Aturan Baru Bagi Jejaring Sosial Untuk Cegah Teror
Raksasa media sosial seperti Facebook dan Google akan menghadapi aturan baru, agar mereka dapat membantu agen keamanan Australia mendapatkan akses ke pesan-pesan terenkripsi dari tersangka teroris dan penjahat lainnya.
Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull mengumumkan UU tersebut hari ini (14/07/2017), setelah pemerintahannya mengungkapkan enkripsi online telah mempengaruhi 90 persen kasus-kasus yang jadi prioritas agen mata-mata Australia, ASIO.
UU tersebut akan serupa dengan aturan Investigatory Powers Act milik Inggris, yang menetapkan kewajiban pada perusahaan untuk bekerja sama dalam penyelidikan.
Jaksa Agung George Brandis mengatakan UU tersebut akan membantu penyelidikan jaringan pedofil, kejahatan terorganisir besar, dan terorisme.
Ia mengatakan “preferensi pertama” pemerintahan koalisi Australia adalah perusahaan memberikan bantuan secara sukarela, namun pemerintah tetap dapat memaksa mereka untuk bertindak jika diperlukan dan perlu.
“Secara potensial, seperti yang dilakukan Inggris dengan Investigatory Powers Act-nya, seperti juga dilakukan Selandia Baru pada tahun 2013 dengan undang-undang yang setara,” katanya.
“Apa yang dilakukan ini sesuai dengan jaman modern dari prinsip hukum yang sudah berjalan dan orang-orang, termasuk perusahaan, dapat dikenai kewajiban untuk membantu penegak hukum dalam menyelesaikan kejahatan.”
Senator Brandis mengatakan hal ini dibenarkan, seperti di Inggris.
Ia mengatakan kepala kriptografer di Inggris telah meyakinkan dirinya bahwa pendekatan baru itu layak dilakukan.
PM Turnbull mengatakan kepada saluran televisi Australia, Channel Seven, bahwa langkah tersebut akan memberikan kewajiban bagi perusahaan internet, seperti yang dikenakan pada perusahaan telepon.
“Kami tidak bisa membiarkan internet digunakan sebagai tempat teroris dan pelaku pelecehan pada anak-anak, dan orang-orang yang menjajakan pornografi anak-anak, serta pedagang obat bius bersembunyi,” katanya.
Data baru dari pemerintah Australia menunjukkan jumlah komunikasi terenkripsi yang dicegat oleh agen mata-mata ASIO telah meningkat menjadi lebih dari 55 persen pada bulan Juli tahun 2017, naik dari hanya 3 persen di tahun 2013.
Lebih dari 65 persen data yang secara sah didapatkan Kepolisian Federal Australia sekarang juga menggunakan beberapa bentuk enkripsi.
Bulan lalu, data enkripsi ini mempengaruhi sekitar 60 terorisme dan operasi kejahatan terorganisir.
Enkripsi juga terlihat pada perencanaan serangan, seperti insiden di Paris tahun 2015.
Melemahkan enskripsi bisa beresiko
Peneliti keamanan independen dan konsultan, Troy Hunt mengatakan aplikasi telepon dan layanan pesan diprogram untuk mengenkripsi komunikasi secara otomatis dan prosedurnya sangat canggih. Bahkan perusahaan raksasa teknologi itu sendiri tidak dapat memecahkan kode pesan pada platform mereka sendiri.
“Begitu Anda mulai melemahkan desain enkripsi, Anda membuat semua orang beresiko,” katanya.
Anggota palermen dari Partai Buruh, pihak oposisi pemerintah, Anthony Albanese mengatakan pihak oposisi akan mempertimbangkan secara seksama perincian undang-undang tersebut.
“Kita akan melihat setiap undang-undang dengan pendekatan yang sama dengan yang kita lakukan terhadap semuanya, yaitu dengan pendekatan akal sehat bahwa kita harus menjaga agar warga Australia tetap aman,” ujarnya kepada saluran televisi Channel Nine.
“Pemerintah memiliki tanggung jawab itu dan kita harus memiliki pendekatan bipartisan.”
Pada KTT G20, PM Turnbull menyerukan agar adanya tindakan yang dilakukan bagi teroris yang menggunakan pesan terenkripsi. Senator Brandis juga telah mengangkat isu ini pada sebuah pertemuan dengan mitra-mitra intelijen Australia di Canada, Selandia Baru, Inggris, dan Amerika Serikat, dikenal dengan sebutan Five Eyes.
Rencananya, undang-undang tersebut diperkenalkan ke parlemen sebelum akhir tahun.
Diterbitkan oleh Erwin Renaldi pada 14/07/2017 pukul 11:00 AEST. Simak beritanya dalam bahasa Inggris di sini.