ABC

Aktivis HAM Australia Tak Ingin Charlie Hebdo Dilarang Edar di Negaranya

Komisaris Hak Asasi Manusia Australia, Tim Wilson, mendukung adanya perubahan terhadap undang-undang diskriminasi rasial, dengan alasan, kartun yang diterbitkan koran Perancis ‘Charlie Hebdo’ akan dilarang terbit di Australia, di bawah undang-undang saat ini.

Mengakomodasi kekhawatiran komunitas Muslim, pada tahun lalu, Pemerintah Federal Australia membuang rencana untuk menghapus ayat 18C dari UU tersebut sehingga menyinggung, menghina atau mempermalukan atas dasar ras adalah perbuatan ilegal.

Senator Cory Bernardi dan Dean Smith dari Partai Liberal berpendapat bahwa keputusan itu adalah sebuah kesalahan dan menggunakan serangan terhadap kantor Charlie Hebdo di Paris untuk mengajak warga Australia kembali membuka kebebasan berbicara.

Komisioner Hak Asasi Manusia Australia, Tim Wilson, mendukung perubahan terhadap Undang-Undang Diskriminasi Rasial setelah serangan di kantor Charlie Hebdo, Paris.

Tim mendukung seruan itu, seraya mengatakan bahwa Undang-Undang Diskriminasi Rasial mengarah pada tindakan sensor.

"Di seluruh dunia, jika Anda mengatakan bahwa Anda percaya pada kebebasan berbicara dan bahwa orang harus memiliki kebebasan untuk menyinggung atau menghina seseorang, maka solusinya bukan sensor," kemukanya.

Ia lantas mengutarakan, "Itulah yang, saat ini, kita miliki di Australia. Kita memiliki hukum yang membuat tindakan menyinggung atau menghina seseorang itu melanggar hukum.”

"Jadi orang-orang entah jadi munafik ketika mereka mengatakan ‘Je Suis Charlie’ dan membela hak kebebasan berbicara, atau entah mereka benar-benar percaya pada kebebasan berbicara dan mengakui bahwa undang-undang yang membuat tindakan menghina atau menyinggung perasaan orang itu layak disensor dan akan melihat bahwa Charlie Hebdo dilarang  edar di Australia," jelas Tim.

Ia mengatakan, sementara dirinya tak beranggapan bahwa menyinggung atau menghina seseorang itu ilegal, tetap harus ada perlindungan kuat bagi seseorang yang mengalami penghinaan berdasarkan ras mereka.

Ghaith Krayem, dari Dewan Islam Australia, mengatakan, kartun yang beredar setelah serangan Charlie Hebdo akan bersifat ofensif bagi semua Muslim.

"Bagi umat Islam, karakter Nabi dan simbol-simbol agama kami sangat penting. Ada kartun yang menggambarkan Nabi … dalam sebuah adegan seks. Bagaimana mungkin itu tidak menyinggung seseorang yang menempatkan karakter itu sebagai sosok penting dalam kepercayaan mereka?,” ujarnya.

Ia menerangkan, "Tak ada Muslim Australia yang mendukung kejadian di Paris pekan lalu, namun atas dasar yang sama, kami memiliki hak untuk tersinggung atas apa yang orang lakukan."

Ghaith mengungkapkan, sementara orang memiliki hak agar pendapat mereka didengar, itu tak menjadi alasan untuk berbuat "fanatik".

"Saya mengerti apa yang dikatakan [Tim Wilson]. Orang-orang berhak untuk memiliki pandangan dan agar pandangan itu didengar," katanya.

"Tapi pada saat yang sama, saya memiliki hak untuk bisa mengatakan 'apa yang Anda katakan menyakitkan saya dan bukan hak Anda untuk menentukan bagaimana saya menanggapi tindakan fanatic itu. Karena itu memang fanatisme.’," tambahnya.