ABC

72 Sindikat Narkoba Dunia Beroperasi di Indonesia

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal (Pol.) Budi Waseso menyatakan Indonesia merupakan pasar obat terlarang “terbesar di dunia”, dan tahun lalu ada 72 sindikat narkoba internasional yang beroperasi di sini.

Komjen Budi Waseso mengatakan pembunuhan di luar jalur hukum terhadap terduga pelaku narkoba di Filipina telah menyebabkan meningkatnya perdagangan narkoba ke Indonesia.

“Indonesia bahkan merupakan pasar obat terlarang terbesar di dunia, menurut pendapat saya,” kata Jenderal Waseso kepada jurnalis ABC Samantha Hawley.

“Pasar yang ada di Filipina berpindah ke Indonesia, dampak tindakan Presiden Duterte adalah eksodus ke Indonesia, termasuk narkobanya,” tambahnya.

Kepala BNN melunakkan pujiannya atas pemberantasan narkoba secara keras yang dilakukan Presiden Duterte.

“Saya tidak akan mengikuti atau menirunya. Saya bahkan tidak mendukung caranya,” katanya.

Lebih dari 7.000 terduga pelaku narkoba telah dibunuh oleh polisi atau warga di Filipina sejak Presiden Duterte memulai perang terhadap narkoba setelah terpilih menjadi presiden pada Mei tahun lalu.

Philippine President Rodrigo Duterte speaks to the Filipino community in Singapore.
Lebih dari 7.000 terduga pengedar dan pemakai narkoba di Filipina tewas akibat kebijakan keras Presiden Rodrigo Duterte.

AP: Wong Maye-e

Namun dalam sepekan terakhir, muncul perbandingan dengan pendekatan anti-narkoba di Indonesia setelah Presiden Jokowi dan Kapolri Jenderal Tito memerintahkan polisi untuk menembak pelaku narkoba yang melawan saat penangkapan.

“Sudah saya katakan, sudahlah tegasin saja. Terutama pengedar-pengedar narkoba asing yang masuk dan sedikit melawan. Sudah, langsung ditembak saja. Jangan diberi ampun,” kata Presiden Joko Widodo.

“Karena betul-betul kita ini ada pada posisi yang darurat di dalam urusan narkoba,” lanjut dia.

Hukuman mati

Komjen Budi Waseso mengatakan tidak tahu berapa banyak pelaku telah terbunuh tahun ini, namun dia tidak meminta maaf atas mereka yang terbunuh.

“Kami menganggap mereka sebagai pembunuh. Mereka itu pembunuh,” katanya.

Dia juga menyerukan peningkatan penggunaan hukuman mati, meski mengakui hal itu tidak ada dampaknya pada perdagangan narkoba sejak eksekusi dua warga Australia Myuran Sukumaran dan Andrew Chan dan lainnya.

“Anda belum bisa melihat dampaknya karena kita masih ragu dalam menerapkannya (hukuman mati) karena adanya tekanan dari luar negeri,” katanya.

“Kita baru serius menangani kejahatan terkait narkoba baru-baru ini saja,” jelasnya.

Komjen Waseso mengatakan adanya pejabat korup membuat tugasnya menjadi lebih sulit.

“Dalam pengungkapan pencucian uang terkait narkoba, kami menemukan indikasi adanya keterlibatan aparat negara,” katanya.

“Kita berbicara mengenai oknum-oknum nakal dalam hal ini,” tambahnya.

Dia membela idenya mengenai penjara khusus pelaku narkoba di sebuah pulau. Dia menyatakan tidak bercanda saat mengusulkan bahwa penjara itu harus dijaga oleh buaya.

“Buaya adalah salah satu pilihan. Bisa juga piranha atau harimau,” katanya seraya menambahkan usulan ini telah disampaikan langsung ke Presiden.

“Kita tidak bisa memecahkan masalah ini hanya dengan menggunakan metode normal,” tegas Komisaris Jenderal Busi Waseso.

Diterbitkan Rabu 26 Juli 2017 oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News di sini.