ABC

Profil Manajer Kantor Biro ABC Jakarta

Pada tahun 2002, Sujanti Tjandra mengirim putri satu-satunya ke Amerika Serikat dengan harapan bisa memberinya kehidupan yang lebih baik.

Anak perempuannnya, yang dilahirkan setelah delapan tahun berusaha hamil, ketika itu berusia 14 tahun ketika dari Jakarta ke Los Angeles tanpa orang tuanya.

Kerusuhan tahun 1998 telah meyakinkan Sujanti – atau Yanti, demikian biasa dikenal – dan suaminya bahwa anak perempuan mereka satu-satunya tersebut tidak aman di tanah airnya dan harus tinggal dengan kerabat di AS.

Tidak mengherankan mengingat kerusuhan tahun itu, dan kaum minoritas Tionghoa dan Kristen menjadi sasarannya.

Sebagai orang Kristen Tionghoa, Yanti merasa itu adalah keputusan yang tepat yang dilakukannya saat itu dan juga sampai sekarang.

Walaupun itu bukan keputusan yang mudah baginya waktu itu dan juga sampai sekarang.

Di awal tahun 2000-an, dia tidak tahu kerusuhan apa lagi yang akan terjadi di masa depan – sesuatu yang tidak bisa diprediksi.

Yanti, office manager ABC di Indonesia
Yanti telah bekerja dengan 10 koresponden ABC yang ditugaskan dari Australia di Jakarta.

ABC News: Samantha Hawley

Kerusuhan pada tahun 1998 akhirnya menyebabkan jatuhnya pemerintah Orde Baru Indonesia dan pengunduran diri presiden Soeharto setelah 31 tahun berkuasa.

“Itu masa-masa sulit bagi kami sebagai orang Tionghoa Indonesia. ” kata Yanti.

Banyak warga Kristen Indonesia membuat keputusan untuk mencari suaka di tempat yang jauh.

Melalui keresahan dan ketidakamanan

Yanti bergabung dengan Australian Broadcasting Corporation (ABC) sebagai kepala kantor pada tanggal 19 Februari 1979.

Dia berusia 25 tahun saat itu dan sampai sekarang masih terus bekerja untuk ABC di kantor perwakilan di Jakarta.

Pada akhir tahun 90-an, di saat hidupnya dilanda keresahan dan ketidakpastian, Yanti tidak pernah satu haripun bolos kerja.

Yanti office manager ABC di Indonesia
Yanti bergabung dengan ABC sebagai kepala kantor biro pada 19 Februari 1979

“Saya masih bekerja dengan ABC setiap hari,” katanya sambil tertawa.

“Saya pergi ke kantor setiap hari.”

Di Jakarta, keluarga Yanti merasa terlindungi karena dia tinggal di daerah dimana warganya berbaur termasuk banyak tetangga beragama Islam.

Ini membuat mereka merasa lebih aman, hal yang mungkin tidak akan dirasakan bila mereka tinggal di kawasan yang lebih banyak penduduk Tionghoanya.

Ketika mengingat kembali masa-masa sebelum [kerusuhan 1998], Yanti melihat peran Radio Australia – yang sekarang sudah tidak beroperasi lagi- yang memberikan layanan vital bagi orang Indonesia yang sangat membutuhkan informasi yang tidak memihak dan bebas.

“Kami menerima banyak surat dari pendengarnya,” kata Yanti.

“Saat itu, Radio Australia adalah radio yang paling populer karena pendengarnya di Indonesia mendapatkan berita tentang politik dan segalanya.”

‘ABC itu seperti rumah kedua saya’

Selama hampir empat dasawarsa dengan kantor ABC Jakarta, Yanti telah melihat sekitar 10 koresponden ABC yang ditugaskan dari Australia datang dan pergi.

Selama wawancara kami, Yanti tidaklah tertarik dengan berita apa saja yang pernah dibuat oleh para wartawan ABC selama mereka ditugaskan di Jakarta.

Yanti, office manager ABC di Indonesia
Banyak Tionghoa Indonesia memutuskan untuk mencari suaka pada tahun 1998.

ABC News: Samantha Hawley

Atau berbicara mengenai tugasnya yang kadang harus dilakukan di malam hari, atau di akhir pekan mengatur perjalanan para koresponden tersebut ke berbagai wilayah Indonesia sebagia bagian dari penugasan.

Sebaliknya, refleksi pengalamannya ini jauh lebih bersifat pribadi.

“Ketika saya mendapatkan gaji setiap bulan – pertama [kami sisihkan] untuknya,” kata Yanti sambiil memperlihatkan segepok uang yang masih dikirimnya ke putrinya di AS, yang sekarang bekerja sebagai perawat.

Dari staf Indonesia lainnya di kantor, termasuk produser Ari, Ake dan Chicco.

“Mereka seperti keluarga saya, dan ABC seperti rumah kedua saya.”

Simak beritanya dalam bahasa Inggris disini.