ABC

Ngobrol Bersama Najwa Shihab di Sydney: Ramainya Politik dan Medsos

Sebagai pembawa acara TV di Indonesia yang kerapkali mewawancarai tokoh besar, nama Najwa Shihab tak pelak dikenal banyak orang bahkan hingga mancanegara. Tak terkecuali di antara warga Indonesia di Australia. Elida Istiqomah menuliskan pengalamannya bertemu dan mendengarkan cerita Najwa Shihab di Sydney.

Akhir pekan adalah saat di mana saya menghabiskan waktu bersama 3 kawan karib. Tapi akhir pekan saya di tanggal 11 Maret menjadi momen yang cukup istimewa karena saya berkesempatan untuk bertemu dengan jurnalis dan pembawa acara TV kondang, Najwa Shihab, di kampus Universitas Teknologi Sydney (UTS).

Lagi-lagi, momen ini saya habiskan bersama ‘geng’ 3 sekawan, ditambah suami.

Acara hari itu dimulai jam 09:45 pagi tepat. Lucunya, Najwa bercerita kalau sebenarnya dia datang ke Sydney karena menonton konser penyanyi Adele di hari Jumat (10/3/2017) bersama saudara perempuannya.

Dia bersedia hadir di acara ‘Meet and Greet’ dengan warga Indonesia di Sydney karena kebetulan ada anggota PPIA (Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia) yang menghubunginya.

Najwa yang lebih akrab disapa Nana dengan ramah menceritakan pengalamannya menggawangi program ‘Mata Najwa’, yang ia mulai sepulang dari sekolah hukum di Australia.

Najwa saat itu membatin, tawaran ini akan menjadi pekerjaan yang besar dan sangat bergantung pada rating, “kalau pemirsa suka ya lanjut, kalau enggak ya gagal. Soalnya saingannya kan sinetron Turki” katanya sambil melepas gurauan kepada kami yang hadir pagi itu.

Dia juga bercerita soal pengalamannya mewawancarai beberapa tokoh yang cukup berkesan, misalnya wawancara dengan eyang Habibie, Megawati, Anies Baswedan, dan Ahok.

Seperti kita ketahui, tamu yang juga sering diundang ke program Mata Najwa adalah orang yang mengalami diskriminasi atau ketidakadilan hukum, misalnya ibu dari dua pemuda yang meninggal di penjara Sumatera Barat, karena mencuri kotak infaq 35 ribu.

Kedatangan Najwa Sihab ke Sydney awalnya ingin menonton Adele
Kedatangan Najwa Sihab ke Sydney awalnya ingin menonton Adele

Foto: Najwa Sihab

Hari itu, Mbak Nana sepi kritikan dari penonton, tapi ia malah mengkritik masyarakat Indonesia yang maunya pemimpin bersih anti-korupsi, tapi begitu ada calon bupati yang baru keluar dari penjara malah menang Pemilihan Bupati.
“Aneh dan lucu, kan?,” tanyanya kepada 115 penonton di UTS.

Anomali lainnya yang Najwa sebutkan yaitu soal partai politik. Banyak yang tidak suka partai politik sebagai pengusung calon gubernur, karena pasti ada dugaan tawar-menawar antara cagub dan partai itu. “Tapi kalau ada calon gubernur yang mau maju lewat jalur independen malah dipersulit,” celetuknya.

Jujur saja, saya tidak terlalu tahu urusan politik tapi melihat cara Najwa menjelaskannya, ternyata saya -yang berlatar belakang astrofisika -bisa betah juga.

Tak ketinggalan, Najwa juga menceritakan pengalamannya semasa berkuliah pasca sarjana hukum ‘Legal Law Master’ (LLM) di Melbourne berkat beasiswa Australian Leadership Awards (ALA).

Saat itu, dia membawa serta keluarganya, kalau saya tak salah ingat, mereka adalah suami dan sang anak.

Uniknya, Najwa mengaku kalau kuliah LLM itu tidak terlalu susah baginya. Bagi saya, penuturan ini ‘wow banget’ karena menurut cerita teman yang ambil kuliah bidang hukum, kuliah jurusan ini sangat menantang.

Kalau melihat pengalaman saya pribadi, yang sama-sama berkuliah di Aussie dengan ditemani suami, dukungan langsung suami di dekat kita saat berkuliah itu sungguh bermakna.

Tapi tentu saja, saya tidak bisa membandingkan kuliah Najwa di bidang hukum saat itu dengan kuliah yang saya jalani sekarang di bidang astrofisika.

Tapi mudah-mudahan kuliah saya di sini sama-sama selalu menyenangkan seperti pengalaman Najwa.

Lebih dari 100 mahasiswa asal Indonesia hadir untuk bertemu Najwa Sihab
Lebih dari 100 mahasiswa asal Indonesia hadir untuk bertemu Najwa Sihab

Foto: Tommy Ciputra

Obrolan hari itu ditutup dengan dua pertanyaan dari rekan sekampus saya, mahasiswa University of New South Wales (UNSW).

Najwa ditanya soal pernahkah ia mendapat ancaman karena membawakan acara TV yang kritis. Dia menjawab, ancaman itu ada tapi masih bisa ditolerir.

Dan jika dibandingkan dengan ancaman yang dialami wartawan di daerah yang sampai diancam dibunuh, Najwa mengaku ancaman yang diperolehnya tidak sebanding. 

“Kok kesannya saya manja banget, kalau di-bully dikit aja udah ngeluh,” katanya.

Najwa lalu menyebut bullying di medsos sebagai contoh ancaman paling ringan.

Pengalaman lainnya yang dia terima adalah ditelepon, diteror, disomasi. “Disomasi dua kali sama Mahkamah Agung dan Setya Novanto,” kata Mbak Nana. 

Dia lantas ditanya kawan karib saya apakah pernah ketika mewawancarai pejabat, mereka meminta bocoran pertanyaan dulu.

Najwa menjelaskan, biasanya dia dan tim hanya memberi garis besar pertanyaan, tidak spesifik, karena itulah dialog jadi mengalir dan terlihat alami.

Pertanyaan berikutnya soal media tempat ia bekerja, yakni Metro TV. Najwa ditanya apakah pernah stasiun TV ini mengintervensi daftar pertanyaan di acaranya supaya tamu yang hadir terlihat bagus.

“Enggak juga,” jawab Najwa. Dia mengaku tidak mendapat tekanan apapun dari pemangku program Mata Najwa.

Ada satu pelajaran yang saya petik pagi itu. Mengutip kata Mbak Nana ‘Makin lama pemirsa makin cerdas, kalau dulu pembaca kritis hanya bisa nulis surat pembaca, sekarang media sosial menjadi alat baru untuk menyalurkan pendapat.’

Menurutnya, pemirsa seperti itu sangatlah berharga.

*Elida Istiqomah adalah kandidat doktor astrofisika asal Indonesia di Universitas New South Wales (UNSW) di Sydney, Australia.