ABC

80 Persen Anak Australia Dibawah Empat Tahun Sudah Main Internet

Penelitian oleh eSafety Australia menunjukkan sekitar 81 persen anak prasekolah Australia sekarang sudah menggunakan internet secara rutin.

Peneliti anak usia dini di Australia, Profesor Susan Edwards mengatakan kehadiran teknologi layar sentuh telah terbukti menjadi faktor penting penentunya.

Teknologi ini menghilangkan penghalang akses teknologi yang dulunya ditawarkan oleh ‘mouse’ dan ‘keyboard’.

“Anak-anak yang berusia sangat muda tidak memiliki kapasitas motorik fisik yang baik. Mereka tidak memiliki keterampilan literasi,” katanya kepada ABC Radio National.

“Petunjuk audio, perintah audio, video … semua hal itu menjadikan layar sentuh sebagai teknologi yang sangat mudah diakses bagi anak-anak yang benar-benar muda.”

Dan yang disebut “muda” oleh Profesor Edwards adalah mereka yang berusia empat tahun ke bawah.

Toddler Ethan Fogarty uses an app on his dad's iPhone.
Seorang balita menggunakan salah satu aplikasi dari perangkat iPhone ayahnya.

ABC News: David Coady

Namun, memiliki sarana untuk mengakses internet tidak berarti mereka memahami cara kerjanya secara naluriah.

Profesor Edwards mengatakan gagasan populer tentang “digital native”, atau generasi yang dibesarkan di era digital, bertentangan dengan penelitian anak usia dini yang menunjukkan anak-anak prasekolah tidak memiliki pemahaman yang nyata tentang mekanisme dunia online.

Survei penelitiannya pada anak berusia empat tahun menemukan:

  • 89 persen mengatakan mereka akan meng-klik jendela ‘pop-up’ meskipun mereka tidak tahu apa itu
  • 73 persen akan dengan senang hati memberikan nama dan alamat jika diminta untuk melakukannya secara online
  • Sekitar 70 persen juga mengatakan mereka akan memberitahu usia mereka.

“Anak-anak belum tentu tahu siapa lagi selain mereka yang menggunakan internet dan apa tujuan menggunakan internet,” kata Profesor Edwards.

KP apa yang diakses anak

Apa yang diakses anak prasekolah?

  • YouTube: 69 persen
  • Layanan streaming: 55 persen
  • Games dimainkan sendiri: 37 persen
  • Membaca / matematika: 25 persen
  • Games dimainkan banyakan: 20 persen
  • Jejaring sosial: 6 persen

Cara membantu mereka, menurut Profesor Edwards, bisa dipahami dengan melihat interaksi yang dilakukan orang dewasa saat menggunakan perangkat digital, yang membentuk cara berpikir balita.

“Anak-anak belajar bahasa lewat keluarga mereka, dengan melakukan interaksi … bersama orang-orang yang punya arti penting dalam kehidupan mereka,” katanya.

“Anak-anak belajar menggunakan teknologi dengan cara yang persis sama seperti itu.”

“Mereka memperhatikan dengan sangat, sangat teliti bagaimana orang dewasa menggunakan teknologi, mengapa teknologi digunakan dan kapan teknologi digunakan.”

Berbicara soal keselamatan di dunia digital

A group of young children smile as they look at a computer screen.
Para orangtua diminta untuk menjadi contoh bagaimana anak mereka dalam menggunakan teknologi digital.

Foto: Koleksi Playing IT Safe

Profesor Edwards telah terlibat dalam pengembangan program online yang baru saja diluncurkan di Australia, bernama ‘Playing IT Safe’.

Situs interaktif ini berbasis permainan dan dirancang untuk membantu orang tua dan para pakar anak usia dini dalam berdiskusi dengan anak-anak soal kebiasaan berinternet mereka.

Sementara Kantor Komisaris eSafety menemukan 94 persen orang tua di Australia menganggap keamanan online anak mereka sebagai prioritas, meski merasa tak yakin bagaimana mereka menangani masalah ini.

“Kami banyak berbicara dengan para pendidik, orangtua, dan anak-anak,” kata Dan Donahoo, yang ikut merancang situs untuk organisasi keselamatan anak ‘Alannah and Madeline Foundation’, bekerja sama dengan Polisi Federal Australia dan eSafety.

Program ‘Playing IT Safe’ mengacu pada karya Joan Ganz Cooney Center di Amerika Serikat, yang membantu merintis program televisi pendidikan ‘Sesame Street’.

“Orang tua dan anak kecil dapat duduk di depan komputer bersama dan melakukan kegiatan yang mengajarkan dasar-dasar berkaitan dengan teknologi digital.”

Solusi agar tak berdampak buruk

Two little boys using a tablet mobile device
Studi baru nanti mengamati anak-anak di usia semuda mungkin dalam menggunakan teknologi digital.

iStockPhoto | romrodinka

Satu hal positif dari krisis COVID-19 saat ini, menurut Susan Danby dari Queensland University of Technology di Australia adalah terciptanya perdebatan soal anak-anak muda dan perangkat digital.

Sebelum pandemi virus corona diskusinya masih terbatas antara mereka yang optimis soal teknologi dengan mereka yang khawatir teknologi digital justru akan mencuri masa kanak-kanak dan berdampak buruk bagi proses mereka dalam belajar dan berinteraksi.

“Sekarang perdebatannya adalah ‘kita hidup di saat digital menjadi sangat penting, jadi, bagaimana kita bisa membuat pengalaman ini sebaik mungkin’,” jelas Profesor Danby.

Profesor Danby baru-baru ini ditunjuk untuk memimpin proyek baru milik ‘Australian Research Council’ senilai $35 juta dengan mendirikan ‘Centre of Excellence for the Digital Child’.

“Fokus utama kami adalah anak-anak yang di awal sekolah, yang sangat sedikit dilakukan baik di internasional atau juga nasional,” katanya.

Pusat ini sedang merencanakan studi jangka panjang selama enam tahun terhadap 3.000 keluarga, yang akan mengikuti pengalaman sekelompok anak-anak yang sangat muda ketika mereka pertama kali mulai menemukan teknologi digital.

Beberapa penelitiannya adalah untuk mengetahui apa artinya menjadi warga digital bagi anak berusia lima tahun, termasuk masalah privasi.

Studi ini akan dimulai di Australia pada tahun 2021 mendatang.