ABC

Restoran Indonesia di Australia Tetap Berusaha Pertahankan Pegawainya

Untuk menekan jumlah penularan virus corona, Pemerintah Australia meminta agar seluruh restoran dan kafe menghentikan layanan makan di tempat. Tapi mereka masih boleh buka dengan menawarkan layanan ‘takeaway’ atau ‘delivery’.

Bagi pemilik bisnis kuliner asal Indonesia di Australia, larangan ini tentu mempengaruhi cara mereka menjalankan bisnisnya.

Seperti yang dilakukan oleh Tiong Djin Siauw, pemilik restoran Tosaria di Melbourne, yang sudah berdiri selama delapan tahun.

“Paling berat tentunya uang masuk ambruk, berkurang sekali,” kata Djin kepada Natasya Salim dari ABC News.

“Yang penting lainnya juga [ketersediaan] bahan makanan yang bisa kita peroleh mulai ada masalah,” tambahnya.

DJIN SIAUW
Mendengar kebijakan Pemerintah Australia terkait COVID-19, Djin Siauw mengalihkan bisnisnya dengan membuka rantangan.

Supplied

Djin juga merasa sulit jika harus melepas para pegawainya yang sudah lama kerja.

Tapi Djin langsung melakukan perubahan setelah mendengar peraturan tersebut akhir pekan lalu (17/03).

“Begitu diumumkan hari Minggu malam bahwa kami tidak bisa beroperasi, hari Senin kami sudah siapkan menu-menu rantangan,” katanya.

Ia mengaku dengan cepat memotong jumlah menu yang ditawarkan.

Hampir seminggu sejak peraturan tersebut berlaku, Djin mengaku jika pelanggannya turun dengan banyak.

Tapi ia masih merasa beruntung karena paling tidak masih mendapat penghasilan dari pelanggan setianya yang melakukan ‘takeaway’ dan mulai memesan rantangan.

MAKANAN DJIN SIAUW
Akibat peraturan lebih ketat soal menjalankan restoran, Tosaria di Melbourne tak lagi layani makan di tempat.

Supplied

Tantangan menjaga kualitas makanan

Penurunan pendapatan juga dialami oleh Harjo, pemilik sekaligus koki dari restoran Medan Ciak di pusat kota Sydney.

Sebelum pemerintah mengeluarkan peraturan baru, mayoritas pelanggannya adalah makan di tempat.

“Sebelumnya yang dine-in lebih banyak, jumlahnya 80 persen. Sedangkan yang takeaway adalah 20 persen,” kata Harjo.

“Pelanggan kami lebih suka dine-in karena makanannya lebih fresh karena bukan pre-cook,” tambahnya, yang mengaku pendapatannya sudah turun 80 persen.

Harjo Medan Ciak

Tetapi dengan diberlakukannya aturan baru, Harjo malah mengaku terdorong untuk mencari cara agar kualitas makanan yang ia jual tidak turun, meski menggunakan sistem ‘delivery’.

“Tantangan sangat banyak, misalnya kami harus memikirkan kualitas makanan. Jadi tidak semua daerah bisa ada delivery,” kata dia dalam wawancara via telepon dengan ABC.

Ia mengaku harus melihat berapa lama jarak yang dibutuhkan untuk mengirimkan makanan.

“Kualitas makanannya yang saya pikirkan. Takut kalau terlalu lama nanti kondisinya not nice.”

Usaha mempertahankan karyawan

Walau mengalami penurunan pendapatan, Harjo yang sudah menjalankan restoran Medan Ciak selama tiga setengah tahun berusaha sekuat tenaga untuk tidak memberhentikan karyawannya.

Ia memiliki sekitar 15 orang pegawai di restorannya.

“Yang penting sekarang misi saya adalah agar karyawan tetap bisa bekerja sehingga minimal bisa bayar sewa … paling tidak sudah terbantu dalam satu hal,” katanya.

Tak hanya itu ia juga memperbolehkan pegawainya untuk makan di restorannya, sebagai upaya meringankan beban pegawainya.

Tapi mereka bekerja dengan jadwal yang terbatas, karena menurut Harjo pembagian jadwal harus dibagi satu sama lain, berdasarkan keputusan bersama.

Kepedulian terhadap para karyawan juga ditunjukkan oleh Alicia Meinar Martino, pemilik dan koki restoran Sendok Garpu di Brisbane, Australia.

ALICIA SENDOK GARPU
Alicia Meinar Martino, pemilik restoran Sendok Garpu di Brisbane mengalihkan tugas pegawainya, seperti ikut membantu pemasaran online.

Supplied

“Kami tetap memikirkan bagaimana caranya agar staff selalu kerja. Mereka berkurang jam kerjanya, tapi sampai hari ini kami tidak merumahkan mereka,” kata Alicia.

Untuk mewujudkan hal tersebut, ia mengatur agar karyawannya beralih tugas sesuai kemampuan dan keahlian masing-masing, di saat restoran hanya bisa mengandalkan ‘takeaway’ dan ‘delivery’.

“Kepada floor staff saya yang bisa media sosial dan adalah sarjana Komunikasi Pemasaran saya bilang, ‘sekarang kita tidak butuh ‘waitress’, tapi butuh ‘social media advertising’, jadi kamu sambil mencatat pesanan sambil mengurus itu [media sosial].”

Pentingnya dukungan komunitas

Makanan Sendok Garpu
Restoran Sendok Garpu di Brisbane kini memfokuskan strategi pemasarannya lewat online, seperti jejaring sosial.

Supplied

Menurut Alicia, untuk memaksimalkan pendapatan di saat restoran menjalankan bisnis dengan terbatas, yang perlu dilakukan adalah meningkatkan ‘online presence’ atau promosi secara online, selain jenis pemasaran lainnya.

“Kami sekarang masih menerapkan free delivery. Dan untuk pick up [atau ambil makanan di restoran] kami berikan diskon 10 persen,” katanya.

Alicia memperkirakan kondisi seperti ini “akan lama” dilalui oleh pelaku industri kuliner di Australia, karenanya sangat penting untuk memberitahu orang sebanyak-banyaknya soal layanan ‘takeaway’ atau ‘pick up’ dan ‘delivery’.

“Kami harus benar-benar mengubah dari mengharapkan pelanggan untuk datang dan mulai investasi untuk pemasaran di Facebook.”

Sebagai seorang pemilik restoran yang sudah berdiri enam tahun, Alicia merasa harus melakukan usaha lebih banyak untuk meraih pendapatan di tengah pandemik COVID-19.

Namun menurutnya, dukungan dari komunitas juga tidak kalah pentingnya.

“Dengan kejadian ini, pelanggan Indonesia yang di Brisbane juga sangat mendukung. Tiba-tiba ingin takeaway walaupun saya tahu mereka bisa masak sendiri,” katanya.

Layanan delivery ‘sangat membantu’

Jennifer Fong 2
Sebagai ibu yang bekerja di rumah, Jennifer merasa terbantu dengan adanya layanan 'delivery' dari restoran Indonesia.

Supplied

Sejumlah warga Indonesia menyambut layanan baru, seperti ‘delivery’ yang kini ditawarkan oleh semakin banyak restoran-restoran di Australia.

Jennifer Fong adalah salah satu anggota komunitas Indonesia di Sydney yang menggunakan layanan ‘delivery’ dari restoran Medan Ciak.

Sebagai seorang agen migrasi yang harus bekerja dari rumah, Jennifer merasa bertanggungjawab untuk memastikan agar selalu ada makanan untuk suami dan anaknya di rumah.

“Kemarin kebetulan Medan Ciak ada delivery ke daerah kami dan ini adalah berita yang sangat baik,” kata Jennifer.

“Kami sudah bosan dengan spaghetti bolognese instan,” ujarnya yang mengaku sudah memesan nasi padang, nasi dan bihun goreng, serta lontong sayur.

Keluhan dari banyak pemilik restoran

Sebagai pemilik dari restoran yang juga masih bertahan, Djin mengerti jika Pemerintah Australia tidak punya pilihan lain, selain memberlakukan peraturan sementara untuk menutup layanan makan di tempat bagi restoran atau kafe, saat memerangi penyebaran virus corona.

Sebagai warga yang tingal di Australia, Djin mengaku “harus mendukung” kebijakan ini, meski dampaknya akan sangat terasa bagi kegiatan usahanya.

Tapi, Harjo merasa rencana Pemerintah Australia ini kurang matang, karena kurang jelasnya prosedur untuk mengakses stimulus ekonomi bagi usaha kecil dan menengah.

Ia juga berpendapat jika Pemerintah Australia tidak melakukan antisipasi bagi semua kalangan bisnis.

“Jadi seharusnya ketika mereka mengeluarkan kebijakan ini langsung memikirkan mereka yang terdampak, dapat subsidi atau tidak, tahu kira-kira arahannya bagaimana, sehingga orang-orang tidak takut.”

“Ini yang hampir semua yang pemilik restoran keluhkan.”

Sebagai bentuk antisipasi menekan jumlah kasus COVID-19, Pemerintah Australia telah mengeluarkan kebijakan ekonomi untuk membantu warganya.

Informasi mengenai bantuan bagi bisnis kecil di tengah mewabahnya virus corona dapat diakses melalui website resmi Pemerintah Australia.

Simak berita lainnya di ABC Indonesia dan ikuti kami di Facebook dan Twitter.