Akibat Larangan Israel, Warga Indonesia Alihkan Ziarah dari Yerusalem
Sejumlah pengelola wisata religi ke Yerusalem di Indonesia telah membatalkan dan mengalihkan rencana ribuan jamaah berziarah ke kota suci tiga agama tersebut.
Hal tersebut dilakukan setelah para pengelola tur mendapatkan kepastian bahwa Pemerintah Isreal akan melarang pemegang paspor Indonesia memasuki negara itu setelah tanggal 9 Juni 2018.
“Ada edaran yang kami terima bahwa setelah tanggal 9 sudah tidak bisa masuk ke Yerusalem,” kata Ida dari Raykha Tour ketika dihubungi di Jakarta.
Larangan tersebut juga dikonfirmasi oleh Yudianto dari My Halal Trip Indonesia (MHTI) yang mengatakan mendapatkan informasi dari mitranya di Yordania pada akhir pekan lalu.
“Kami diinformasikan oleh tur operator yang menjadi mitra kami di Yordan, bahwa setelah tanggal 9 Juni pemegang paspor Indonesia tidak diperbolehkan memasuki Israel,” kata Yudianto.
MHTI, kata Yudianto, telah mendaftarkan ratusan jamaah yang akan diberangkatkan dalam wisata religi Jelajah Negeri Para Nabi, termasuk ke Yerusalem.
“Kami akan tetap berangkatkan ke Mesir dan Yordan dan membatalkan yang ke Yerusalem,” katanya.
Sementara Raykha Tour yang menawarkan paket umrah plus kunjungan ke Masjid Al Aqsa di Yerusalem, rata-rata memberangkatkan 10 jamaah sebulan.
“Terpaksa kami batalkan dan alihkan ke Kairo,” kata Ida.
Cecilia Patty, direktur Agindo Tours di Jakarta, mengaku menerima informasi tersebut dari tur operator lokal partnernya di Israel pada 29 Mei sore.
“Larangan ini benar terjadi dan kami berharap ini hanya sementara saja,” kata Cecilia kepada wartawan ABC Farid M. Ibrahim.
“Pelarangan ini tentunya berdampak pada usaha tour Agindo Tours yang saya kelola, di mana kami tidak dapat lagi mengirimkan peziarah Muslim, Kristen dan Katolik ke Israel dan Palestina,” paparnya.
“Dampak ini juga akan dialami oleh para agen lokal di Israel dan Palestina bahkan juga sampai ke Mesir dan Yordania, karena kebanyakan peziarah juga mengunjungi kedua negara tersebut menjadi satu rute destinasi Holy Land yang umumnya dimulai dengan memasuki Mesir, lalu Israel dan Palestina dan diakhiri di Yordania,” ujar Cecilia.
Menurut dia, sebenarnya Palestina juga akan banyak terkena dampaknya, karena pada umumnya peziarah Kristen dan Katolik pasti akan mengunjungi Betlehem dan Yerikho yang termasuk dalam wilayah Palestina.
“Sedangkan turis Muslim, apabila waktu memungkinkan, selain kunjungan ke Betlehem dan Yerikho, di Palestina juga akan mengunjungi Hebron,” ujarnya.
“Peziarah Indonesia juga banyak tinggal di Betlehem terutama di periode Natal, di mana banyak sekali hotel-hotel di kota ini yang diisi oleh turis Indonesia. Tentunya ini akan mempengurhi income pariwisata di kota-kota Palestina tersebut,” tambah Cecilia.
Diperkirakan hingga 40 ribu peziarah pertahun
Wisata religi ke Yerusalem sangat populer dilakukan warga Kristiani asal Indonesia dan baru marak di kalangan warga Muslim dalam beberapa tahun terakhir, kata Yudianto.
“Selama ini Pemerintah Isreal justru mempermudah peziarah asal Indonesia untuk masuk ke sana,” katanya.
“Kami memperkirakan ada 30 sampai 40 ribu peziarah asal Indonesia yang datang ke Isreal setiap tahun,” tambahnya.
Karena tidak ada hubungan diplomatik antara kedua negara, kata Yudianto, pihaknya dibantu oleh mitranya di Yordan untuk mendapatkan visa Israel.
Menurut dia, Pemerintah RI seharusnya lebih bijaksana menyikapi hal ini sehingga larangan Israel tersebut bisa dicabut.
Sementara itu menurut Cecilia, para agen lokal di Israel yang bekerja sama dengan travel agent di Indonesia sedang melobi pemerintah negara itu untuk mencabut larangan tersebut.
Pekan lalu Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengkonfirmasi bahwa pihak imigrasi menolak menerbitkan visa bagi 53 warga Isarel yang berencana masuk ke Indonesia.
“Dalam beberapa hari terakhir ada 53 warga negara Israel yang ditolak visanya. Betul demikian,” kata Yasonna Laoly kepada wartawan di kantor Kementerian Luar Negeri, Jumat (1/5/2018).
Media lokal menyebut bahwa Menlu Retno Marsudi telah membantah bahwa penolakan visa terhadap warga Israel itu disebabkan faktor politik.
Karena tidak ada hubungan diplomatik, selama ini warga Israel yang ingin masuk ke Indonesia bisa mengajukan visa melalui mekanisme Calling Visa, kata juru bicara Direktorat Imigrasi Agung Sampurno.
Permohonan visa tersebut akan diperikda oleh Kemenlu dan instansi terkait termasuk Imigrasi, katanya.
“Pemerintah Indonesia tidak memiliki kebijakan visa turis bagi warga negara Israel,” kata Agung Sampurno dalam press release pekan lalu.
Sejumlah media di Timur Tengah menyebutkan larangan Israel ini sebagai “tindakan balasan” terhadap keputusan Pemerintah RI menolak visa bagi warga Israel tersebut.