, negara Komunis itu bersumpah untuk meningkatkan "perlindungan laut lepas", beralih dari hanya pertahanan udara menjadi menyerang dan bertahan.

Juru bicara Kementerian Pertahanan China, Yang Yujun, mengatakan, keputusan untuk meningkatkan kemampuan angkatan laut China itu dalam rangka menanggapi berbagai kompleksitas ‘ancaman keamanan serta meningkatkan tantangan eksternal’.

Juru bicara Kementerian Pertahanan China, Yang Yujun, mengatakan, negaranya menghadapi serangkaian ancaman keamanan termasuk sengketa di Laut Cina Selatan. (Foto: Reuters, Kim Kyung-Hoo)
Juru bicara Kementerian Pertahanan China, Yang Yujun, mengatakan, negaranya menghadapi serangkaian ancaman keamanan termasuk sengketa di Laut Cina Selatan. (Foto: Reuters, Kim Kyung-Hoo)

Sikap tegas Beijing telah memicu ketegangan yang meninggi di wilayah tersebut.

Filipina, Vietnam, Malaysia dan Brunei merupakan negara-negara lain yang mengklaim memiliki kontrol teritorial atas pulau-pulau di Laut Cina Selatan.

Sengketa maritim ini telah menjadi sumber ketegangan konstan dengan Beijing.

Hugh White, Profesor Studi Strategis di Universitas Nasional Australia ANU), mengatakan, China telah mengirimkan pesan yang jelas kepada Amerika Serikat dan Australia bahwa kebijakan pertahanan mereka jauh melampaui urusan teritorial.

"Apa yang kita lihat di garis kebijakan tersebut merupakan langkah lanjutan terhadap meningkatnya persaingan strategis antara Amerika Serikat dan China," sebutnya.

Ia menerangkan, "Untuk waktu yang lama, pemerintah Australia telah mencoba untuk memberitahu pemilih atau setidaknya mencoba untuk menenangkan diri mereka sendiri bahwa persaingan strategis antara AS dan Cina tak benar-benar meningkat.”

"Mereka sangat enggan untuk menghadapi tantangan kebijakan Australia jika mitra dagang terbesar kami dan sekutu terbesar kami menjadi saingan strategis,” utaranya.

Perebutan kekuatan AS-China

Beijing mengkritik Washington pekan lalu setelah pesawat mata-mata AS terbang di atas daerah dekat pulau-pulau yang disengketakan.

Kedua belah pihak saling menuduh bahwa pihak lawan memicu ketidakstabilan.

Profesor Hugh mengatakan, pertempuran kekuatan sedang dimainkan di panggung dunia dan prospek perang sungguh nyata.

"Ada resiko nyata dari konflik militer antara China dan AS yang bisa meningkat dengan mudah menjadi perang. Sekalinya itu terjadi, bahayanya memang sangat besar. Bahaya sangat besar bagi seluruh kawasan termasuk Australia,” terangnya.

Ia lantas berujar, "Dan saya pikir, hal yang sangat penting bagi Australia adalah untuk melakukan apapun yang bisa dilakukan untuk membantu mengurangi persaingan yang meningkat dan mengurangi resiko yang berujung konflik."

Tapi Adrian Hearn, yang memiliki spesialisasi dalam Studi Asia-Pasifik di Universitas Melbourne, mengatakan, ia tak percaya bahwa Australia, Amerika Serikat dan China akan membiarkan ketegangan ini menghasilkan konfrontasi militer.

"Para pembuat keputusan cukup cerdas bahwa mereka tak akan tergesa-gesa ke medan perang. Saya tak berpikir pada akhirnya kita akan melihat konfrontasi langsung dalam waktu dekat,” sambungnya.