ABC

Wawancara Dengan Dubes Indonesia di Australia Nadjib R Kesoema

Masa jabatan Dutabesar Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema segera berakhir setelah berada di Canberra selama empat tahun terakhir sejak tahun 2012.

Selama bertugas di Australia, hubungan Indonesia dan Australia mengalami pasang surut, diantaranya dengan masalah penyadapan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono oleh Dinas Intelejen Australia di tahun 2013 dan pelaksanaan hukuman mati terhadap dua warga Australia Andrew Chan dan Myuran Sukumaran di Nusa Kambangan di tahun 2015.

Bagaimana Dubes Nadjib melihat apa yang terjadi dalam hubungan kedua negara selama empat tahun terakhir? Inilah percakapan Dubes Nadjib dengan wartawan ABC Australia Plus Indonesia L. Sastra Wijaya yang dilakukan lewat email.

Sekarang dengan akan meninggalkan tugas sebagai Dubes Indonesia di Australia, bagaimana Pak Nadjib melihat hubungan antar kedua negara saat ini ?

Hubungan bilateral Indonesia dan Australia terus berkembang dengan stabil, kuat dan saling melengkapi, di berbagai sektor yang sangat luas, yakni politik-keamanan, ekonomi-perdagangan dan investasi, sosial budaya dan pendidikan, dan juga di berbagai tingkatan, mulai dari pimpinan negara, pemerintah, parlemen, pebisnis, akademisi hingga masyarakat atau people-to-people.

Di bidang politik-keamanan misalnya, selain memiliki mekanisme pertemuan tahunan tingkat kepala negara dimana Indonesia hanya memiliki kesepakatan untuk pertemuan serupa dengan Singapura dan Malaysia, kedua negara secara teratur juga menyelenggarakan Forum 2+2, yakni mekanisme pertemuan tahunan antara Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan guna membahas aneka isu kerjasama strategis.

Disamping itu, sejak dua tahun lalu, Indonesia dan Australia juga memiliki kerjasama di tingkat Menko Polhukam-Attorney General, yang disebut dengan Indonesia-Australia Ministerial Council on Law and Security.

Sementara di bidang ekonomi, kedua negara kini tengah merampungkan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) yang merupakan sebuah perjanjian kerjasama ekonomi yang lengkap dan menyeluruh, mencakup bidang perdagangan, jasa, industri dan investasi serta pengembangan sumber daya manusia, yang diharapkan dapat semakin mendongkrak potensi hubungan dan kerjasama ekonomi Indonesia dan Australia.

Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini telah menjadi destinasi terfavorit bagi wisatawan Australia. Tahun lalu, jumlah turis Australia ke Indonesia mencapai lebih dari 1.2 juta orang.

Indonesia tercatat juga menjadi tujuan terbesar mahasiswa S-1 Australia penerima program beasiswa New Colombo Plan (NCP) di mana sejak tahun 2014 lalu, ketika NCP diluncurkan, jumlah totalnya hingga kini telah mencapai 3.205 mahasiswa.

Di sisi lain, Australia menjadi tujuan paling favorit mahasiswa/ pelajar Indonesia yang ingin belajar di luar negeri dimana tahun 2016 lalu jumlahnya mencapai lebih dari 19.300 orang.

Dengan semakin banyaknya warga negara Australia yang berkunjung ke Indonesia dan sebaliknya, diharapkan akan semakin meningkat pula saling pengertian dan rasa saling menghormati masyarakat dari kedua negara secara lebih baik.

Dubes Nadjib Riphat Kesoema dalam salah satu acara diplomatik di Canberra
Dubes Nadjib Riphat Kesoema dalam salah satu acara diplomatik di Canberra

Foto: KBRI Canberra

Bagaimana anda membandingkan tugas sebelumnya menjadi Dubes di Belgia dengan menjadi Dubes di Australia? Apakah sebenarnya tugas menjadi Dubes itu sama saja dimanapun di tempatkan ataukah tergantung dimana kita ditempatkan?

Tentu sangat berbeda penugasan saya ketika menjadi Dubes untuk Uni Eropa, Belgia serta Luxemburg dibandingkan dengan di Australia, baik dari segi tantangan, prioritas maupun dinamikanya.

Uni Eropa adalah kawasan yang jauh dari Indonesia dan fokus saya disana adalah bagaimana meningkatkan kerjasama ekonomi dan perdagangan, mempromosikan TTI (Trade, Tourism and Investment) termasuk bagaimana memperluas akses pasar produk-produk ekspor Indonesia di seluruh negara-negara anggota Uni Eropa yang saat itu berjumlah 27 negara, serta mendongkrak arus investasi mereka ke Indonesia.

Sementara, kehadiran saya sebagai Dubes Indonesia di Australia, salah satu negara tetangga sesama anggota G-20, penuh dinamika, tantangan dan prioritasnya sangat beragam dan kompleks.

Kepentingan nasional kedua negara dalam dinamika hubungan bilateral sangat luas dan mendalam.

Kita tidak hanya menangani persoalan TTI, namun tentang kerjasama strategi pertahanan, militer, hukum, politik, budaya, pendidikan, dan bahasa serta aneka masalah perlindungan warga.

Meski dari sisi geografis, jarak kedua negara cukup dekat, namun memiliki perbedaan latar belakang sejarah, bahasa, budaya hingga sistem politik.

Hal ini pun menambah ‘kaya’ dinamika hubungan kita. Kedua negara juga memiliki kepentingan nasional yang berbeda meski sama-sama mempunyai banyak kepentingan bersama, baik di tingkat bilateral, regional maupun internasional.

Dinamika tersebut membuat kedua negara memiliki kematangan dalam menjalin kerjasama. Kuncinya adalah kedua negara harus terus memprioritaskan dialog secara konstruktif di semua lapisan, mulai dari pemerintah, parlemen, pebisnis, hingga media.

Salah satu ‘ketegangan’ antara Indonesia dan Australia selama anda bertugas di Canberra adalah ketika eksekusi terhadap Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, dimana Bapak sempat dipanggil pulang selama beberapa bulan. Bagaimana anda melihat hal tersebut? Apakah memang itu harus terjadi?

Perlu saya sedikit koreksi bahwa pemanggilan pulang saya ke Jakarta untuk melakukan konsultasi dengan Presiden RI adalah ketika terjadi peristiwa penyadapan pada tahun 2013, dan bukan karena kasus hukuman mati terhadap gembong narkoba.

(Dubes Nadjib dipanggil pulang ke Indonesia antara bulan November 2013 sampai Juni 2014 sedangkan dalam kasus eksekusi terhadap Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, Australia memanggil pulang Dubesnya di Indonesia Paul Grigson selama beberapa bulan).

Kita musti melihat peristiwa eksekusi terhadap dua WN Australia tersebut secara jernih dan menyadari bahwa Indonesia dalam situasi darurat narkoba dimana rata-rata per harinya 40- 50 anak muda kita meninggal akibat perbuatan para gembong dan penyelundup narkoba dan kini terdapat lebih dari 4 juta pengguna narkoba di semua tingkatan umur di seluruh penjuru tanah air kita.

Untuk itu, ketegasan Pemerintah Indonesia dalam menegakkan ‘law enforcement’ terhadap siapa pun, termasuk WN asing, sangat diperlukan guna mengatasi ancaman narkoba yang sangat berbahaya tersebut.

Hal inilah yang saya sampaikan kepada khayalak luas dan media di Australia usai eksekusi tersebut demi meredakan situasi saat itu.

Generasi muda Indonesia harus diselamatkan dari bahaya narkoba, baik ancaman dari dalam maupun luar.

Setiap negara pasti tidak akan mau mempertaruhkan generasi mudanya yang merupakan tulang punggung pembangunan nasional, rusak akibat narkoba.

Sebagai tempat tugas, bagaimana anda melihat Canberra, sebuah ibukota yang luas wilayahnya kecil? Apakah tidak merasa ‘sesak’ karena yang ditemui biasanya adalah ‘orang-orang’ itu saja?

Wilayah kerja saya bukan hanya sebatas di Canberra, melainkan di seluruh negara bagian di Australia, seperti New South Wales, Victoria, Queensland, West Australia, Tasmania hingga Northern Territory. Meski di Kota Canberra sekali pun, saya hampir tidak pernah merasa kesepian atau ‘sesak’, karena luasnya networking yang saya bangun selama ini.

Terlebih lagi, isu yang saya tangani juga sangat beragam, mulai dari polhukam, ekonomi hingga pendidikan maupun perlindungan masyarakat. Hal lain yang membuat saya merasa betah di kota ini adalah kompak dan kreatifnya masyarakat Indonesia mengadakan berbagai kegiatan yang sangat menyenangkan.

Panorama kota Canberra yang sangat indah, tidak macet, banyaknya tempat rekreasi alam dan wahana memperkaya pengetahuan dan batin kita seperti museum, galeri seni, tempat jogging, dan memancing adalah sebagian faktor menarik yang membuat orang-orang yang tinggal di Canberra, termasuk saya dan keluarga. merasa tidak dilanda kebosanan selama ini. Malah sangat kerasan.

AIA WINTER DINNER
Dubes RI untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema mengatakan tekanan demografis tahun 2030 akan membuat Indonesia dan Australia semakin saling membutuhkan satu sama lain dan harus memperkuat kerjasama bilateral.

(Dokumentasi KBRI Canberra)

Menurut Bapak, kepuasan terbesar apa yang terasa sebagai Dubes di Australia selama empat tahun terakhir?

Kepuasan terbesar seorang Dubes RI beserta seluruh staf KBRI Canberra dan Perwakilan diplomatik (Konsulat Jenderal dan Konsulat) Indonesia di Australia adalah saat hasil kerja kami mendapatkan pengakuan, bukan hanya dari Pemerintah Indonesia dan Australia, namun juga dari masyarakat luas. Siapa pun mengakui bahwa Australia merupakan salah satu pos diplomatik paling penting dan strategis bagi Indonesia mengingat tingginya dinamika hubungan kedua negara. Komitmen dan tekad kedua negara untuk selalu mengedepankan dialog, kemitraan dan kerjasama merupakan yang terpenting untuk memuluskan jalan menuju masa depan bersama.

Kita harus melihat proyeksi kerjasama dan hubungan bilateral Indonesia dan Australia, dalam perspektif jangka pendek dan panjang. Banyak faktor yang yang menjadi alasan mengapa kedua negara harus mempererat kemitraan strategis. Kita adalah dua negara yang sama-sama menjunjung demokrasi, kebebasan berpendapat, pluralisme dan perekonomian yang terbuka. Kita berdua pun negara yang multikultur.

Untuk itu, kedua negara musti membangun hubungan yang kuat dan tidak mudah retak. Salah satunya, melalui dialog yang konstruktif, melalui pendirian pusat-pusat studi Australia di universitas di Indonesia dan sebaliknya, mengembangkan secara agresif kelas-kelas Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah dan universitas di Australia, serta meningkatkan kemudahan pertukaran pemuda. Tingkat pemahaman yang baik di semua lini masyarakat kedua negara akan meningkatkan toleransi dan rasa saling menghormati secara tulus dan bukan ‘lip service’.

Yang tidak kalah pentingnya adalah Indonesia dan Australia harus bekerjasama memperkuat institusi-institusi kawasan guna menciptakan stabilitas, keamanan dan perdamaian di kawasan, seperti di fora ASEAN, East Asia Summit, APEC dan G-20.

Dari pengalaman selama ini, kunjungan ke daerah mana di Australia yang paling berkesan? dan mengapa?

Meski semua kota maupun daerah di Australia yang pernah saya kunjungi umumnya indah dan tertata rapi, namun saya paling suka dengan Kota Brisbane dan Melbourne. Brisbane dan Melbourne memiliki keunikan tersendiri.

Cuaca di Brisbane yang relatif selalu panas, mungkin terbaik di Australia. Ketika musim panas, cuacanya akan panas namun tidak terlalu terik dan saat musim dingin, kita masih dapat menikmati aktivitas di luar tanpa harus mengenakan pakaian berlapis.

Brisbane menawarkan semuanya: Kota metropolitan, pemandangan pegunungan, sungai yang indah hingga berada diantara pantai terkenal di Australia: Gold Coast dan Sunshine Coast.

Sedangkan Kota Melbourne sangat menarik karena kota yang sangat unik dimana dalam satu hari ada empat musim sekaligus.

Meski menjadi kota besar dan memiliki kekhasan yang sangat kuat sebagai kota negara Barat yang penuh ornamen dan gedung-gedung tua yang bersejarah, namun jarang macet.

Kota Melbourne menurut saya adalah kota di Australia yang mampu mempertahankan wibawanya sebagai kota yang bernuansa arsitektur Eropa.

Melbourne juga menawarkan banyak galeri kesenian dan museum. Tak heran jika Melbourne selalu menjadi salah satu kota terindah dan paling layak dihuni dibanding kota lain di dunia.

Dari pengalaman selama ini, pertemuan dengan masyarakat mana yang paling berkesan dan mengapa?

Hampir semua pertemuan dengan masyarakat Indonesia, baik dengan diaspora, sesepuh, mahasiswa/pelajar hingga kalangan professional, di berbagai kota di Australia yang pernah saya lakukan selama empat tahun terakhir ini, memiliki kesan dan pengalaman yang mengesankan.

Saya selalu antusias bertemu dengan mereka sebagai bagian dari upaya saya untuk lebih mendekatkan saya dengan mereka dan menjalin komunikasi dua arah, yakni meminta masukan mereka sekaligus memberikan pesan-pesan Pemerintah Indonesia guna terus memupuk semangat kebangsaan dengan masyarakat.

Mereka, Warga Negara Indonesia (WNI) di Australia, merupakan salah satu aset terbesar dan terpenting bagi diplomasi Indonesia.

Saya bangga sekali dengan masyarakat Indonesia karena telah menjadi duta bangsa yang berhasil membawa nama baik bangsa ditengah kehidupan multikultural Australia.

Di mana-mana, saya selalu mendapatkan apresiasi dari berbagai kalangan pemerintah, pebisnis dan akademia Australia bahwa citra yang melekat kuat dari warga Indonesia di Australia adalah orang yang taat terhadap hukum, pekerja keras dan tidak macam-macam, mudah melebur dengan masyarakat setempat dan menjadi contoh dari pluralisme.

Hal ini selaras dengan semangat kemajemukan masyarakat Australia.

(Dubes Nadjib Riphat Kesoema akan mengadakan perpisahan dengan warga Indonesia di KJRI Melbourne hari Jumat (20/1/2017) dan mengadakan perpisahan dengan masyarakat dan korps diplomatik di Canberra hari Selasa (31/1/2017).