Pelatih AFL Difabel yang Menginspirasi dari PNG
Diagnosis penyakit ‘multiple sclerosis’ yang didapatnya di masa kecil telah menghempaskan kesempatan Jonathan Ila untuk menjadi seorang pemain elit, namun dia baru saja ditunjuk sebagai pelatih nasional tim PNG Flames menjelang penyelenggaraan Piala AFL Internasional.
Jonathan Ila masih ingat ketika dia diberitahu dirinya menderita multiple sclerosis (MS) pada usia tujuh tahun, namun ia tidak memahami sepenuhnya apa artinya.
“Saya tidak tahu penyakit apa yang saya derita, karena pada saat itu saya tidak mengerti apa itu ‘multiple sclerosis,” kenangnya.
Namun keluarganya mengerti betul. Dan malah mereka mendapat pembeeritahuan dari dokter bahwa Jonathan tidak akan bisa bertahan hidup melebihi usia 17 tahun.
Jonathan sekarang berusia 22 tahun.
Dia adalah satu dari sekitar dua juta orang di seluruh dunia yang hidup dengan penyakit MS, penyakit yang mengganggu impuls saraf di dalam otak, sumsum tulang belakang dan saraf optik.
Lahir dari keluarga besar di salah satu keluarga di Papua Nugini, Jonathan menghabiskan masa kecilnya mengikuti ayahnya di seputar permainan Australian Rules Football (sepak bola Australia) dan menonton ibunya bermain olahraga bola jaring (netball), sebuah olahraga yang dimainkannya di tingkat internasional.
Di saudara kandungnya juga akan tumbuh menjadi olahragawan kelas dunia, Jonathan membutuhkan kursi roda untuk menjalani kehidupan sehari-hari.
“Awalnya, saya benar-benar sedih. Saya sangat kecewa karena saya tidak bisa melakukan hal-hal yang bisa dilakukan anak-anak normal lainnya.
“Tapi seiring bertambahnya usia, orang tua saya membantu saya menyesuaikan diri dengan kehidupan saya yang seperti sekarang ini.
"Saya telah menerimanya, ini adalah bagian dari diri saya, ini adalah bagian dari siapa diri saya yang sebenarnya."identias diri saya."
Penerimaan itu memunculkan serangkaian ambisi baru. Jonathan masih berolahraga dalam keterbatasan akibat penyakit MS yang dideritanya dan terlihat ikut menempatkan diri di kursi roda dengan kaki dilipat dalam permainan kriket keluarga di halaman belakang.
Tapi delapan tahun yang lalu, ketika ia berusia 15 tahun, Jonathan memutuskan untuk menyalurkan kecintaan dan pengetahuannya tentang olahraga untuk menjadi pelatih.
Setelah melakukan serangkaian percakapan dengan remaja setempat, dia mengadakan pertemuan keluarga.
“Dia bilang ‘Mum dan Dad, saya perlu berbicara dengan Anda berdua,’ jadi kami menghentikan kegiatan yang sedang kami lakukan dan duduk untuk mendengarkan,” kenang ayahnya, Ken, yang sekarang adalah Presiden AFL di Lae, Propinsi Morobe, Papua Nugini.
Orang tuanya melakukan segala hal yang mungkin untuk mengabulkan permintaannya dan dalam beberapa bulan ini, Jonathan akan memimpin anak-anak di bawah usia 12 tahun dan di bawah 13 tahun menuju ke kejuaraan dibawah tahun pertamanya sebagai pelatih.
“Saya telah sering banyak anak-anak ditelantarkan setiap saat,” katanya.
“Duduk di bangku cadangan, mereka ingin diterjunkan ke lapangan untuk bermain. Mereka ingin punya kesempatan bermain.
“Saya sedih melihat mereka seperti itu, makanya saya mencoba untuk terjun menjadi pelatih.”
Jonathan memang masih memberikan bimbingan kepada altlet junior, tapi selama tiga tahun terakhir dia telah bekerja dengan atlet pria dan wanita senior dan, dengan dukungan Australian Aid and AFL South Pacific, dia baru saja mendapatkan akreditasi pembinaan Level 1-nya.
Pemimpin dengan gaya tutur kata yang lemah lembut telah menjadi bagian integral dalam penciptaan Club AFL Club Sa’lle Dog dan baru saja ditunjuk sebagai pelatih tim wanita nasional PNG, Flames untuk Piala AFL Internasional mendatang.
Ken menggambarkan Jonathan sebagai superstar keluarga.
Pujian yang tinggi memang sudah pasti akan diberikan oleh keluarga yang membawa permainan olahraga bola jaring dan kriket ke dunia internasional ini, tapi pujian juga disampaikan oleh pemain elit AFL.
“Dia sangat inspiratif bagi kita semua,” kata Ken bangga dan sayang.
“Dia dikenal sebagai pelatih hebat disini di Lae.”
Jonathan adalah seorang selebriti lokal dan reputasinya sebagai hakim AFL yang cerdik dikenal di sebagian besar Pasifik dan di kalangan AFL yang terhormat di Australia.
“Tanpa disabilitas yang saya sandang, saya tidak akan bertemu banyak orang luar biasa dalam hidup saya,” kata Jonathan.
“Penyakit saya ini memang memiliki sisi negative-nya, tapi ternyata juga memberi sisi positif sekali dalam hidup saya.
"Jika saya memiliki kesempatan untuk memutar ulang waktu, saya tidak akan mengubah apapun."
Artikel ini dibuat oleh Divisi International Development ABC sebagai bagian dari Kemitraan Olahraga Pacifik atau Pacific Sports Partnerships yang didanai oleh Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia .