ABC

Aung San Suu Kyi Menghadapi Dua Dakwaan Baru, Protes di Myanmar Terus Berlanjut

Pemimpin Myanmar yang digulingkan Aung San Suu Kyi muncul di pengadilan ketika pada saat yang bersamaan para pendukungnya turun ke jalan di beberapa kota besar dan kecil untuk menentang tindakan keras pada hari yang paling berdarah sejak kudeta militer 1 Februari.

KP Myanmar

  • Sidang berikutnya kasus Suu Kyi dijadwalkan pada 15 Maret
  • Para menteri luar negeri ASEAN akan bertemu dan mendengar keterangan dari perwakilan junta
  • Sedikitnya 270 orang ditahan pada hari Minggu, menambah jumlah yang ditangkap sejak kudeta menjadi 1.132 orang

Menurut saksi mata, polisi menembakkan gas air mata dan granat kejut untuk membubarkan ratusan pengunjuk rasa di kota utama Yangon pada hari Senin (01/03).

Mereka kemudian menyisir sisi-sisi jalan, menembakkan peluru karet dan, menurut laporan media, melukai setidaknya satu orang.

Dalam pidato malam di televisi pemerintah, panglima militer Jenderal Senior Min Aung Hlaing mengatakan para pemimpin gerakan protes dan “penghasut” akan dihukum.

Tentara juga sedang menyelidiki penyalahgunaan keuangan oleh pemerintah sipil, katanya.

A close up of Aung San Suu Kyi's face
Aung San Suu Kyi sekarang menghadapi sembilan dakwaan, yang menurut para pendukungnya dibuat-buat.

AP: Markus Schreiber

Suu Kyi, 75, terlihat dalam keadaan sehat dalam video link kemunculannya di pengadilan di ibukota Naypyidaw, kata salah satu pengacaranya.

Dua dakwaan lagi ditambahkan ke dakwaan yang diajukan terhadapnya segera setelah kudeta.

A huge crowd uses bit of timber, tyres, construction material and signs to build a makeshift barrier to block a main road.
Para pengunjuk rasa mendirikan barikade ketika massa kembali turun ke jalan di kota-kota terbesar di negara itu untuk melanjutkan protes mereka.

AP

“Saya melihat Amay di video, dia terlihat sehat,” kata pengacara Min Min Soe, yang menggunakan panggilan sayang yang berarti “ibu” untuk merujuk pada Suu Kyi.

Peraih Nobel Perdamaian, yang memimpin Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), tidak terlihat di depan umum sejak pemerintahannya digulingkan dan penahanannya bersama dengan para pemimpin partai lainnya.

Dia awalnya dituduh mengimpor enam radio walkie-talkie secara ilegal.

Belakangan, dia mengetahui bahwa dia menghadapi dakwaan tambahan karena melanggar undang-undang bencana alam karena melanggar protokol virus corona.

Pada hari Senin, dua dakwaan lagi ditambahkan – satu dari hukum pidana era kolonial yang melarang publikasi informasi yang dapat “menyebabkan ketakutan atau kekhawatiran”, dan yang lainnya mengacu pada undang-undang telekomunikasi yang menetapkan lisensi untuk peralatan.

Sidang berikutnya akan digelar pada 15 Maret mendatang.

Para pengkritik kudeta mengatakan tuduhan itu dibuat-buat.

Delapan belas orang tewas dalam unjuk rasa paling berdarah

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer merebut kekuasaan menyusul tuduhan kecurangan dalam Pemilu November lalu yang dimenangkan secara telak oleh NLD.

Unjuk rasa harian semakin diwarnai dengan kekerasan saat polisi dan pasukan mencoba menghentikan para demonstran.

Pidato Jenderal Senior Hlaing yang dibacakan oleh seorang pembaca berita MRTV yang dikelola negara, militer akan mengambil tindakan tegas terhadap pegawai negeri yang menolak bekerja untuk junta.

Dia mengatakan militer sedang menyelidiki apa yang mereka sebut korupsi oleh pemerintah sipil, dengan tuduhan pemerintah sipil telah menyalahgunakan anggaran pencegahan COVID-19.

A large crowd of protesters carrying signs reading "we don't accept military coup" and "free out leader Aung San Suu Kyi".
Para pengunjuk rasa juga berbaris di Mandalay, meskipun pasukan keamanan telah menewaskan sedikitnya 18 orang di seluruh negeri hanya sehari sebelumnya.

AP

“Masing-masing kementerian sedang bekerja untuk mencari tahu penyalahgunaan keuangan tersebut,” katanya, menambahkan tindakan akan diambil terhadap organisasi yang kedapatan menyimpan dana dalam mata uang.

Dia mengatakan sebuah komite yang dibentuk oleh politisi yang digulingkan dari pemerintah sipil dan yang telah mengumumkan pembentukan pemerintahan di pengasingan, adalah ilegal dan siapa pun yang terkait dengannya akan dihukum.

Komite Mewakili Pyidaungsu Hluttaw (CRPH) pada hari Senin menyatakan junta militer sebagai kelompok teroris dan menyebut kekerasan terhadap pengunjuk rasa sebagai “deklarasi perang terhadap warga sipil tak bersenjata”.

Pada hari Minggu, polisi menembaki kerumunan orang di beberapa tempat, menewaskan 18 orang, kata kantor hak asasi manusia PBB.

Perwakilan Junta akan menghadiri pertemuan ASEAN

Militer belum mengomentari kekerasan hari Minggu itu.

Surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola negara memperingatkan bahwa “tindakan keras pasti akan diambil” terhadap “massa yang anarkis”.

Demonstran yang turun ke jalan pada hari Senin di kota barat laut Kale, memegang foto Suu Kyi.

Video yang disiarkan langsung di Facebook menunjukkan kerumunan meneriakkan slogan di kota Lashio di timur laut.

Polisi dan tentara kemudian menggerebek sebuah gereja di kota itu dan menahan 11 orang, kata satu kelompok gereja.

Kudeta ini menghentikan langkah tentatif Myanmar menuju demokrasi setelah hampir 50 tahun ada di bawah pemerintahan militer.

Langkah yang diambil militer Myanmar ini telah menuai kecaman dari sejumlah negara Barat, dan menjadi pusat perhatian di antara negara-negara tetangga Myanmar.

Para menteri luar negeri dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), di mana Myanmar adalah anggotanya, akan mengadakan pertemuan melalui video daring pada Selasa (02/03) hari ini untuk membahas kudeta tersebut dan mendengarkan keterangan dari perwakilan militer Myanmar, kata Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan.

Para jenderal selama bertahun-tahun mengabaikan tekanan diplomatik, sebagian karena dukungan China dan Rusia.

Junta telah menjanjikan pemilihan baru tetapi belum menetapkan tanggal.

Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik mengatakan sedikitnya 270 orang ditahan pada Minggu, membuat angka orang yang ditangkap sejak kudeta menjadi total 1.132 orang.

Artikel ini diproduksi oleh Hellena Souisa dari artikel ABC News dalam Bahasa Inggris.

Achamd Andika