ABC

Acara Ramah Lingkungan di Indonesia Malah Tidak Ramah Lingkungan

Di Indonesia semakin banyak acara yang bertajuk ramah lingkungan diselenggarakan di berbagai kota, namun seringkali acara seperti itu malah menyebabkan kemacetan, atau meninggalkan sampah sehingga terasa tidak ramah lingkungan.

Oleh karena itu, Kementerian Lingkungan Hidup telah menerbitkan Standarisasi Penyelenggaraan Event Berkelanjutan, namun tanpa adanya ketentuan sanksi sejumlah kalangan memandang pesimistis pedoman ini akan efektif.

Yogyakarta, merupakan salah satu kota di Indonesia yang kian semarak dengan penyelenggaraan berbagai event mulai dari event seni dan budaya, bisnis, pendidikan, olahraga dan lain-lain.

Sebagai bagian dari kawasan segitiga emas di Jawa Tengah yang dikenal dengan sebutan Joglosemar, yakni Jogjakarta, Solo dan Semarang, pemerintah Kota Yogyakarta getol menggenjot pertumbuhan industri pertemuan, insentif, konferensi dan event (MICE).

Sayangnya, geliat tersebut tidak dibarengi dengan pengelolaan dampak lingkungan yang baik.  

Aktivis lingkungan dari Combine Resources Institution (CRI), Yogyakarta, Elanto Wijayanto mengatakan sampah, kemacetan dan parkir liar menjadi pemandangan umum yang selalu hadir di banyak penyelenggaraan event, terutama yang diadakan di luar ruang atau ruang publik.

Elanto Wijoyono
Elanto Wijoyono, Koordinator program Combine Resources Institution (CRI) Yogyakarta.

Supplied: Elanto Twitter

“Dampaknya event-event itu sampah, macet sama parkir liar. Di Yogya karena angkutan umum tidak luas, orang rata-rata menggunakan motor. Jadi tiap ada event pasti marak parkir liar yang memakan trotoar dan badan jalan. Jalanan jadi macet. Warga udah sering mengeluhkan itu tapi ya gak ada tindakan,” tutur Elanto.

Ia menambahkan kondisi semrawut dan kotor juga kerap terlihat pada acara-acara yang berlabel ramah lingkungan.

Selain sampah yang berserakan, sampah media luar ruang seperti iklan dan pamflet juga ikut mengotori lingkungan.

“Reklame itu umumnya dipasang sebelum, selama berlangsungnya acara tapi setelah acara banyak yang tidak dicopot dan itu jadi sampah visual. Bentuknya ya reklame, spanduk, umbul-umbul dan ada juga yang ditempel di tiang listrik juga,” tukasnya.

Event ramah lingkungan tidak terkecuali

Dampak lingkungan dari penyelenggaraan event juga terjadi di berbagai kota lainnya, bahkan pada event yang kental mengusung tema ramah lingkungan sekalipun.

Event acara Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di ibu kota misalnya yang lebih dikenal dalam istilah Inggris Car Free Day.

Seorang petugas kebersihan mengumpulkan sampah plastik di acara Car Free Day Jakarta
Sampah plastik dan sampah basah sisa makanan dan minuman mendominasi sampah yang dijumpai dalam acara HBKB Car Free Day di Jakarta.

Iffah Nur Arifah

Acara yang digelar pada hari minggu setiap pekannya ini sudah berlangsung selama 16 tahun sejak tahun 2002 lalu.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengklaim kegiatan ini sukses mengurangi pencemaran udara hingga 70 – 80 persen.

Namun di sisi lain, kegiatan ini juga menghasilkan limbah sampah yang cukup signifikan. Data aktifis inisiator HBKB mencatat sampah dari event car free day di Jakarta mencapai lebih dari 1 ton setiap pekannya.

Adam Baihaki, 54 tahun, salah seorang petugas kebersihan yang ditemui saat rehat dari tugasnya di tengah acara Car Free Day beberapa waktu lalu, membenarkan semakin banyaknya sampah pada kegiatan ini.

“Wah sampahnya sekarang makin banyak .. abis pedagangnya juga tambah banyak, gak terbatas, lihat aja dari ujung ke ujung pedagang semua. Kalau dulu kan dibatesin cuma beberapa tempat aja kayak jalan Sumenep, Blora .. di trotoar sekarang juga ada yang jualan, dulu kan gak boleh,” tutur Adam Baihaki.

PPSU Adam Baihaki
Adam Baihaki, petugas kebersihan Pemprov DKI Jakarta mengatakan volume sampah pada pelaksanaan Car Free Day di jalan Sudirman Thamrin semakin banyak.

Iffah Nur Arifah

Adam Baihaki mengeluhkan masih rendahnya kesadaran warga untuk membuang sampah pada tempatnya menjadikan tugasnya di event ini semakin berat.

Dan menurutnya sampah yang dihasilkan warga didominasi limbah plastik yang saat ini justru menjadi sumber polutan utama bagi lingkungan.

Standarisasi tanpa sanksi

Untuk menyikapi dampak lingkungan dari penyelenggaraan berbagai event di tanah air yang semakin marak inilah, Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (KLHK) menerbitkan sekaligus dua pedoman penyelenggaraan event dan kegiatan ramah lingkungan.

 “KLHK ingin mengajak semua pihak sadar.. jangan semangat bikin event dan melihat keuntunganya saja, tapi harus mereka juga harus sadar event itu harus dikelola dengan baik agar dampak lingkungannya bisa di minimalisir,” kata Kepala Pusat Standarisasi Lingkungan dan Kehutanan (KLHK), Noer Adi Wardojo kepada wartawan ABC Iffah Nur Arifah.

Noer Adi Wardojo
Noer Adi Wardojo, Kepala Pusat Standardisasi LHK mengatakan standarisasi ini baru tahap pengenalan.

Supplied: KLHK website

Standarisasi ini ditetapkan berdasarkan SNI ISO 20121:2017 tentang Sistem Manajemen Event Berkelanjutan yang mengadopsi standarisasi event berkelanjutan internasional dan sebuah pedoman praktis yang lebih disederhanakan. 

Kedua pedoman ini mengatur tahapan pengelolaan event baik itu sebelum, saat event berlangsung dan sesudah event yang memperhatikan aspek lingkungan.  Termasuk mendorong penggunaan material ramah lingkungan.

Lebih lanjut Noer Adi Wardojo menjelaskan dampak lingkungan dari penyelenggaraan event ini penting disikapi karena trendnya terus meningkat.

Sepanjang tahun 2018 ini saja sudah terdaftar sekitar 3000 event diberbagai bidang.

Dan meski terdengar ideal, namun menurut Noer Adi Wardojo pedoman ini belum bersifat mengikat dan tidak memiliki sanksi hukum.

Pada tahap awal ini, KLHK menggandeng Kementerian Kebudayaan Dan Pariwisata untuk memperkenalkan ini pada sejumlah event wisata unggulan di tanah air.

“Ini masih tahap perkenalan. Nanti akan kita kaji setelah beberapa waktu. Jadi ini masih inisiasi, jangan buat orang takut dulu,” tegasnya.

Ketiadaan sanksi hukum inilah yang membuat sejumlah aktivis pesimistis pedoman ini akan bergigi mendisiplinkan penyelenggara event untuk mengatasi dampak lingkungan dari kegiatan mereka.

 Osoji Jakarta
Komunitas pemetik sampah Osoji Jakarta, aktif mengkampanyekan #Malu Buang Sampah Sembarangan diberbagai event di ibu kota.

Supplied: Osoji Jakarta

“Untuk event yang bersifat internasional bisa jadi akan menerapkan pedoman ini, karena ini terkait dengan citra penyelenggaran eventnya. Tapi untuk event-event biasa yang tidak harus pentingkan citra internasional pasti akan masa bodo dengan aturan ini. Padahal event semacam ini lebih sering digelar, “ kata Elanto dari Combine Resources Institution (CRI).

Pendapat serupa juga diungkapkan  Faiz Muttaqin Amrullah dari Komunitas Pemetik Sampah yang aktif mengkampanyekan membuang sampah pada tempatnya pada berbagai event di ibu kota.

“Peraturan itu kan sudah cukup banyak yang diterbitkan, persoalannya pengawasannya yang kurang. Pengawasan dalam bentuk sanksi bagi yang melanggar itu mutlak. Dan pemerintah yang punya otoritas itu, kalau kami hanya bisa mengingatkan lewat tagline ’Malu Buang Sampah Sembarangan.” tukasnya.

Sementara Alfred Sitorus dari Koalisi Pejalan Kaki yang juga inisiator Car Free Day Jakarta mengkritisi kekosongan hukum untuk mendorong penyelenggara event menggunakan material ramah lingkungan.

“Gimana kita mau larang orang jangan pakai material yang tidak ramah lingkungan seperti plastik kemasan makanan dan minuman atau styrofoam dalam sebuah event, kalau payung hukum yang melarang orang pakai plastik atau Styrofoam aja gak ada.” ungkapnya.