ABC

ABC Gelar Workshop Peran Perempuan di Dunia Olahraga di Jakarta

Peran perempuan untuk terjun ke dunia olahraga di tanah air perlu lebih didorong. Namun ketidakpastian jaminan masa depan bagi atlet membuat banyak keluarga urung mendorong putra putri mereka untuk menekuni karir sebagai atlet.

Hal ini terungkap dalam diskusi panel dan workshop Perempuan dalam Berita dan Olahraga –‘ Women In News and Sport (WINS) yang diselenggarakan oleh ABC International Development bekerjasama dengan Departemen Luar negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) di Jakarta.
Pasangan legenda bulutangkis Indonesia sekaligus peraih emas olimpiade di cabang bulu tangkis, Alan Budikusuma dan Susy susanti hadir sebagai pembicara dalam diskusi panel WINS di Kedutaan Besar Australia Jakarta Jakarta (28/11). Berkaca pada pengalamannya sebagai atlet, keduanya mengakui dunia olahraga di Indonesia memperlakukan atlet perempuan setara dengan laki-laki.
“Peran perempuan di dunia olahraga tanah air sangat luar biasa. Medali pertama Indonesia di ajang Olimpiade dipersembahkan oleh atlet panahan putri, atlet putrid cabang angkat besi juga menyumbang medali di Olimpiade. Jadi kesetaraan jender itu sudah bukan isu lagi di dunia olahraga Indonesia,” kata Susy Susanti.

Plt. Sesmenpora Yuni Poerwanti dan Susi susanti
Plt. Sesmenpora, Yuni Poerwanti (kiri) dan Susi susanti (kanan) menjadi panelis dalam sessi diskusi dalam workshop Women in News and Sport (WINS) ABC International Development di Jakarta (28/11).

Paul Grigson Facebook

Menurutnya upaya yang perlu dilakukan sekarang adalah mendorong agar ada lebih banyak perempuan yang berminat menjadi atlet olahraga. Dan Susy melihat pentingnya peran keluarga dalam mewujudkan hal tersebut.
“Perlu ada lebih banyak perempuan yang mau terjun ke dunia olahraga. Disini peran keluarga amat penting. Agar anak-anak mau menekuni satu cabang olahraga itu biasanya orang tua yang jadi kunci. Apalagi masih ada pemikiran adat timur, kalau perempuan di belakang aja. Hal seperti ini masih kuat kalau di daerah-daerah. Makanya keluarga perlu disadarkan untuk memperhatikan bakat anaknya dan mendorongnya menjadi atlet,” ungkapnya.
“Pengalaman saya dulu seperti itu, keluarga saya yang ngotot mendukung saya. Ayah ibu saya dulu bercita-cita jadi juara dunia, tapi tidak kesampaian dan dia lihat saya anaknya juga tidak mau kalah. Jadi didukung terus untuk jadi atlet professional.”
Namun membuat keluarga giat mendorong anak-anak mereka menjadi atlet profesional bukan perkara mudah, lantaran profesi atlet masih dipandang bukan sebagai karir yang menjanjikan. Seperti diungkapkan Alan Budikusuma.
“Kebijakan jaminan masa tua bagi atlet itu sangat berdampak. Keluarga akan sangat mendukung anaknya jadi atlet kalau memang jelas dan pasti terjamin masa depannya. Tidak hanya bagi atlet yang berprestasi tapi juga bagi yang tidak [berprestasi] perlu juga diperhatikan nasibnya.”

Workshop WINS di Jakarta
Sebanyak 14 orang jurnalis olahraga Indonesia mengikuti workshop Women in News and Sport bersama jurnalis sport ABC, Tracey Holmes di Jakarta.

Tracey Holmes Facebook

Baik Susy Susanti maupun Alan Budi Kusuma menilai sekarang ini perhatian pemerintah terhadap atlet sudah jauh lebih baik. Terlebih lagi belum lama ini Kementerian Pemuda dan Olahraga menerbitkan kebijakan memberikan jaminan hari tua kepada atlet peraih medali Olimpiade. Meski mengapresiasi hal ini, namun menurut Alan Budikusuma pemerintah perlu juga memberikan jaminan yang lebih berkelanjutan seperti pendidikan bagi para atlet.

“Menurut saya atlet juga perlu punya pendidikan yang baik. Mereka juga perlu dilatih untuk berpikir karena itu akan mempengaruhi prestasi mereka juga. Latihan fisik memang penting, tapi mereka juga perlu memahami hal-hal diluar isu teknis. “ ujarnya.
“Apalagi tidak semua atlet bisa menjadi atlet yang berprestasi. Itu hanya sebagian kecil saja, tapi ada juga atlet-atlet lain yang tidak bisa menonjol karena mengalami cedera misalnya. Mereka juga perlu disiapkan masa depannya melalui pendidikan,” tambahnya.
Dalam karirnya Susy Susanti dan Alan Budikusuma menjadi atlet Indonesia pertama yang merebut medali emas di Olimpiade ketika mereka menjuarai tunggal putri dan tunggal putra di Olimpiade Barcelona tahun 1992.

Workshop jurnalis  olahraga perempuan

Ratri Kartika, jurnalis olahraga Kompas TV
Ratri Kartika, jurnalis olahraga Kompas TV peserta Workshop Women in News and Sport (WINS) yang diselenggarakan ABC International Development.

Workshop Women in News and Sport (WINS) berlangsung selama sepekan dan melibatkan 14 orang wartawan olahraga perempuan dari berbagai media di Indonesia. Workshop ini dipandu oleh Tracey Holmes, wartawan ABC yang berpengalaman meliput berbagai event olahraga selama lebih dari 30 tahun.
Tracey Holmes mengatakan selain bertujuan membentuk jaringan di kalangan jurnalis olahraga perempuan di kawasan Asia Pasifik, workshop ini juga diharapkan dapat menjadi ajang berbagi pengalaman.

“Perempuan masih menjadi minoritas di dunia olahraga. Kita menghadapi masalah yang sama, mulai dari tidak diprioritaskan dalam meliput event olahraga besar dan lain-lain. “
“Dalam workshop ini kita bisa berbagi pengalaman, bagaimana jurnalis olahraga perempuan menjalankan tugasnya, tantangan yang sering dihadapi dan menghadapinya, bagaimana mereka bisa meningkatkan karya mereka agar diakui dan berprestasi.”
Sementara itu Ratri Kartika, jurnalis olahraga dari Kompas TV yang menjadi salah satu peserta pelatihan mengaku bersemangat mengikuti pelatihan ini.
“Sebagai jurnalis olahraga perempuan di Indonesia, saya tidak merasa ada kendala atau perlakuan yang berbeda. Kami diperlakukan setara, bahkan cenderung lebih mudah mendapatkan akses, dan banyak sekali event olahraga di Indonesia.”
“Pelatihan peliputan olahraga semacam ini terbilang jarang, padahal kami perlu mengetahui cara-cara untuk mempromosikan kiprah atlet perempuan dan juga untuk meningkatkan kualitas karya kami sebagai jurnalis olahraga perempuan. Karena itu saya senang sekali mengikuti pelatihan ini,” ungkap Ratri.
Workshop Women In News and Sport ini juga diselengarakan di 3 negara lainnya yakni Papua Nugini, Fiji dan Vietnam.