ABC

Alami Kelaparan, 50.000 Anak Sudan Selatan Terancam Mati

Puluhan ribu anak-anak di Sudan Selatan, negara di benua Afrika yang baru saja berdiri, terancam kelaparan. Perang di sana memaksa para petani meninggalkan lahannya, menutup jalur pasokan makanan dan membuat 1 juta warga mengungsi.

Akibat konflik internal yang terus berlanjut, dan telah membuat satu juta penduduk mengungsi, Sudan Selatan dapat kehilangan 50.000 anak-anak karena kelaparan jika bantuan tak segera disalurkan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan, bahwa tanpa adanya pertolongan mendesak, 50.000 anak-anak di sana terancam mati.

Kucuran bantuan untuk menolong negara ini telah diserukan. Sebesar 1,8 milyar dolar dibutuhkan namun sejauh ini hanya 600 juta dolar yang telah terealisasi.

“Anak saya tak punya makanan untuk dimakan karena tak ada makanan yang baik untuknya. Saya satu-satunya yang biasanya makan,” ungkap seorang ibu.

Ketika ditanya makanan apa yang dimakannya sehingga tak layak diberikan ke si anak, ia terdiam dan lantas mengaku mencari makanan ternak untuk mendapatkan rumput dan dedaunan.

Organisasi nirlaba “Save The Children” bekerja di desa yang dikuasai pemberontak, yakni Akobo, memberi makan bocah-bocah yang kelaparan dengan nutrisi kaya kalori.

Peter Walsh, Direktur program amal di Sudan Selatan, mengatakan, perang sipil ini telah menyebabkan 4 juta penduduk kekurangan pangan dan 2,5 juta di antaranya adalah anak-anak.

“Prediksi yang diterbitkan UNICEF adalah bahwa jika kita tidak bertindak sekarang, dan mendapat dana yang dibutuhkan, 50.000 anak akan mati akhir tahun ini karena malnutrisi. Ini benar-benar menakutkan,” ujarnya.

Konflik di negara ini telah menyebabkan satu juta orang meninggalkan rumah mereka. Kebanyakan telah melintasi perbatasan untuk menuju Kenya, Uganda, dan Ethiopia.

Banyak lainnya masih berjalan kaki, mengembara, ke tempat-tempat yang, disebut orang Sudan Selatan, menyerupai Akobo.

Tanah subur di sana telah rusak dan kering. Hujan pun tak turun. Jagung dan tanaman sejenis tebu ditanam, namun tak terlihat akan mengalami masa panen.

Daun-daun layu, warnanya memudar, dan tak ada bantuan dari Ibukota Juba karena Akobo adalah wilayah yang dikuasai pemberontak.

“Situasinya benar-benar berbahaya. Maksud saya, 50.000 anak akan mati pada akhir tahun ini jika sesuatu tak segera dilakukan,” tegas Peter.