ABC

Aktivitas Warga Indonesia di Australia Berjalan Normal

Aktivitas warga Indonesia di Australia tetap berjalan normal bahkan sebuah kegiatan bazar makanan Indonesia di Melbourne dipenuhi oleh warga setempat yang ingin menyantap nasi kuning.

Komunitas Indonesia di Brunswick, Victoria

Warga Indonesia yang menetap di Melbourne menyebar di berbagai wilayah kota itu, salah satunya di suburb bernama Brunswick. Inilah suburb yang jaraknya hanya 15 menit dari pusat kota dengan menggunakan angkutan umum. Brunswick telah bertahun-tahun menjadi wilayah favorit tempat tinggal khususnya bagi mahasiswa asal Indonesia yang kuliahnya di Melbourne University atau di RMIT.

Pasalnya, selain jaraknya yang dekat ke kedua kampus tersebut, di Brunswick juga terdapat banyak penjualan makanan halal. Tentunya hal itu akan memudahkan kebanyakan mahasiswa Indonesia yang mencari penjual daging yang disiapkan menurut aturan agama Islam.

Antrian warga Australia dalam bazar makanan Indonesia di Brunswick, Melbourne. (Foto: Paguyuban 3055)

Beberapa tahun terakhir, komunitas Indonesia di Brunswick membentuk Paguyuban 3055, sebuah perkumpulan silaturahmi 50an warga Indonesia yang dalam kebanyakan aktivitasnya diwarnai oleh sajian makanan khas Indonesia yang berselera. Akhir pekan lalu, Paguyuban 3055 turut ambil bagian dalam kegiatan bazar yang digelar Brusnwick South-West Primary School, yang dihadiri ratusan orangtua murid dan warga setempat.

"Ramai sekali, dan stan Indonesia yang menjual nasi kuning laris manis," tutur Bayu Sangka dari Paguyuban 3055 kepada wartawan ABC Farid M. Ibrahim, Jumat (6/3/2015).

Bayu Sangka (kanan) dari Paguyuban 3055 yang menghimpun warga Indonesia di Brunswick, Melbourne. (Foto: Paguyuban 3055)

Bayu Sangka menjelaskan, para pengunjung stall Indonesia tidak ada yang bertanya mengenai kasus Bali Nine yang kini sedang menjadi fokus dalam hubungan Australia dan Indonesia. "Mereka cuek kok," katanya. Namun, menurut mahasiwa PhD di RMIT ini, ketika ia sendiri menbuka percakapan dengan sejumlah warga Australia, yang ia dengar adalah pemahaman bahwa kasus ini terkait dengan pelaksanaan hukum di Indonesia.

"Dan menurut mereka hal itu harus dihormati," kata Bayu lagi. "Cuma mereka menanyakan mengapa tampaknya tidak ada perlakuan sama di antara penyelundup narkoba yang satu dengan yang lainnya."

Keikutsertaan Paguyuban 3055, menurut Bayu, baru dalam kesempatan kali ini secara khusus mendirikan stall untuk menjual makanan. Dan karena kegiatan tersebut juga diwarnai berbagai aktivitas seperti garage sale, pengunjungnya pun sangat banyak.

"Nasi kuningnya laku banget, mungkin karena memang mereka juga menyukai makanan khas Indonesia ini," tutur Bayu.

WNI di Negara Bagian Queensland

Tidak seperti di negara bagian lainnya, negara bagian Queensland tidak memiliki perwakilan resmi pemerintah Indonesia atau konsulat jenderal. Tetapi warga Indonesia di Queensland terus aktif membina hubungan antara warga Indonesia dan Australia di Queenland lewat lebih dari 16 organisasi kemasyrakatan.

Menyikapi rencana eksekusi mati dua warga negara Australia di Indonesia, warga Indonesia di Queensland mengaku tidak terpengaruh.

"Kegiatan di minggu-minggu tidak terpengaruh, buktinya saja kemarin teman-teman dari Griffith University menggelar Film Festival Indonesia dan tidak ada halangan dan hambatan sama sekali dengan pelaksanaannya," ujar Noel Pranoto, Ketua Indonesian Diaspora Network di Queensland.

Noel Pranoto, ketiga dari kanan. Foto: Facebook.

"Tidak ada upaya menghalang-halangi sama sekali," jelas Noel.

Noel juga menjelaskan bahwa tanggapan warga negara Indonesia di Queensland soal rencana eksekusi mati dua warga Australia pun terbagi menjadi dua.

"Ada yang setuju, ada yang tidak setuju. Tetapi masalah ini adalah masalah hukum, meski ada yang tidak setuju, tetapi hukuman mati bagi pelanggaran narkoba tetap yang berlaku di Indonesia, kecuali kalau hukumnya kemudian diubah," kata Noel.

Suasanan malam pembukaan Indonesia Film Festival di Brisbane. Foto: Facebook, Griffith Film School.

Menurutnya, hubungan 'people to people' atau hubungan di tingkat masyarakat memegang peranan kunci. Warga Indonesia di Australia mempresentasikan Indonesia, sehingga ia harapkan agar tidak terpancing dan tetap tenang.

Festival Film Indonesia yang digelar oleh Griffith Film School digelar selama sepekan, hingga hari Minggu besok (08/05) dan gratis untuk umum.

Festival ini menanampilkan film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja dengan mengundang sutradara ternama Garin Nugroho dan Eris Est, pembuat film dokumenter.

Komunitas Paguyuban Pasundan di Victoria

Begitu pula dengan Komunitas Paguyuban Pasundan (PANDAN) di Victoria, yang merasa rencana eksekusi mati Andrew Chan dan Myuran Sukumaran tidak memiliki pengaruh bagi kehidupan warga Indonesia di Victoria.

"Saya perhatikan kawan-kawan hidup normal, tidak ada kekhawatiran, memang ada himbauan dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia untuk melapor kalau-kalau ada tindakan yang tidak nyaman, tapi hingga saat ini semua baik-baik saja," ujar Yosef Faesal, Ketua Paguyuban Pasundan.

Yosef, yang juga dikenal dengan panggilan Kang Ade mengatakan bahwa meski ada sempat demo yang dilakukan belasan warga Australia di depan kantor KJRI Victoria di kota Melbourne, tetapi hal tersebut hanya dilakukan oleh segelintir orang.

Paguyuban Pasundan ikut berpartisipasi dalam Moomba Festival tahun 2013 lalu. Foto: Facebook, Paguyuban Pasundan.

"Saat saya melaksanakan shalat jumat di masjid komunitas Muslim Indonesia hari ini pun, tidak terlihat ada kekhawatiran, artinya sejauh ini situasi tidak terpengaruh," ungkapnya.

Kang Ade yang sudah puluhan tahun tinggal di Australia mengaku hubungan Australia dan Indonesia memang selalu dekat.

"Karena terlalu dekat, justru kadang ada saja gangguannya," ujarnya. "Yang terpenting warga Indonesia stay calm, jangan terpancing yang justru akan membahayakan, hindari berselisih pendapat."