ABC

Alasan Dokter Umum di Australia Tidak Mau Kerja di Pedalaman

Anggota parlemen federal Australia, Andrew Broad menjadi binggung, ketika ada sembilan dokter yang meninggalkan daerah pemilihannya.

“Fasilitas yang ditawarkan setara dengan $400.000, sekitar Rp 4 miliar, ditambah gratis sewa rumah dan mobil,” katanya.

“Itu insentif yang cukup besar tapi belum juga berhasil [menarik minat dokter umum].”

Jadi mengapa kawasan pedalaman tidak begitu menarik bagi dokter umum di Australia, atau dikenal dengan sebutan General Practitioner (GP)?

Dan apa yang perlu mereka lakukan untuk mendapatkan fasilitas yang menguntungkan tersebut?

Dr Donna O’Kane mengatakan keluarganya “benar-benar berkecukupan” setelah 10 tahun bekerja di komunitas terpencil di negara bagian Queensland dan Kawasan Australia Utara.

Paket untuk bekerja sebagai GP di Groote Eylandt sebesar $500.000, sekitar Rp 5 miliar, dengan rumah, mobil, listrik, telepon, internet, tiket pesawat terbang, dan liburan selama tiga bulan.

Tapi ibu dua anak ini mengatakan ketertarikannya pada pekerjaan tersebut bukan terlalu karena uang.

"Saya menyukai pekerjaannya, tapi Anda pasti tidak bisa tinggal di tempat yang benar-benar terpencil karena semata-mata karena uang," katanya.

“Pekerjaan menjadi yang termudah dalam hidup Anda.”

Kehidupan di sebuah pulau memiliki banyak tantangan, seperti panas ekstrem yang memaksa keluarga O’kane berada di dalam rumah sepanjang hari.

Ketika kapal gagal berlabuh, keluarga muda tersebut tidak mendapat persediaan makanan, seperti daging, selama enam minggu.

“Kami tidak makan salad sekalipun, kami hanya makan sayuran beku,” kata Dr O’Kane.

Dr Donna O'Kane
Dr Donna O'Kane merasa tidak bisa tinggal di pedalaman Australia, meski dapat banyak fasilitas

Koleksi pribadi.

“Susu selalu busuk, tidak ada pemotong rambut, tak ada tempat untuk mencukur kaki Anda, tak ada tempat untuk berbelanja kaos kaki dan celana dalam, barang-barang seperti itu.”

Hal-hal lainnya, seperti keamanan keluarganya, bukanlah hal yang diremehkan.

“Saya memiliki pemukul kriket di samping tempat tidur saya sepanjang waktu,” katanya.

“Sudah pasti tidak ada minuman alkohol di rumah Anda.”

Jika ada kerusuhan, klinik Dr O’Kane tutup dan menunggu bantuan dari daratan terdekat.

“Beberapa orang meninggal dan saya ingat pulang ke rumah pukul 10 atau 11:00 malam dengan berlumuran darah,” katanya.

“Anak-anak saya pergi berkemah.”

“Benar-benar mengguncang saya, saya berkata kepada polisi ‘Rasanya kita tidak aman’, dan dia berkata ‘saya juga tidak merasa aman’.”

Ketika ada perselisihan yang lain, Dr O’Kane menemukan mayat yang berjarak 200 meter dari tempat anak-anaknya bermain.

“Saya bahkan tidak mendekatinya, malah berkata ‘bisakah kita mengeluarkan anak-anak dari sini, takut ini terjadi lagi,” katanya.

“Butuh orang-orang khusus untuk tinggal di tempat-tempat ini.”

Bahkan dengan tantangan yang dihadapinya, Dr O’Kane merasa imbalan yang didapatkan melebihi dari masalah-masalahnya, ditambah pengalaman hidup dan kenangan berharga bagi keluarganya.

Klinik pedesaan ‘tidak berjalan’

Sudah banyak diketahui jika rumah sakit di kawasan pedesaan menawarkan paket $400.000, senilai Rp 4 miliar, namun dokter harus siaga 24 jam sehari.

Dr Amjad Hafizullah menolak paket dari rumah sakit yang menggiurkan ini, ia malah mencari keseimbangan antara kehidupan dan kerja dengan mengambil alih klinik di pedesaan Victoria.

Klinik ini sepenuhnya bergantung pada rabat asuransi kesehatan di Australia Medicare dan sistem pembayaran ‘bulk-billing’, dimana pasien tidak harus menanggung sisa biaya dari batas tanggungan asuransi.

Dr Hafizullah mengatakan ia diizinkan untuk mengenakan biaya tambahan kepada pasien, namun ia memilih untuk tidak melakukannya.

"Sebagian besar pasien saya tidak dapat membayar dan mereka akan kehilangan kepedulian [soal kesehatan mereka]," katanya.

Pemerintah mengumumkan pembekuan rabat Medicare pada tahun 2014, yang artinya klinik Dr Hafizullah masih mendapat biaya pergantian dari pemerintah dengan jumlah yang sama untuk tarif pasien selama hampir empat tahun.

Sementara itu, biaya menjalankan klinik terus meningkat secara dramatis.

Dr Hafizullah mengatakan pendapatannya telah dipotong sebesar 40 persen.

“Mulai pemerintah membekukan Medicare [rabat], kami baik-baik saja. Sekarang kami benar-benar kesulitan,” katanya.

“Terkadang kami berpikir untuk berkemas dan pergi ke tempat lain. Itulah sebabnya beberapa klinik di kota-kota kecil telah ditutup.”

Meskipun ia sering bekerja 60 jam seminggu, Dr Rob Grenfell “dulu senang” menjalankan klinik GP di Natimuk, Victoria barat.

Tapi setelah 15 tahun, ia juga mengatakan bahwa praktik tersebut menjadi tidak lagi layak.

“Jika ada model bisnis yang berjalan bagi saya untuk bekerja di kota sekecil itu, saya akan menerimanya, tapi tidak ada,” katanya.

“Menjadi sebuah kegagalan saat rabat Medicare dibekukan.”

Jumlah jam meningkat setelah pembekuan

Dr Garry Matthews adalah spesialis GP di kawasan pedesaan, yang sedang mendapatkan pelatihan soal obstetri gawat darurat dan anestesi.

Ia beroperasi sebagai kontraktor, membagi waktu kerjanya antara klinik di kawasan pedalaman, rumah sakit, dan fasilitas perawatan lanjut usia.

Untuk mendapatkan $400.000, senilai Rp miliar, ia harus bekerja penuh waktu setiap akhir pekan dalam dua minggu sekali, dalam keadaan siaga selama dua malam seminggu, serta dan mengurangi liburannya.

“Saya kemudian tidak punya waktu untuk menyelesaikan pelatihan wajib untuk pengembangan profesional saya,” katanya.

Dr Matthews mengatakan kecintaannya pada kesehatan di kawasan pedesaan adalah satu-satunya alasan mengapa ia bekerja di kawasan pedalaman.

“[Tapi] jika seandainya saya adalah GP di perkotaaan, saya mungkin menghasilkan lebih banyak uang daripada sekarang,” katanya.

Berita ini tersedia dalam bahasa Inggris, bisa dibaca disini.