ABC

1 dari 3 LGBTI di Australia Korban Kekerasan oleh Pasangannya

Komisi Kerajaan untuk Kekerasan Keluarga Victoria menyatakan satu dari tiga warga LGBTI di Australia hidup dalam hubungan yang penuh kekerasan.

Dr Philomena Horsley dari Universitas La Trobe menyampaikan kepada komisi kalau hanya ada sedikit layanan kekerasan keluarga yang bisa sejalan dengan kebutuhan masyarakat.
 
Russell, seorang warga Melbourne, mengaku dia terpaksa mengakhiri pernikahannya dan memilih menjadi gay sejak 15 tahun yang lalu.
 
"Saya bertemu dengan pria ini dan akhirnya kami menjalin hubungan,” tuturnya.
 
"Saya kira saya mengalami patah tulang pertama sejak 6 atau 7 bulan setelah berhubungan dengan dan ketika itu hidung saya patah sepulang dari pesta makan malam,”
 
Russell mengaku dia menjalani hubungan yang penuh kekerasan selama 4,5 tahun dan menolak mengungkapkan kepada orang lain tentang kondisi dirumah bersama pasangannya.
 
"Saya menyatakan kepada orang kalau berpisah dan menjadi gay merupakan hal yang benar untuk saya lakukan,”
 
"Dan saya takut ketika saya menceritakan hubungan dengan pasangan gay saya, maka orang akan berkata, ‘lihat, sudah saya kasih tahu kamu seharusnya tidak melakukan hal itu,”
 
"Saya pasti akan merasa seperti harus melakukan pengakuan terbuka untuk kedua kali,”
 
Russell mengaku dia pernah menelpon layanan konseling kekerasan dalam keluarga untuk mendapatkan pertolongan.
 
"Respon mereka kepada saya adalah 'apakah Anda baik-baik saja? ' Oke kalau begitu, yang perlu kamu lakukan adalah minta pasangan Anda untuk menelpon kami’
 
"Saya berpikir jangan-jangan layanan yang ada pada umumnya memang seperti itu dan mereka tidak mengerti dan paham apa yang harus dilakukan,”
 
Peneliti dari Universitas Latrobe, Dr Philomena Horsley memberikan bukti ke komisi kerajaan untuk kekerasan keluarga di Victoria hari ini.
 
Menurutnya situasi yang dialami Russell tidak asing lagi.
 
"Dari riset terbatas yang kami lakukan, baik riset di tingkat negara bagian maupun riset di tingkat nasional, tingkat kekerasan yang terjadi di kalangan pasangan homoseksual tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di kalangan pasangan heteroseksual,”
 
"Jadi satu dari tiga pasangan mengaku kalau mereka memiliki pengalaman menjalani hubungan homoseksual yang penuh dengan kekerasan,”
 
Dr Horsley mengatakan anggota dari komunitas LGBTI terkadang tidak menyadari kalau mereka menjadi korban kekerasan dalam keluarga.
 
"Kami dengan cerita dimana pasangan yang kasar mengatakan kepada pasangannya, ‘oh ini bukan kekerasan, tapi beginilah yang akan terjadi kalau dua orang pria hidup bersama,”
 
"Atau wanita berkata kepada pasangannya 'perempuan tidak bisa kasar, ini hanya bagian dari kondisi hubungan gay dan lesbian,”
 
"Dan tentu saja padahal tidak seperti itu, tapi jika anda melihat dari konteks ketika seluruh masyarakat, pendidik dan semua publikasi dan media hanya berbicara tentang pasangan heteroseksual, maka pasti Anda akan merasa pengalaman Anda bisa disatukan dalam percakapan seperti itu, ”
 
Pemaparan Dr Horsley dihadapan Komisi Kerajaan untuk Kekerasan dalam Keluarga Victoria berhasil menelurkan sejumlah rekomendasi, yaitu pendidikan yang lebih baik mengenai komunitas LGBTI oleh polisi dan jaksa, dan jasa layanan kekerasan dalam keluarga yang lebih inkusif dan juga kampanye,
 
Dr Horsley melanjutkan menurutnya LGBTI tidak hanya menderita kekerasan keluarga di tangan pasangannya.
 
"Salah satu proyek riset kami, kami bertemy dengan Peter , usia 15 tahun dan dia mengatakan saya dikunci di ruangan dan saya disakiti baik fisik maupun mental  dan mereka mengatakan kamu pilih bunuh diri atau kami yang akan membunuh kamu,”
 
"Dan kami juga mendapati cerita dari anak-anak muda lainnya yang mengaku rahangnya pernah patah dan mereka juga dilecehkan secara fisik oleh orang tua mereka atau oleh saudara kandungnya ketika mereka mengetahui dirinya gay atau lesbian atau transgender,”
 
"Dan kami tentu saja tahu dari riset kami kalau ada sejumlah besar anak muda menjadi tunawisma di jalanan di Kota Melbourne hanya karena sikap homophobia, mereka harus meninggalkan rumah karena khawatir dengan keselamatan dirinya atau juga karena diusir oleh keluarganya,