ABC

6 Dekade Kisah Bas Wie, Pria Kupang yang Nekat Naik Roda Pesawat ke Darwin

Dari hari-hari awal kedatangannya, beberapa laporan tentang perjalanan Bas Wie ke Australia disebut mirip dengan drama Hollywood. Kini, pria asal Kupang ini telah tinggal di negeri kanguru selama lebih dari separuh abad.

Bertekad untuk keluar dari kemiskinan pada tahun 1946, Bas Wie baru berusia 12 tahun ketika ia merangkak di bawah pesawat DC-3 Belanda di saat pesawat ini terparkir di aspal di bandara Koepang Indonesia, tempat di mana ia bekerja di dapur Bandara.

Ia ditemukan di roda pesawat itu –dalam kondisi tak sadar, terkoyak dan terbakar oleh saluran pembuangan pesawat -ketika mendarat di Darwin tiga jam kemudian.

Saat ia pulih di rumah sakit, cerita mengenai Bas Wie yang dinamai ‘Kupang Kid’ menjadi berita utama global, mengundang berbagai tawaran adopsi dan debat publik tentang apakah penumpang gelap yatim piatu ini harus dideportasi dari Australia.

Berdasarkan kebijakan Australia Putih atau ‘White Australia Policy’, Bas Wie dianggap sebagai "pengunjung asing", tapi ia akhirnya diizinkan untuk tinggal dengan syarat jaminan dari administrator Wilayah Utara Australia, Mick Driver, dan keluarganya.

"Itu adalah simpati. Saya tak punya rumah. Tak ada keluarga," cerita Bas Wie.

Pada hari-hari awal kedatangannya, ia tak bisa berbicara bahasa Inggris dan tak jelas siapa yang mengatur wawancaranya dengan sejumlah majalah.

Salah satu artikel internasional pertama yang mendokumentasikan kehidupan barunya di Australia dengan keluarga Mick Driver adalah edisi 1951 dari majalah People asal Amerika Serikat dan dibaca oleh jutaan orang di seluruh dunia, termasuk remaja pemalu yang sekarang dikenal sebagai Margaret Wie.

"Saya membaca artikel itu ketika masih gadis dan tinggal di Australia Barat tapi saya tak pernah berpikir saya akan bertemu orang ini dan akhirnya menikahinya," ujarnya.

Sorotan media menjadi bagian hidup sehari-hari

Meskipun berlangsung kebijakan Australia Putih, Bas Wie mengatakan, Darwin di akhir 1950-an- "bahkan saat itu" -sungguh multikultural dan beragam, dan pernikahan antar-ras yang mereka jalani diterima secara luas di kota tropis kecil ini.

"Selain itu, Bas begitu terkenal, tak penting siapa yang dia nikahi. Semua orang bahagia untuknya," tutur Margaret.

Saat keluarga mereka mulai bertambah di tahun 60-an dan 70-an, wartawan yang berbeda kadang-kadang mampir untuk wawancara, yang akhirnya melibatkan lima anak Bas Wie dalam foto di ruang tamu rumah mereka di pinggiran kota.

"Itu berjalan cukup normal. Status selebriti ini hanya datang ketika ia melakukan wawancara, jika tidak, kami hanya menjalani kehidupan desa, makan mangga dan merasa panas serta berkeringat," aku Margaret.

Cerita tentang Bas Wie mencapai klimaks pada tahun 1978 karena acara TV Australia ‘This Is Your Life’.

Episode kala itu, yang direkomendasikan kepada pihak penayang oleh sejarawan Peter Spillett, menunjukkan Bas Wie berkomunikasi diam-diam dengan produser menggunakan telepon tetangganya, dan perjalanan Bas Wie ke Sydney untuk memberikan bendera baru Wilayah Utara Australia kepada pemerintah.

"Itu sangat istimewa," kenang Bas Wie.

Kisah Bas Wie bertahan selama beberapa dekade

Keluarga Bas Wie juga sempat kembali ke Kupang untuk reuni dengan kerabat lama yang sempat putus kontak, dan merayakan ulang tahun ke-50 kedatangan Bas Wie ke Darwin. Kedua peristiwa ini diliput oleh media.

"Saya kira itu hanya perkembangan alami dari cerita hidup seseorang selama bertahun-tahun. Semuanya mengalir bersama dan berjalan dengan pas. Ada sebuah foto di sana; acara televisi di sana," kata Margaret.

Belakangan ini, setelah serangan jantung, tiga bypass dan diagnosa Alzheimer’s, Bas Wie tinggal di sebuah desa pensiunan di Darwin, dan wawancara terhadapnya- yang sudah jarang terjadi -difasilitasi melalui istrinya, Margaret.