ABC

Jalan panjang seorang pejuang disablitas

Perjuangan seumur hidup Jacob Baldwin bagi hak penyandang cacat, pertama kali menjadi perhatian publik ketika ia melakukan perjalanan empat tahun keliling Australia dengan kursi rodanya.

Baldwin, yang menderita disablitas sejak lahir ketika sebuah syaraf terputus dalam proses kelahiran, meninggal dunia akibat kanker di tahun 2010 pada usia 59.

Ketika masih hidup ia mengatakan, ia ingin melihat sebuah museum disabilitas didirikan, dan cita-citanya itu kini terwujud, atau paling tidak sebagian.

Kursi rodanya dipamerkan di National Museum of Australia (NMA) di Canberra, bersama benda-benda kenangan lainnya dari perjalanan itu.

Kurator Anthea Gunn mengatakan, pameran itu untuk mengenang Baldwin dan aspirasinya yang menginginkan kisah orang-orang penyandang cacat diakui di sebuah museum.

"Ia dilahirkan dengan cerebral palsy dan ia selalu menyebutkan sebagai suatu pemberian," katanya.

"Ini memberinya kesempatan untuk dapat melayani orang lain."

Baldwin tidak suka menggunakan kata 'disabilitas' dan mengatakan, perjalanannya keliling Australia adalah bagian dari kampanye untuk mendorong orang berfokus pada kemampuan.

Ia menempuh perjalanan lebih dari 16-ribu kilometer dengan kecepatan paling tinggi 8 kilometer per jam. Perjalanan tersebut – dijuluki "The Ability Trek" – berlangsung empat tahun dari 1992 sampai 1996.

"Ia adalah orang Australia pertama yang melakukan itu, dan tidak ada lagi yang melakukannya sejak itu," kata Dr Gunn.

Kursi roda yang sekarang dipamerkan di museum diselimuti debu dan peot-peot yang membuktikan bagaimana beratnya perjalanan itu.

Kursi roda itu dipamerkan bersama sebuah topi yang dikenakan Baldwin selama perjalanan, yang dihiasi dengan beberapa badge dan bulu yang dipungutnya di jalan.

Keluarganya menyumbangkan benda-benda itu kepada museum setelah kematiannya.

Baldwin menjadi aktivis sejak usia muda.

Ia bekerja sebagai penasehat pemerintah mengenai disabilitas ketika ia masih remaja dan belajar hingga meraih beberapa kualifikasi di universitas. Ini membantunya dalam upaya memperoleh hak dan pengakuan yang lebih besar bagi para penyandang cacat.

Ketika masih belajar, teman-temannya sekelas harus mengangkatnya naik-turun tangga untuk masuk ke kelas karena tidak ada akses kursi roda.

Ia kini dianggap sebagai seorang perintis bagi hak-hak kaum penyandang cacat.

"Ia ingin menunjukkan bahwa memiliki disabilitas tidak berarti tidak dapat mencapai sesuatu dalam hidup." kata Dr Gunn.