ABC

Akhiri Konflik 20 Tahun Dengan Bekas Wilayah, Pemimpin Ethiopia Terima Nobel Perdamaian

Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed, mendapat Hadiah Nobel Perdamaian karena mengakhiri konflik 20 tahun dengan negara tetangga mereka, Eritrea, yang juga bekas wilayah Ethiopia.

Poin Utama Nobel

Poin utama:

• Abiy Ahmed berupaya mengakhiri konflik lama antara Ethiopia dan Eritrea

• Ketika kesepakatan damai ditandatangani, anggota keluarga yang terpisah oleh konflik itu bisa saling menelepon untuk pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir

• Komite Nobel mengatakan PM Abiy telah mengkampanyekan “rekonsiliasi, solidaritas dan keadilan sosial”

Konflik di antara kedua negara dimulai dari perselisihan perbatasan pada tahun 1998.

Setidaknya 70.000 orang tewas sebelum kedua belah pihak menandatangani perjanjian damai pada tahun 2000, tetapi ketegangan di antara keduanya tetap tinggi.

Konflik, yang digambarkan sebagai “perang paling tak masuk akal di Afrika” oleh para mediator, ini membuat kedua negara miskin ini menghabiskan miliaran dolar untuk membeli senjata.

Ketika PM Abiy menjabat tahun lalu, ia membebaskan tahanan politik dan menandatangani perjanjian dengan Presiden Eritrea, Isaias Afwerki.

Kedua pemimpin berjanji untuk meningkatkan ikatan politik, ekonomi dan diplomatik, dan membuka kembali perbatasan.

Presiden Eritrea, Isaias Afwerki (kanan) dan Perdana Menteri Abiy Ahmed mengakhiri konflik 20 tahun di antara dua negara.
Presiden Eritrea, Isaias Afwerki (kanan) dan Perdana Menteri Abiy Ahmed mengakhiri konflik 20 tahun di antara dua negara.

Reuters: Tiksa Negeri

Ketika kesepakatan ditandatangani, anggota keluarga yang terbelah oleh perselisihan bisa saling menelepon untuk pertama kalinya dalam dua dekade terakhir.

Komite Nobel Norwegia mengatakan Abiy “memulai reformasi penting yang memberi banyak warga harapan akan kehidupan yang lebih baik dan masa depan yang lebih cerah”.

“Sebagai Perdana Menteri, Abiy telah berusaha mengkampanyekan rekonsiliasi, solidaritas dan keadilan sosial,” katanya.

Komite Nobel mengatakan penghargaan tahun 2019 ini “juga dimaksudkan untuk mengakui semua pemangku kepentingan yang bekerja untuk perdamaian dan rekonsiliasi di Ethiopia dan di wilayah Afrika timur dan timur laut”.

Kantor Perdana Menteri Ethiopia merilis pernyataan yang menyerukan agar “semua warga Ethiopia dan teman-teman Ethiopia untuk terus mengupayakan perdamaian”.

“Pengakuan ini adalah kesaksian abadi terhadap cita-cita persatuan, kerja sama dan koeksistensi mutual dari konsep ‘medemer’ (atau sinergi dalam bahasa tradisional Ethiopia) yang secara konsisten diperjuangkan oleh Perdana Menteri,” tulis pernyataan resmi tersebut.

Postingan Twitter yang berisi pernyataan itu menambahkan: “Kami bangga sebagai sebuah bangsa!”

Ajakan Abiy untuk mengakhiri pertikaian militer telah membentuk kembali lanskap politik di negara Afrika itu.

Setelah menandatangani perjanjian untuk memulihkan ikatan, kedua negara telah membuka kembali kedutaan dan melanjutkan penerbangan antar negara.

Eritrea setuju untuk membuka pelabuhannya ke Ethiopia yang terperangkap daratan dan tentara dari kedua negara mulai membersihkan ranjau darat di perbatasan.

Abiy akan menerima hadiah, senilai 9 juta kronor Swedia (atau setara Rp 13,5 miliar) di Oslo pada tanggal 10 Desember.

Simak berita-berita menarik lainnya di situs ABC Indonesia.