ABC

Isu pencari suaka: Australia harus libatkan Indonesia

Akademisi dan Anggota Parlemen Indonesia berharap agar pemerintahan baru Australia di bawah Tony Abbott nantinya melibatkan Indonesia dalam mengambil kebijakan terhadap isu pencari suaka.

Anggota Parlemen dari Komisi Pertahanan dan Luar Negeri Indonesia, Tantowi Yahya, mendesak agar kubu Koalisi yang dipimpin oleh Tony Abbott dan telah mengklaim kemenangan pada pemilu akhir pekan lalu dari partai Buruh, agar melibatkan Indonesia terkait kebijakan pencari suaka.

Tantowi Yahya menyampaikan Indonesia yang kerap diabaikan untuk sejumlah isu, kini harus dilibatkan penuh dalam isu pencari suaka oleh pemerintah Australia.

Menurutnya, buat Indonesia isu pencari suaka sangat penting karena Indonesia ikut terkena dampak dari kedatangan ribuan pencari suaka yang menuju Australia.

“Kami tidak ingin negara kami diabaikan dari kesepakatan. Kami harap hal itu jangan terjadi lagi dimasa mendatang,” ujar Yahya.

“Walaupun kami menjadi negara transit, tapi selalu ada kemungkinan pencari suaka menetap dan belajar dikawasan territorial serta menjadi masalah besar,” lanjutnya.

Tantowi Yahya juga mengatakan harus ada pembicaraan lanjutan antar tiga pihak dari negara asal, transit dan tujuan.

“Kami sangat nyaman dengan Kevin Rudd tapi kami harus menghormati pilihan rakyat Australia,” sambungnya.

“Kami berharap Perdana Menteri yang baru melibatkan Indonesia dalam isu ini,” tegas Yahya.

Sementara itu pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia, Evi Fitriani, berpendapat isu pencari suaka juga menjadi isu yang sangat sensitif buat Indonesia.

Dia mengingatkan agar kebijakan yang diambil oleh pemerintahan baru jangan sampai kontra produktif, justru disaat pemimpin koalisi, Tony Abbot, menyatakan Jakarta dan Beijing sebagai poros dan kawasan penting untuk Australia.

“Soal pengungsi ini sangat sensitive. Ngga usah partai liberal, dengan Labour yang pro Asia aja banyak yang  kurang pas dan tidak bisa kita terima,” ujar Fitriani.

Salah satunya adalah saat Australia memilih hendak bekerja sama intensif dengan Malaysia.

“Ketika mereka ingin mem-bypass ASEAN dan Indonesia, lalu ingin bekerja sama dengan Malaysia. Kita kan cukup marah, orang kita yang jadi korban,” nilai Fitriani.

Dia juga mewanti wanti jika Tony Abbott mempraktekkan rencana kebijakannya membeli kapal kapal nelayan dan membayar penduduk Indonesia di wilayah pesisir untuk menginformasikan soal potensi pencari suaka yang hendak menyebrang ke Australia.

“Saya pikir dia tidak paham atas kompleksitas hubungan ini. Indonesia itu sebetulnya victim dan ga mau kelewatan dan merasa terganggu. Kalau sampai dia melakukan intervensi lebih besar kepada masyarakat Indonesia, jelas saja Indonesia bisa marah,” ungkapnya.

Tony Abbot pada putaran kampanye di Darwin dua pekan lalu (23/8), menyatakan kubu koalisi) yang dipimpinnya akan menganggarkan AUS $420 juta untuk mendukung kebijakannya termasuk membayar penduduk Indonesia yang memberikan informasi tentang pencari suaka dan membeli kapal yang akan disewa para pencari suaka.

Dana itu termasuk AUS $20 juta untuk membayar kegiatan “pengawas desa.”

Sementara sekitar 13 negara yang terdiri dari negara asal, transit dan negara tujuan, yakni Australia telah menandatangani Deklarasi Jakarta sebagai upaya penyelesaian isu pencari suaka.

Deklarasi ini disetujui di bawah pemerintahan Kevin Rudd persis tiga pekan sebelum pemilu Australia dan Rudd menyatakan kalah.