Alami Depresi, Dokter Ini Berhasil Pulih dengan Melukis
Bekerja sebagai dokter umum di Kimberley, Australia Barat, Simon Hemsley sempat berjuang melawan depresi yang ia alami dan lantas beralih ke kegiatan melukis untuk mengatasinya.
“Bagi saya itu adalah pilihan, melukis atau Prozac (obat). Saya harus berbuat sesuatu,” ujar sang dokter.
Kini, setelah berhasil menjadi seniman sukses di Bunbury, ia mengajarkan anak-anak muda yang terpinggirkan untuk melakukan hal serupa.
“Kita semua mengisi otak kita dengan banyak informasi. Obat-obatan bisa mendominasi hidup kita. Ini adalah pelampiasan saya, jika saya terlalu stres, saya melukis, ini adalah pertolongan yang besar buat saya,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, “Tinggal di daerah utara itu keras, lingkungannya berat dan ekstrim. Saya bekerja sebaik mungkin merawat orang-orang yang benar-benar sakit dengan fasilitas kesehatan yang 1200 kilometer jauhnya.”
Dr. Simon mengatakan, melukis adalah caranya untuk mengatasi tekanan hidup dan situasi yang depresif ketika ia ditempatkan di daerah terpencil bernama Kununurra.
“Saya punya pasien anak-anak yang menderita meningitis dan Layanan Dokter Terbang tak bisa datang hingga, paling cepat, siang keesokan harinya,” tuturnya.
“Waktu itu sekitar pukul 1 pagi, saya khawatir tentang penanganannya, akhirnya saya pulang dan tak bisa tidur. Saya ambil selembar kertas besar dan mulai melukis di luar rumah,” ceritanya.
Dr. Simon mengatakan, rasionalitas obat-obatan dan kreativitas dalam melukis adalah dua hal yang jauh berbeda.
“Bagi saya, itu seperti kapur dan keju, tapi kita butuh itu terlepas dari apa pekerjaan kita. Kita butuh pelarian, itu yang penting. Melukis sangat penting bagi kesehatan saya, itu semacam meditasi. Saya pikir tiap orang butuh sesuatu yang menenangkan, tak harus melukis tapi suatu hal yang membuat anda bertemu orang-orang di luar pekerjaan anda,” urainya.
Kini, ia telah sepenuhnya pensiun sebagai dokter namun menghabiskan 4 bulan dalam setahun di Kimberley Timur.
“Saya terus berhubungan dengan seniman Aborigin yang akhirnya menjadi teman dekat. Butuh waktu cukup lama untuk berada di lingkungan mereka dengan para tabib dan seniman tradisional sebelum mereka merasa nyaman membiarkan saya menggunakan tanah liat mereka dan menunjukkan kepada saya obat-obatan alam milik mereka, jadi saya merasa cukup terhormat,” akunya.
Ia menambahkan, “Itu sangat menenangkan, jika anda mengalami hari yang buruk di tempat kerja, tak ada yang lebih menenangkan ketimbang menghancurkan batu dari tanah liat.”
Bukan dengan paracetamol, Dr. Simon punya cara tersendiri untuk menangani sakit kepala.
“Saya belajar bermain didgeridoo (alat musik tiup khas Aborigin) dan mengikuti kursus tiap minggu. Jika anda pusing sedikit, bermain didgeridoo bisa melegakan anda, selalu ampuh,” ujarnya.
Dalam beberapa bulan terakhir, Dr. Simon membimbing anak didik muda dengan keterbatasan intelektual, yang merupakan pelukis alamiah berbakat.
Ia juga mengelola workshop seni gratis bagi orang-orang yang terpinggirkan atau mereka yang memiliki keterbatasan, melalui organisasi bernama ‘Art Partners’, yang berbasis di Bunbury.
“Seni yang dihasilkan orang-orang penyandang disabilitas atau berketerbatasan mental bisa sangat menyentuh, setidaknya ini yang bisa saya lakukan. Tak ada yang ajaib tentangnya, semakin sering anda melukis semakin baik hasil yang anda dapat,” jelasnya.