ABC

Akademisi Muda Bali di Australia Tolak Reklamasi Teluk Benoa

Sebuah kelompok bernama Akademisi Muda Bali (Amuba) yang antara lain terdiri atas mahasiswa asal Bali yang sedang belajar di Australia, menentang proyek pembangunan Kawasan Teluk Benoai.

Dalam rilis yang diterima oleh ABC Australia Plus Indonesia, Amuba menyatakan bahwa mereka adalah jaringan dosen, pengajar, guru, peneliti dan cendikiawan yang tersebar di Bali maupun di luar Bali, yang terhubung dengan Bali baik secara geneakolis (secara kelahiran) maupun psikologis (secara kejiwaan).

"Sebagai jaringan intelektual, Amuba berkewajiban memberikan pandangan solutif terkait reklamasi Teluk Benoa," kata Sadwika Salain, yang sedang menempuh pendidikan doktoral di University of Western Australia di Perth kepada wartawan ABC L. Sastra Wijaya.

Rencana Reklamasi Teluk Benoa di Bali menimbulkan kontroversi. (Foto: Radarpena.com)
Rencana Reklamasi Teluk Benoa di Bali menimbulkan kontroversi. (Foto: Radarpena.com)

Menurut Sadwika, sebagai akademisi muda Bali perlu memberikan pernyataan sikap, karena selama ini belum ada ini belum ada sikap formal dari akademisi Bali tentang polemik reklamasi Teluk Benoa.

"Yang ada adalah, keterlibatan sebagian kecil akademisi Bali dalam meloloskan studi kelayakan reklamasi Teluk Benoa oleh PT TWBI tersebut dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai representasi sikap keseluruhan akademisi Bali. Hal tersebut tentu tidak benar dan oleh karenanya pernyataan sikap ini penting untuk menegaskan perbedaan posisi kami," katanya lagi.

Ditambah dengan beberapa pertimbangan lain mengenai dampak perekonomian dan lingkungan yang mungkin ditimbulkan bila reklamasi dilakukan, Amuba mengeluarkan beberapa pernyataan.

"Kami menolak dengan tegas proyek pembangunan di Kawasan Teluk Benoa, antara lain Revitalisasi Teluk Benoa oleh PT TWBI, Pengembangan Resort Wisata Kura-Kura Bali oleh PT BTID, maupun Pembangunan Sarana dan Fasilitas Wisata Bahari Marina dan Yacht Benoa oleh PT Pelindo," kata pernyataan Amuba.

Selain itu juga Amuba menuntut pemerintah untuk menghentikan proyek-proyek di Teluk Benoa tersebut. Saat ini proses mengajukan izin lingkungan melalui pembahasan Analisia Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) masih berjalan.

"Belajar dari pengalaman Amdal PT BTID, meski mendapatkan izin lingkungan dan Amdal dinyatakan layak sekali pun, proyek PT BTID secara nyata telah menyebabkan kerusakan Teluk Benoa."

"Keberadaan proyek TWBI justru akan memperparah kerusakan tersebut karena adanya gap antara apa yang tertera dalam dokumen izin lingkungan dan realitas dalam pelaksanaan proyek. Hal ini juga diperparah oleh kebiasaan dalam praktek pembangunan di Bali dimana Amdal hanya menjadi persyaratan normatif untuk mengajukan izin lingkungan namun dalam implementasinya sering kali dikesampingkan ketika izin sudah diperole,." lanjut pernyataan mereka. 

Amuba juga menuntut pertanggung jawaban PT BTID dan pemerintah untuk melakukan rehabilitasi atas kerusakan Teluk Benoa termasuk juga mengembalikan luasan Pulau Pudut.

"Hal ini karena kerusakan lingkungan dan sedimentasi di kawasan Teluk merupakan dampak dari reklamasi yang dilakukan oleh PT BTID dan kelalaian dari pemerintah untuk mengawasi dan ketidakseriusannya dalam melestarikan kawasan Teluk Benoa."

"Dengan mengembalikan tanggung jawab rehabilitasi kepada PT BTID sebagai penyebab kerusakan dan pemerintah sebagai pengawas yang lalai, maka proyek PT TWBI yang menggunakan justifikasi untuk memperbaiki Teluk Benoa menjadi tidak relevan dan tidak dibutuhkan lagi keberadaannya."

Amuba juga mendukung dan mendorong posisi masyarakat dan desa pakraman di sekitar Teluk Benoa untuk berjuang melawan setiap proyek pembangunan yang akan meminggirkan masyarakat dan menghancurkan ruang-ruang penghidupan masyarakat lokal. 

Dalam pernyataan ini, Amuba memuat sekitar 40 nama akademisi asal Bali yang menyatakan diri menentang reklamasi Teluk Benoa tersebut, sebagian di antara mereka masih melanjutkan pendidikan di Australia.