ABC

Australia Batalkan Perubahan UU Diskriminasi Rasial

Pemerintah Australia membatalkan amandemen UU diskriminasi rasial yang kontroversial demi melindungi "persatuan" nasional, dan mengambil langkah untuk memperkeras UU keamanan guna menangani terorisme yang muncul di dalam negeri.

Perdana Menteri Tony Abbott, didampingi oleh Jaksa Agung George Brandis dan Menteri Luar Negeri Julie Bishop, mengumumkan langkah itu pada konferensi pers di Gedung Parlemen di Canberra.

Abbott mengatakan, ia membatalkan draft undang-undang yang diajukan Senator Brandis, yang sedianya akan mencabut beberapa bagian penting dari Racial Discrimination Act yang menyatakan "melukai perasaan orang lain" sebagai ilegal.

Perdana Menteri Abbott mengatakan, sebagai pimpinan ia mengambil keputusan untuk membatalkannya, karena draft amandemen itu menimbulkan "komplikasi" dalam hubungan pemerintah dengan komunitas Muslim Australia.

"Dalam hal kontraterorisme, semua orang perlu menjadi bagian dari Team Australia. Usul pemerintah untuk mengubah pasal 18C dari Racial Discrimination Act telah menjadi komplikasi dalam hal ini," kata PM Abbott.

"Saya tidak ingin melakukan sesuatu yang mengancam persatuan nasional, maka usul perubahan itu sekarang dibatalkan."

Senator Brandis kini akan melaksanakan rencana pemerintah untuk memberi badan-badan keamanan dana dan wewenang hukum yang diperlukan untuk merespon perubahan teknologi dan ancaman yang muncul.

Badan-badan keamanan, termasuk Kepolisian Federal Australia, ASIO, ASIS dan Pabean dan Perlindungan Perbatasan akan mendapat tambahan dana 630 juta dolar selama empat tahun mendatang untuk memperkuat operasi mereka.

Pemerintah mengatakan, sekitar 160 warganegara Australia saat ini ikut bertempur atau membantu kelompok teroris di Timur Tengah.

Pejabat-pejabat intelijen mengatakan kepada ABC, pemerintah sudah diberitahu bahwa ancaman dari terorisme kelompok yang mengatasnamakan Islam akan meningkat dalam lima tahun mendatang, karena kian banyak yang aktif di lebih banyak negara.

Namun dampaknya belum terasa pada tingkat ancaman negara di Australia.

Abbott mengatakan, langkah baru itu akan "mempermudah untuk mengidentifikasi, mengenakan dakwaan dan mengadili orang-orang yang terlibat kegiatan terorisme di luar negeri."

"Misalnya, pergi ke sebuah daerah yang dinyatakan terlarang tanpa alasan yang sah dinyatakan sebagai pelanggaran," katanya.

Senator Brandis menjelaskan, pergi ke lokasi-lokasi tertentu dimana berlangsung "kegiatan teroris" – yang akan dijelaskan oleh Menlu Juli Bishop – akan merupakan pelanggaran.

Dikatakan, perjalanan ke lokasi-lokasi itu hanya akan diizinkan untuk "tujuan kemanusiaan, urusan keluarga atau tujuan yang tidak berbahaya lainnya" tapi tanggung-jawab pembuktiannya ada pada individu.

Ini akan tercakup dalam RUU Terrorism Foreign Fighter yang dijadwalkan akan diajukan pada waktu parlemen bersidang kembali bulan ini.

Pemerintah juga akan berusaha memperluas undang-undang hingga mencakup larangan 'terorisme', bukannya aksi terorisme individu, dan mendorong atau mempromosikan terorisme dinyatakan sebagai pelanggaran.

Kriteria pihak berwenang untuk mendapatkan perintah penggeledahan dan pengendalian juga akan dilonggarkan.

Senator Brandis juga akan menyusun perundang-undangan yang mungkin akan mengharuskan perusahaan telepon dan internet untuk menyimpan metadata pelanggan – informasi dasar tentang telepon seperti lokasi si penelepon.

Ini adalah paket kedua langkah keamanan yang diumumkan pemerintah.

Paket pertama, untuk meng-update dan memperkuat wewenang badan intelijen dalam negeri ASIO, diajukan ke parlemen tiga minggu lalu.