ABC

Anak-anak Imigran di Australia Unggul Dalam Ejaan

Anak-anak yang tumbuh dengan bahasa selain Bahasa Inggris mengungguli murid-murid penutur asli Bahasa Inggris dalam ejaan di sejumlah negara bagian di Australia.

Demikian terungkap dalam Laporan Penilaian Sekolah Nasional (NAPLAN) 2017.

Pencapaian tingkat literasi murid SD yang menguasai bahasa selain Inggris merupakan cerita sukses yang mengejutkan dari hasil NAPLAN tahun ini.

Siswa Aborigin dan Torres Strait Islander juga menonjol dalam peningkatan kemampuan membaca dan matematika selama dekade terakhir.

Namun hasil nasional tahun ini beragam, dan Pemerintah Federal menggambarkan penurunan dalam kemampuan menulis dan membaca sebagai “peringatan”.

Ratusan anak memulai tahun pertama SD mereka di Australia dengan kemampuan berbahasa Inggris terbatas, dan dalam bahkan tidak bisa berbahasa Inggris sama sekali.

Tetapi pada Tahun Ketiga mereka telah mengungguli penutur asli Bahasa Inggris dalam hal mengeja seperti terjadi di New South Wales dan Tasmania.

Di negara bagian lain, anak-anak dengan latar belakang bahasa selain Bahasa Inggris tampil setara dengan penutur asli Bahasa Inggris.

Wilayah Fairfield, di pinggiran Sydney menjadi pertemuan beragam budaya. Sekolah Katolik setempat, Our Lady of the Rosary, menerima sekitar 90 murid tingkat taman kanak-kanak setiap tahunnya.

Bagi hampir semua anak tersebut, Bahasa Inggris merupakan bahasa kedua mereka.

Kids at Our Lady of the Rosary Catholic Primary School
Julianne Merhi bersama murid-muridnya di Our Lady of the Rosary Catholic Primary School di Sydney.

ABC News: Natasha Robinson

Namun terlepas dari tantangan, sekolah ini termasuk di antara 40 sekolah di seluruh Australia yang masuk kategori sekolah dengan prestasi terbesar dalam melek huruf dan berhitung.

Sekolah tersebut menyatakan hasil mereka di atas rata-rata negara bagian dan nasional dalam ejaan. Dan secara konsisten diraih selama lima tahun terakhir dalam ejaan untuk kelas 3, 5 dan 7.

“Kami memiliki murid yang begitu mau dan siap belajar,” kata kepala sekolah Nicholas Harsas.

“Senang melihat mereka masuk sekolah dengan Bahasa Inggris minim atau tidak ada sama sekali, dan 12 bulan kemudian pencapaian mereka sudah begitu jauh,” jelasnya.

Guru TK Julianne Merhi menyebutkan hasil ini diraih berkat instruksi eksplisit tentang fonik di tahun-tahun awal sekolah.

“Karena banyak anak-anak datang kepada kami dengan bahasa Inggris terbatas, mengembangkan huruf dan korelasi bunyi sangatlah penting,” jelas Merhi.

Murid Aborigin

Marrara Christian College teacher Liz Clarkson with Year 9 student Teagan Weason.
Liz Clarkson bersama muridnya Teagan Weason di Marrara Christian College.

ABC News: Jane Bardon

Anak-anak Aborigin dan Torres Strait Islander telah meraih kenaikan hasil NAPLAN secara signifikan selama dekade terakhir.

Pada tahun 2008 misalnya, hanya 63,4 persen murid Aborigin di Kelas 5 yang memenuhi standar minimum nasional dalam hal membaca. Sekarang, angka itu naik menjadi 75,5 persen.

Namun, angka ini masih tertinggal jauh dibandingkan murid non-Aborigin yaitu 95 persen.

Salah satu sekolah yaitu Marrara Christian College di Darwin mendidik murid-murid dari daerah terpencil.

Sekolah tersebut meraih hasil mengesankan dalam melek huruf dalam beberapa tahun terakhir, dengan proporsi murid yang tinggi untuk kemampuan membaca.

Kepala Sekolah Andrew Manning menjelaskan sekolah tersebut bermitra dengan sekitar 100 keluarga di wilayah Top End, dan kemajuan yang diraih murid memberi semangat.

“Ini hasil kerja bertahun-tahun,” kata Manning. “Sangat menyenangkan melihat gambaran jangka panjang mulai membuahkan hasil.”

Tidak merata

Menteri Pendidikan Australia Simon Birmingham mengatakan hasil NAPLAN secara nasional “harus menjadi peringatan bagi para pendidik dan pembuat kebijakan”.

Nilai menulis mengalami penurunan rata-rata dan membaca hasilnya rata-rata di antara siswa SMA.

Ada juga perbedaan mencolok antara hasil melek huruf murid laki-laki dan perempuan. Murid perempuan mengungguli anak laki-laki dengan margin cukup besar.

Secara nasional 93,8 persen murid perempuan mencapai standar minimum nasional dalam membaca, dibandingkan dengan 89,6 persen murid laki-laki.

“Kita tahu betapa pentingnya kemampuan melek huruf untuk mempersiapkan murid setamat sekolah. Jadi penurunan nilai menulis dan hasil membaca rata-rata harus jadi peringatan perlunya perubahan,” kata Menteri Birmingham.

Kurang pengetahuan ketatanegaraan

Survei Pelajaraan Ketatanegaraan dan Kewarganegaraan mengukur sikap siswa terhadap pemerintah, pemilu, kepolisian dan media, serta sikap terhadap budaya Aborigin. Ini juga mengukur keterlibatan siswa dalam kerja sukarela dan amal.

Ditemukan 55 persen siswa Kelas 6 memenuhi standar minimum dalam kesadaran kewarganegaraan, namun anjlok menjadi 38 persen di Kelas 10.

Laporan Pelajaran Ketatanegaraan dan Kewarganegaraan oleh Australian Curriculum, Assessment and Reporting Authority (ACARA) menemukan bahwa jumlah siswa yang memenuhi standar untuk kesadaran kewarganegaraan mengalami penurunan enam poin sejak survei terakhir tiga tahun lalu.

Bagi Menteri Birmingham, hal itu cukup mengganggu. “Hasil ini menyedihkan dan harus menjadi perhatian serius,” katanya.

“Hasil ini mengingatkan perlunya memastikan sekolah kita memberikan siswa kesempatan dan dukungan untuk belajar memperluas basis pengetahuan mereka di seluruh spektrum kurikulum,” ujarnya.

“Dengan fokus berat pada aspek membaca, menulis dan mata pelajaran STEM di sekolah kita memang penting, namun siswa juga perlu mempelajari dasar-dasar untuk dapat berpartisipasi penuh dan berkontribusi pada masyarakat Australia,” kata Menteri Birmingham.

Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris.