RSJ di Sydney Buka Pelatihan Otak bagi Penderita Penyakit Jiwa
Banyak orang yang mengalami penyakit jiwa seperti Schizophrenia atau bipolar, kesulitan berinteraksi dengan orang lain. Maka, tengah dikembangkan berbagai program untuk memudahkan mereka dalam melakukan hal tersebut.
"Bayangkan, kalau anda mendengar suara-suara yang sebenarnya tak ada. Perhatian anda, konsentrasi anda pun terpengaruh. Ibarat mencoba berbicara dengan seseorang, namun anda masih memakai headphone," jelas psikolog Alana Dobie.
"Salah satu premis dalam penjalinan hubungan adalah benar-benar ada bersama orang lain. Jadi, tak mungkin melakukan itu bila perhatian anda teralih…Bila anda mengalami halusinasi suara, itu akan mempengaruhi hubungan anda. Begitu juga kalau anda merasa paranoid atau dikejar-kejar, itu kemungkinan akan mempengaruhi cara kita memahami situasi sosial," jelasnya.
Dr Melissa Green, profesor Fakultas Psikiatri University of New South Wales, mengatakan bahwa dalam sebuah survei nasional baru mengenai penderita psikosis, masalah terbesar para penderita itu adalah merasa kesepian, terisolasi secara sosial, dan merasa kulaitas hidup mereka tak layak.
Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa kurangnya kemampuan kognitif dalam ingatan dan kemampuan mencurahkan perhatian bisa mempengaruhi kemampuan berfungsi seseorang baik di kehidupan sosial dan di tempat kerja, tambahnya.
"Jadi, kami rasa, dengan cara memperbaiki keahlian-keahlian ini, kita bisa mempengarhi kehidupan sehari-hari mereka yang menderita psikosis," ucap Green.
Makin banyak yang beranggapan bahwa otak bisa berubah dan tumbuh secara fisik, bila keadaan memungkinkan. Berdasarkan ini, dibukalah sebuah pusat pelatihan otak di Program Kesehatan Jiwa St Vincent, Sydney. Koordinatornya adalah Dr Green.
Salah satu pelanggan pusat pelatihan ini adalah Nikita Rhukhankin, yang mengalami psikosis. Menurutnya, yang membantunya berinteraksi dengan orang lain adalah permainan yang memperbaiki kognisi sosial. Ia juga menjalani perawatan dengan mengkonsumsi obat.
"Program ini sudah membantu saya berhubungan kembali dengan ibu saya," katanya, "Dua tahun lalu, kadang-kadang ibu saya mengatakan sesuatu pada saya dan saya menanggapinya berlebihan…dengan melakukan ini, saya jadi tahu cara saya membaca mimiknya, dan tindakannya, dan kata-katanya, dan maksud mereka. Tidak serta merta mengambil kesimpulan."
Yang mengembangkan program di pusat pelatihan otak itu adalah Dr Pamela Marsh dari Macquarie University. Ia membuat itu berdasarkan pengalaman pribadinya merawat Damien, anaknya yang mengalami penyakit mental.
Program yang ia kembangkan bersama So Cog, yaitu program pelatihan interaktif sosial. Di dalamnya termasuk beberapa permainan.
Masih terlalu cepat menilai program pelatihan otak ini.
"Membaca mimik dan ekspresi orang lain menjadi lebih mudah bagi saya," cerita Rhukhanin, "Saya bisa bercanda dan serius, tapi saya jadi lebih bisa membaca situasi."
Marsh mendapat tanggapan baik dari orang-orang lain yang juga merawat mereka yang mengalami penyakit jiwa, dan telah menjalani program pelatihan otaknya.
"Salah satu ibu-ibu berkata pada saya 'anak saya menjalani program saya,' dan ia bercerita bahwa anaknya memeluknya untuk pertama kali sejak mulai sakit," cerita Marsh.