Memahami Korban Bullying: Mengungkap Luka Emosional di Baliknya
Kasus bullying di lingkungan pendidikan kian marak terjadi dan menjadi perhatian serius bagi masyarakat. Ironisnya, meskipun berbagai kampanye anti-bullying telah digalakkan, praktik perundungan tetap muncul dalam berbagai bentuk baik verbal, fisik, maupun sosial. Fenomena ini menunjukkan bahwa bullying bukan sekadar masalah perilaku, melainkan juga cerminan dari kurangnya empati dan kegagalan sistem pendidikan dalam memahami dinamika psikologis peserta didik.
Kasus bullying di lingkungan pendidikan masih menjadi persoalan serius yang kerap luput dari penanganan mendalam. Fenomena ini tidak hanya menimbulkan luka fisik dan psikologis, tetapi juga menciptakan pola diam dan ketakutan di antara para korbannya. Banyak korban yang memilih untuk bungkam, bukan karena tidak merasa sakit hati, tetapi karena mereka tidak melihat adanya ruang aman untuk melawan.
Korban bullying sering kali memilih untuk diam. Bukan karena mereka tidak merasa terluka, tetapi karena rasa takut, malu, dan tidak adanya ruang aman untuk bercerita. Sikap bungkam ini kerap disalahartikan sebagai tanda bahwa masalah sudah selesai, padahal di balik keheningan itu tersimpan ledakan emosi yang siap meledak kapan saja. Banyak korban yang akhirnya mengalami stres berkepanjangan, trauma, bahkan gangguan kesehatan mental akibat tekanan yang tidak tersalurkan.
Menurut Prof. Dr. Juneman Abraham, S.Psi., M.Si., Vice Rector Research & Technology Transfer BINUS University, melalui program Jurnal Binusian, tindakan bungkam, agresif, atau bahkan meledak-ledak dari korban bullying merupakan bentuk pertahanan diri yang rasional. Dalam banyak kasus, korban berusaha bertahan dengan cara yang paling mungkin mereka lakukan untuk menjaga diri dari luka yang lebih dalam. Namun, Prof. Juneman juga menegaskan bahwa sebagian korban memilih diam karena menyadari bahwa jika mereka melawan, tidak selalu ada jaminan perlindungan dari lingkungan sekitar.
Sikap bungkam ini sering kali gagal dipahami oleh lingkungan pendidikan. Banyak pendidik, teman sebaya, maupun pihak sekolah yang menilai diamnya korban sebagai bentuk ketidakpedulian atau kelemahan. Padahal, di balik keheningan itu tersimpan beban emosional yang besar dan potensi ledakan perasaan yang bisa muncul dalam berbagai bentuk mulai dari stres, depresi, hingga perilaku agresif yang sulit dijelaskan.
Untuk memahami lebih dalam bagaimana sekolah seharusnya menanggapi dan memahami kondisi psikologis korban bullying, simak pembahasan lengkapnya melalui Jurnal Binusian di Youtube Binus TV bersama Prof. Dr. Juneman Abraham, S.Psi., M.Si.