ABC

1 Juta KPR di Australia Terancam Gagal Bayar Cicilan

Hampir 1 juta kredit pemilikan rumah (KPR) di Australia kemungkinan terancam mengalami kegagalan pembayaran cicilan kredit pada September mendatang.

Hal ini, menurut analis data keuangan independen Martin North, akan terjadi jika empat bank utama menaikkan suku bunga sekecil 0,15 persen selama beberapa bulan ke depan.

“Saya hampir memastikan mereka akan dipaksa untuk menaikkan suku bunganya. Tinggal menunggu waktu,” kata Martin North kepada ABC.

Sebagian besar bank di Australia kini mulai menaikkan suku bunga pinjaman mereka.

Macquarie Bank – tidak masuk empat besar namun memiliki akses pendanaan yang sama – akan menaikkan suku bunga variabel pada skema pinjaman KPR pemilik-penghuni, sebesar 0,06 persentase poin pada Jumat pekan ini.

Pemilik KPR yang hanya melunasi bunga pinjamannya akan dikenakan kenaikan tingkat bunga sebesar 0,10 persen.

Langkah serupa telah ditempuh bank AMP, Bank of Queensland, Suncorp, dan ME Bank.

Yang menjadi pertanyaan yaitu kapan empat bank utama, ANZ, Westpac, CBA dan NAB akan menaikkan suku bunga pinjamannya?

"Saya perkirakan bulan September hal itu akan terjadi, kecuali pasar keuangan internasional berubah cepat," kata North.

“Tekanan meningkat dan akan terus meningkat. Kita akan melihat lagi kenaikan suka bunga bank sentral AS,” jelasnya.

Penyedia KPR terbesar di Australia, Commonwealth Bank (CBA), mengatakan semua bank menghadapi permasalahan yang sama.

Chief economist CBA Michael Blythe menjelaskan adanya tekanan pada sumber pendanaan KPR baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Direktur riset Queensland Investment Corporation, Katrina King, yang dihubungi terpisah sedikit lebih terbuka.

Menurut dia, perbankan menghadapi tekanan dari pemegang saham untuk mempertahankan margin keuntungan mereka.

“Tekanannya ada di sana,” ujar Katrina King.

Namun dia mengatakan sebagian besar pemilik KPR tidak perlu gelisah karena menurutnya kenaikan suku bunga pinjaman akan sangat kecil.

Dengan tekanan yang ada, kata King, perbankan Australia diperkirakan hanya akan meniakkan suku bunganya sebesar 0,15 persen.

Finance data analyst Martin North gestures with his hands as he speaks to Four Corners.
Analis data keuangan Martin North memperingatkan hampir 1 juta KPR kemungkinan akan gagal bayar cicilan.

ABC News

975.000 KPR kini terancam

Namun menurut Martin North, empat banka utama akan meningkatkan suku pada tingkat variabel hipotek standar setidaknya 10 hingga 15 basis poin, atau 0,15 persen, untuk menutupi peningkatan biaya pendanaan.

Perusahaan North, Digital Finance Analytics, melakukan survei terhadap ribuan rumah tangga dan menemukan banyak di antaranya tak punya kemampuan memenuhi peningkatan biaya.

Dia memperingatkan kenaikan suku bunga 0,15 persen akan mendorong sekitar satu juta warga Australia menjadi gagal membayar kredit (default).

“Hari ini 975.000 rumah tangga dengan hipotik pemilik-penghuni di Australia berada di ujung tanduk,” kata North.

“Sekitar 50.000 yang sudah melewati batas dan terlihat seperti mereka bisa gagal.

“Jika naik 0,15 persen, itu akan mencakup sekitar satu juta (KPR),” katanya.

Tetapi analis perbankan Brett Le Mesurier dari Shaw and Partners mengaku kaget dengan angka yang mendekati 1 juta KPR tersebut.

“Jika kebanyakan rumah tangga itu benar-benar di ujung tanduk, mereka akan mengurangi pengeluaran lainnya, bukan gagal bayar atas pinjaman KPR mereka,” katanya.

Contoh KPR 750 ribu dolar

Di Sydney, misalnya, KPR sebesar $ 750.000 (sekitar Rp 7,5 miliar) harus membayar tambahan $ 60 per bulan jika tingkat bunga mereka naik sedikitnya 0,10 persen.

Menurut North, bagi kreditur marginal yang ruang geraknya terbatas dengan segala biaya perawatan anak, biaya BBM, biaya listrik dan lainnya, hal itu akan menyulitkan.

Bank sentral Australia (RBA) menegaskan pihaknya tidak terburu-buru menaikkan suku bunga.

Tetapi perbankan Australia tidak hanya mengikuti langkah bank sentral untuk urusan suku bunga. Mereka bergantung juga pada kenaikan suku bunga di pasar uang lainnya.

Biaya sumber pendanaan di luar negeri, terutama di Amerika, telah meningkat. Begitu pula biaya meminjam uang di dalam Australia.

Hal itu dipicu kebijakan Presiden Trump meminta perusahaan-perusahaan besar AS menarik diri dari investasi di luar negeri, termasuk di Australia, sebagai bagian dari kebijakan pajaknya.

Ketika perusahaan seperti Google dan Microsoft menarik dana dari pasar uang Australia, harga dari sisa dana dan suku bunganya meningkat.

“Jadi jauh lebih mahal bagi bank Australia untuk mendanai dirinya sendiri,” kata King.

Menurut Shane Oliver dari AMP Capital, RBA mungkin terpaksa memangkas suku bunga, bukan hanya untuk meringankan tekanan utang rumah tangga, tetapi juga untuk menjaga agar seluruh perekonomian Australia tetap bertahan.

Dia mengatakan RBA akan bertahan selama mungkin untuk tidak menaikkan suku bunganya.

“Kita tidak akan melihat RBA menaikkan suku bunga sampai tahun 2020,” katanya.

Menurut dia, langkah besar RBA selanjutnya bukanlah menaikkan suku bunga malah sebaliknya menurunkannya.

Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC Australia.