ABC

‘Agak Panik’ Tapi Bisa Memahami: Reaksi Warga Indonesia Soal Lockdown di Perth

Dibandingkan dengan negara bagian lainnya, warga Australia Barat tidak begitu merasakan ketatnya pembatasan aktivitas saat pandemi COVID-19 di Australia.

Tapi, semuanya berubah total saat Perth dan sekitarnya memberlakukan ‘lockdown’ selama lima hari mulai hari Minggu (31/01).

“Sempat panik juga karena saat itu kami sedang menyiapkan acara ulang tahun cucu teman,” ujar Ayudia P. Siregar-Marzuki, warga asal Indonesia yang tinggal di Perth sejak tahun 2012.

Butet, panggilan akrabnya, pada hari Minggu itu sibuk membantu temannya, menyiapkan acara makan-makan di salah satu ‘sport centre’ yang rencananya akan dihadiri oleh komunitas Indonesia.

Di tengah segala kesibukannya, ia mendapat informasi jika kota Perth dan sejumlah wilayah lainnya akan menjalani ‘lockdown’ mulai pukul 6 sore itu juga.

Selain itu, keputusan lockdown yang diumumkan Menteri Utama Australia Barat, Premier Mark McGowan menyatakan warga wajib mengenakan masker.

“Soal masker ini, kita sempat bingung juga karena selama berbulan-bulan tidak ada kewajiban mengenakannya selain di airport. Jadi kita tidak pernah siap dengan masker,” ujarnya.

“Jadi karena kami sudah sampai di tempatnya teman dan teman itu juga tidak punya masker, jadi apa yang akan terjadi kalau masker ini berlakunya mulai saat itu,” kata Butet lagi.

Acara makan-makan itu akhirnya tetap berlangsung, katanya, namun yang hadir hanya setengahnya.

“Alasannya karena mereka khawatir dan ada juga yang ingin belanja mempersiapkan segala kebutuhan sebelum lockdown berlaku mulai jam 6 sore,” ujar Butet yang juga mahasiswi Notre Dame University.

Penjual daging asal Indonesia alami peningkatan permintaan

sjahrir.jpg
Pemilik toko daging di Langford, Australia Barat, Sjahrir Laonggo, mengatakan permintaan daging meningkat di tengah lockdown yang berlaku saat ini.

Koleksi pribadi

Warga asal Indonesia lainnya, Sjahrir Laonggo yang memiliki toko daging di daerah Langford, menyebutkan sejak berlakunya ‘lockdown’ pihaknya menerima permintaan daging yang semakin meningkat.

“Bagi kami malah bagus karena orang tidak berani keluar, sehingga mereka lebih banyak memesan lewat telepon dan kami siapkan. Jadi mereka tinggal datang mengambil pesanannya,” kata Sjahrir.

Pria yang sudah tinggal di Australia Barat sejak tahun 1974 ini menyebut tiga orang pekerjanya kini sangat sibuk dan yang bekerja paruh waktu malah diberi jam kerja lebih panjang karena meningkatnya permintaan konsumen.

Menurut dia, dengan adanya aturan lockdown yang tidak membolehkan restoran buka dan hanya melayani ‘take away’, semakin banyak warga yang memutuskan untuk masak sendiri di rumah.

“Mereka tidak bisa makan di restoran dan hanya bisa takeaway. Jadi lebih baik membeli bahan dan memasak sendiri di rumah,” kata pria yang memulai usaha toko daging sejak awal tahun 2000-an.

“Dan kalau pesanan dagingnya memenuhi jumlah tertentu, kami antarkan tanpa biaya tambahan,” ujarnya.

Warga mendukung ‘lockdown’

Long queues of cars outside Covid testing clinics
Antrian panjang warga yang akan menjalani tes COVID-19 setelah Perth dan sejumlah wilayah lainnya menerapkan lockdown.

ABC News: Nicolas Perpitch

Lebih dari dua juta orang warga di Perth dan kawasan sekitarnya di Australia Barat menjalani ‘lockdown’ setelah ditemukan satu kasus positif.

Di hari kedua ‘lockdown’, Australia Barat tidak mencatat kasus penularan lokal setelah menjalani 16.00 tes untuk mendeteksi wabah.

Menurut Butet, kebijakan Pemerintah Australia Barat menimbulkan reaksi berbeda di kalangan komunitas asal Indonesia di sana.

Namun ia menyebut ada pula sebagian warga yang menilai langkah ini terlalu berlebihan.

Pasangan warga lokal, Nada dan Berbie Schmidiger yang mengelola usaha pariwisata, mengaku sangat mendukung langkah cepat yang diambil Premier Mark McGowan ini.

“Ini langkah yang sangat bagus daripada harus menunggu tiga hari baru mengambil tindakan,” ujarnya.

Sejak berlakunya lockdown, polisi melakukan patroli ke pusat-pusat perbelanjaan, namun Komisioner Polisi Chris Dawson memastikan pihaknya lebih mendahulukan pencegahan daripada penindakan.

Sebanyak tujuh lokasi pengecekan dibuka di berbagai lokasi di Perth dan delapan lainnya di wilayah regional hingga hari Jumat mendatang.

Komisioner Dawson menyatakan polisi akan menegakkan aturan ‘lockdown’ termasuk kewajiban mengenakan masker, namun bukan berarti mereka yang kedapatan tidak mengenakan masker akan dijatuhi denda bila mereka kooperatif dan memiliki alasan kuat.

Hari Selasa pagi seorang pria berusia 41 tahun telah ditangkap dan dijadikan tersangka karena menolak untuk mengenakan masker di luar area pusat perbelanjaan di daerah Midland.

Pria tersebut menyatakan menolak untuk pakai masker padahal sudah ditawari oleh polisi.

Perth seperti kota mati

One man walks through a deserted shopping area.
Pusat Kota Perth tampak sepi pada jam sibuk sejak diberlakukannya lockdown akibat ditemukannya satu kasus COVID-19. Pembatasan ini akan berlaku hingga Jumat mendatang.

ABC News: Hugh Sando

Pemantauan ABC kemarin menunjukkan, Kota Perth seperti kota mati untuk pertama kalinya sejak pandemi berlangsung hampir setahun silam.

Daerah Forrest Chase di jantung kota terlihat begitu sepi, dan hanya sesekali ada satu dua orang yang melintas.

Di stasiun-stasiun kereta begitu pula keadaannya, hanya satu-dua orang terlihat sedang menunggu di peron yang biasanya sangat ramai.

Pemandangan di kawasan pantai pun berubah karena tak ada lagi orang yang tampak menikmati cuaca hangat saat ini.

Dalam aturan lockdown yang berlaku, warga tidak diperkenankan keluar rumah, kecuali dengan empat alasan.

Yaitu, berbelanja untuk keperluan makanan dan sehari-hari, mendapat perawatan kesehatan atau berobat, bekerja jika tidak bisa dilakukan dari rumah, dan berolahraga di lingkungan sekitar rumahnya dengan hanya satu orang lainnya selama paling lama satu jam.

Seorang pemilik cafe di Leederville, Anisa Hirte, kepada ABC Perth mengaku pelanggannya menurun lebih dari 85 persen.

Meski berat, ia berencana mengurangi pekerjanya untuk sementara.

Cafe lainnya di jalan Oxford Street itu juga mengalami hal serupa. Dari biasanya dilayani oleh empat pekerja, kini tinggal satu orang.

“Boss saya bilang kami akan coba tetap beroperasi dengan satu satf dan nanti dilihat bagaimana seterusnya,” ujar Mohammed Nazir yang bekerja di cafe itu.

Laporan tambahan diambil dari artikel ABC News.