Australia Didorong Berinvestasi Dalam Mata Rantai Pasokan Makanan di Asia
Sangat sulit bagi hasil produksi pertanian dan peternakan Australia seperti mangga, buah ceri dan domba untuk didistribusikan dengan aman ke kota-kota yang tersebar ribuan kilometer di seluruh penjuru Asia.
Jika suhu tidak dikendalikan dengan tepat, konsumen tentunya tidak akan percaya tanggal kadaluwarsa produk makanan tersebut, takut sakit karena makanan itu tidak lagi segar.
Karena itu Profesor Alice Woodhead, seorang analis sistem pangan mengatakan, perusahaan Australia perlu berada di Asia dan berinvestasi dalam sektor transportasi berpendingin, jika ingin perdagangan di sektor ini tidak gagal.
Berbeda dengan sistem distribusi yang canggih di Australia, dimana logistik cold storage besar mendistribusikan bahan makanan dari lahan pertanian langsung ke pasar secara nasional, negara-negara di Asia tidaklah demikian.
“Produk itu masuk ke sistem pendingin di Asia dan mungkin diangkut sejauh ribuan kilometer oleh truk dengan pengaturan suhu yang buruk,” kata Prof. Woodhead dari University of Southern Queensland.
“Sopir itu mungkin berhenti, mematikan mesin dan pendinginnya, dan untuk makanan beku, hanya ada satu atau dua derajat dimana Anda harus menjaga kualitas makanan tersebut,” jelasnya.
Dia mencontohkan di Vietnam. Di negara tersebut, katanya, tanggal kadaluwarsa bahan makanan beku kurang dipercaya.
Kurangnya cold storage ini disebut-sebut sebagai penyebab gagalnya kontrak pasokan daging sapi ke China, misalnya.
Sebelumnya, setidaknya ada satu perusahaan Australia yang menanamkan modal ke sektor logistik di Asia Tenggara dan China dalam 20 tahun terakhir.
Yang terbaru, perusahaan bernama Linfox pada 12 bulan lalu berhasil mendapatkan kontrak pembuatan tempat pendinginan dan pusat distribusi besar untuk restoran Yum, yang mengoperasikan jaringan makanan cepat saji di Thailand.
“Linfox adalah investor utama di kawasan ini. Mereka membawa makanan supermaket Tesco’s British dan mengamankan jalur tersebut,” kata Prof. Woodhead.
“Tantangannya, mereka harus membuat sub-kontrak dan harus mengembangkan keterampilan tersebut,” tambahnya.
“Jadi jika Anda seorang pengusaha atau perusahaan kecil menengah yang ingin konsinyasi ternak dan menciptakan aneka produk sendiri, maka Anda harus mencari penyedia jasa logistik untuk membantu,” jelasnya.
Jaringan mata rantai bahan makanan di Asia umumnya digerakkan oleh banyak pengusaha truk kecil-kecilan.
Sebagai contoh, pasar di Bangkok misalnya memiliki 25.000 pergerakan truk setiap hari dalam seminggu, yang memasok buah dan sayuran ke Myanmar, Laos, Kamboja dan Vietnam.
Dengan pertumbuhan penduduk di Asia, setengah populasi diperkirakan tinggal di perkotaan pada 2030, sibuk dengan pekerjaan mereka dan mengandalkan makanan takeaway.
Prof. Woodhead mengatakan jika Australia ingin menjadi bagian dari hal tersebut, maka negara ini perlu berinvestasi dalam sektor suplai bahan makanan ini.
“Mereka memandang makanan kita aman dan siap membayar mahal selama dijamin aman. Itu bukan masalah dengan makanan kering, tapi merupakan masalah bagi makanan beku,” tuturnya.
Diterbitkan Pukul 15:00 AEST 14 Desember 2016 oleh Farid M. Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris.