Cina Laporkan Lebih 6.000 Orang Terinfeksi Brucelliosis

Pekerja di laboratorium di Lanzhuo, provinsi Gansu, Cina melakukan tes screening masinal polypeptida. Sumber foto: DW Indonesia

 

Brucellosis, penyakit bakterial dengan gejala demam tinggi belum lama menginfeksi lebih dari 6.600 orang di Cina. Apakah penyakitnya berbahaya bagi manusia? Atau akan muncul wabah baru?

Lebih dari 6.600 orang di kota Lanzhou, provinsi Gansu di barat laut Cina belum lama ini didiagnosa positif terinfeksi bakteri Brucella. Lebih 55.700 orang menjalani tes Brucellosis. Pemicunya adalah kebocoran aerosol dari pabrik pembuat vaksin ternak akhir tahun 2019 di Lanzhuo. Demikian laporan resmi.

Ketika itu, 200 orang termasuk para mahasiswa peternakan dan profesornya dinyatakan positif terinfeksi Brucellosis. Namun hanya satu yang dilaporkan menunjukkan gejala sakit. Gejala yang muncul pada penderita adalah demam tinggi, nyeri otot dan berkeringat di malam hari.

Mula-mula warga sedikit panik, karena mengira ada serangan gelombang kedua virus corona Sars-Cov-2 yang memicu pandemi Covid-19. Pasalnya orang awam sulit membedakan gejalanya.

Inilah yang memicu kekhawatiran warga terkait besaran atau kegawatan penyakit yang ditakutkan memicu wabah baru. Awal tahun ini, lisensi pabrik pembuat vaksin Brucellosis dicabut. Namun diduga penyakit sudah menyebar luas.

Apa sebenarnya penyakit Brucelliosis?

Penyakit ini sudah dikenal sejak tahun 1850-an saat perang Crimea di Malta. Karena itu para perwira Inggris menjulukinya sebagai penyakit demam Malta. Namun ketika itu tidak ada yang mengetahui penyakitnya dipicu bakteri Brucella.

Sekitar 50 tahun kemudian, Bernhard Bang veteriner dari Denmark menemukan adanya bakteri yang memicu keguguran spontan pada sapi. Tapi saat itu tidak ada yang mengetahui kaitan sebab akibat dengan demam Malta.

Tahun 1905 atau 55 tahun setelah demam Malta merebak, ilmuwan dan pakar arkeologi Malta, Themistocles Zammit mengindentifikasi faktor utama pemicu demam Malta, yakni susu kambing yang tidak dipasteurisasi.

Barulah 60 tahun kemudian, Alice Evans pakar bakteriologi Amerika Serikat bisa melacak pemicu demam Malta, yakni bakteri Brucella. Karena itu penyakitmya disebut Brucellosis.

Cara penularan

Penyakit ini digolongkan sebagai Zoonosis, yakni infeksi yang ditularkan dari hewan kepada manusia. Penularan penyakit Brucellosis biasanya dari hewan ternak lewat kontak langsung atau melalui produk susu atau keju dan daging mentah yang terkontaminasi atau tidak melewati proses pasteurisasi.

Penularan dari manusia ke manusia sangat jarang terjadi. Memang ada laporan menyebutkan beberapa kasus penularan dari ibu menyusui, lewat transfusi darah, cangkok sum-sum tulang belakang atau lewat hubungan seksual.

Penularan juga tidak hanya melewati saluran pencernaan, melainkan bisa melalui jaringan mukosa pada mata, saluran pernafasan atau luka pada kulit.

Penyakit ini mula-mula menyebar luas terutama di kawasan Laut Tengah sehingga julukannya pun beragam, mulai dari demam Malta, demam Siprus, demam Gibraltar hingga demam kambing. Kawasan endemiknya kini selain kawasan Laut Temgah juga mencakup jazirah Arab, Afrika, Asia dan Amerika Tengah serta Amerika Selatan.

Penyakit ini juga ada di Jerman. Karena itu ada regulasi yang mewajibkan ternak sapi dan kambing harus bebas brucellosis. Setiap tahunnya ada sekita 20 hingga 40 kasus Brucellosis di Jerman, terutama dipicu oleh ternak impor atau karena penularan dari hewan liar ke hewan ternak.

Apakah berbahaya bagi manusia?

Masa inkubasi penyakit antara lima sampai 60 hari. Diagnosanya sangat sulit, karena kebanakan kasusnya berlangsung sub-klinis yakni nyaris tanpa gejala atau ringan hingga sedang. Selain itu infeksi Brucella gejalanya juga bisa sangat berbeda-beda.

Ada yang gejalanya mirip influenza, dengan demam, mual-mual dan sakit kepala. Ada juga yang menunjukkan gejala kehilangan nafsu makan, keluhan pada bagian perut dan lambung atau berkeringat banyak di malam hari.

Kasus yang tidak diobati dengan tepat bisa berkembang menjadi sakit kronis. Jika ada dugaan infeksinya, biasanya dilakukan tes darah di laboratorium. Dalam darah bisa dilacak keberadaan antibodi terhadap bakteri bersangkutan.

Standar pengobatan Brucelliosis adalah memberikan kombinasi obat antibiotika. Dalam kasus akut, pengobatan berlangsung antara enam sampai 12 minggu. Sementara dalam kasus kronis, pengobatan bisa berlangsung hingga enam bulan.

Tingkat fatalitas penyakit Brucelliosis adalah sekitar dua persen. Kebanyakan kasus kematian adalah akibat peradangan jaringan dalam jantung. Sekarang ini pemberian antibiotika atau tindakan operatif menurunkan tingkat fatalitas ini.

Apakah ada pencegahannya?

Untuk binatang ternak sudah ada dua macam vaksin anti Brucelliosis. Sementara vaksin untuk manusia belum ada.

Tindakan pencegahan paling mudah di kawasan endemik, adalah dengan menghindari konsumsi susu, keju mentah atau daging mentah. Disarankan minum dan makan produk hewan setelah dimasak atau dipasteurisasi.

Untuk pekerja di sektor peternakan, disarankan melaksanakan tindakan standar higiene, yakni mencuci tangan dengan sabun dan menggunakan desinfektan setelah kontak dengan binatang. Juga baju yang digunakan harus dicuci dan diganti.

Sumber: Hannah Fuchs: DW Indonesia