Remaja Sydney Dipenjara Karena Rencanakan Teror Hari Anzac
Seorang remaja di Sydney yang mengatakan akan menyerang dan menteror ‘orang kafir’ ketika berlangsungnya perayaan hari Anzac tahun 2016 telah dijatuhi hukuman 12 tahun penjara.
Remaja yang tidak bisa disebut namanya karena masih di bawah umur dijatuhi hukuman hari Jumat (22/6/2018) lalu.
Kasus ini sebelumnya tidak bisa dilaporkan di media, namun hukuman yang dijatuhkan hakim sekarang boleh dipublikasikan.
Hakim Mahkamah Agung New Sourh Wales Megan Latham menjatuhkan hukuman maksimum 12 tahun penjara, dengan hukuman minimum yang harus dijalaninya adalah 9 tahun.
Remaja tersebut mengaku bersalah bulan Maret tahun 2017 atas satu tuduhan mempersiapkan atau merencanakan tindakan terorisme, tindakan yang bisa dihukum maksimal penjara seumur hidup.
Menurut dokumen yang disampaikan ke pengadilan, Tim Bersama Kontra Terorisme (JCTT) Australia mengetahui keberadaan remaja tersebut bulan Mei 2015 karena dia mencari bahan-bahan mengenai tindak kekerasan karena agama di internet.
“Rumah tersangka diperiksa oleh JCTT, dimana saat itu pelaku memberi tahu kegiatan yang dilakukannya kepada keluarganya untuk pertama kalinya.” kata Hakim Latham.
Remaja ini kemudian dirujuk ke program pengalihan perhatian karena dia berpotensi menjadi radikal, namun hakim mengatakan remaja tersebut tidak hadir karena dia bekerja.
Mengaku setia kepada IS
Pada pertengahan bulan April 2016, remaja tersebut berusaha menggunakan aplikasi pengiriman pesan online menggunakan nama palsu dan mengadakan pembicaraan dengan dua orang yang ternyata adalah polisi yang sedang menyamar.
“Pelaku mengaku kepada dua polisi yang menyamar itu bahwa dia adalah warga Islam Australia yang mendukung IS, dan berencana menyerang ‘orang kafir’ di upacara Hari Anzac, dan perlu bantuan untuk membuat bom dan mendapatkan senjata api.” kata Hakim Latham lagi.
"Dia menyampaikan keinginan untuk belajar membuat bom, keinginan menjadi syuhada, niat menyerang orang kafir dan mau membeli senjata."
Dia ditahan di malam mejelang upacara Hari Anzac tahun 2016.
Ketika polisi memeriksa hpnya, mereka menemukan foto-foto bertalian dengan IS dan video yang menggambarkan pemenggalan kepala dan eksekusi atas nama ektrismisme agama.
Petugas juga menyita tulisan tangan dimana remaja tersebut menyatakan dukungan bagi pemberlakuan Hukum Shariah dan Kekhalifahan.
“Ketika diwawancarai polisi, dengan kehadiran ayahnya tanggal 24 April 2016, pelaku menyatakan bahwa dia marah dengan pemerintah Australia karena keterlibatanya dengan perang di Suriah.” kata Hakim Latham.
Hakim juga mengatakan bahwa remaja tersebut mengatakan kepada polisi bahwa dia melakukan pencarian online mengenai Islamic State (IS) dan mengatakan Hukum Shariah harus juga diterapkan di Australia.
Pengacara remaja tersebut mengatakan pencarian yang dilakukan kliennya ‘bisa disebut merupakan tindakan yang amatir” dan dia juga tidak melakukan tindakan pemantauan terhadap daerah yang akan diserangnya, dan juga tidak memiliki kapasitas melakukan serangan.
Namun Hakim menganggap bahwa rencana itu merupakan hal yang serius.
Hakim juga mengatakan setelah ditahan di penjara remaja tersebut lebih mengerti mengenai apa yang hendak dilakukannya, dan sudah menunjukkan penyesalan mendalam.
Dia akan bisa menjalani pembebasan bersyarat bulan April 2025.