ABC

Pengungsi Etnis Karen Thailand Ikut Kursus Orientasi Kebudayaan dari Pemerintah Australia

Para pengungsi belajar berjabat tangan, memperkenalkan diri dalam Bahasa Inggris, membilas toilet dan menyeberang jalan sebagai bagian dari program orientasi kebudayaan dari Pemerintah Australia.

Ko Aung tidak tahu sama sekali siapa itu Don Bradman atau bahkan Malcolm Turnbull.
Tapi kemudian, kebanyakan warga Australia akan kesulitan untuk menyebutkan nama Presiden Myanmar – bukan, itu bukan Aung San Suu Kyi – atau legenda pemain nasional sepak takraw Myanmar.
Apa yang diketahui oleh pengungsi berusia 45 tahun itu tentang Australia hanya negara itu menawarkan sebuah awal baru bagi keluarganya, setelah 15 tahun menunggu dimukimkan kembali.
“Disini di kamp pengungsian segala sesuatunya serba ketat, tapi di Australia anak-anak saya bisa mendapatkan pendidikan,” kata Ko, yang memiiki tiga anak perempuan dan seorang anak laki-laki.

Ko Aung
Ko Aung mengaku anak-anaknya sangat bahagia akan pergi ke Australia.

ABC News: Liam Cochrane

Dia merupakan salah satu peserta terbaru dari Program Orientasi Kebudayaan Australia (AUSCO) – kursus singkat selama 5 hari ini mengajarkan apa yang akan dijumpai oleh para pengungsi di rumah baru mereka.
“Saya tahu kami harus mempelajari Bahasa Inggris dan memahami Undang-undang Australia sehingga kami bisa berintegrasi dengan masyarakat Australia,” kata Ko, yang akan segera berangkat menuju ke Kota Melbourne.
Kelompok pengungsi dari etnis Karen ini melarikan diri dari konflik berkepanjangan antara pemberontak dan militer, melarikan diri dari kamp pengungsi besar di dekat perbatasan Thailand – Myanmar.
Cherry telah berada di kamp pengungsi Mae La selama 20 tahun.

Australia negara utama pemukiman kembali pengungsi

Pemerintah memberikan akses langka pada ABC terhadap program AUSCO ini untuk menunjukkan sisi yang lebih lembut dari kebijakan imigrasi Australia yang ketat.
“Ini merupakan dividen dari kebijakan perlindungan perbatasan Australia yang kuat, kita bisa masuk ke kamp dan membawa beberapa orang yang paling putus asa dan rentan,” kata Asisten Menteri Urusan Sosial dan Multikultural, Zed Seselja.
“Ini adalah orang-orang yang tidak pernah mendapatkan dana dan sumber daya untuk naik kapal dan tiba-tiba saja mereka menjejakan kaki di Australia.”
Mae La adalah satu dari sembilan kamp pengungsi yang terdapat di sepanjang perbatasan Thailand-Myanmar, yang menyediakan tempat berlindung bagi sekitar 100.000 orang.

Cherry
Cherry, pengungsi asal etnis Karen, pejalan kaki menyeberang jalan dan eskalator akan menjadi pengalaman baru baginya.

ABC News: Liam Cochrane

Banyak anak di sana tidak mengenal kehidupan lain selain makanan jatah, gubuk yang terbuat dari kayu dan dedaunan, dan risiko kebakaran yang terus-menerus menyapu kamp mereka.
Anak-anak tersebut mendapat pendidikan dasar, tapi pengungsi tidak bisa bekerja di Thailand, jadi prospek kehidupan mereka suram.
Tahun ini, Australia akan mengambil 1.050 pengungsi dari kamp-kamp pengungsi di Thailand dan memberi mereka sebuah rumah, kesejahteraan dan pendidikan di Australia.
Program orientasi budaya ini hanya mencakup hal-hal mendasar – seperti kapan harus berjabat tangan, bagaimana mengenalkan diri Anda dalam bahasa Inggris, dan peringatan mengenai rumah dari bata, menyiram toilet, dan simbol pria kecil berwarna hijau di lamp setopan yang memberitahu anda kapan harus menyeberang jalan.
“Australia adalah negara utama untuk pemukiman kembali secara global,” kata Dana Graber Ladek, Kepala Misi di Thailand untuk Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM).
“Pemukiman kembali pengungsi ini terutama semakin sulit dengan meningkatnya retorika anti-imigran dan anti-pengungsi yang kita lihat dibanyak negara, jadi sangat penting bagi negara-negara seperti Australia untuk bersedia membuka pintu mereka.”

Para pengungsi dengan sertifikat pelatihan mereka
Para pengungsi etnis Karen berpose dengan sertifikat mereka usai mengikuti program orientasi kebudayaan Australia.

ABC News: Liam Cochrane

‘Saya ingin pergi ke pantai’

Tahun ini, Australia akan menerima 13.750 orang pengungsi dan mereka tidak termasuk dalam 12.000 orang pengungsi asal Suriah yang ditawarkan pemukiman kembali darurat selamat 2 tahun terakhir.
Asisten Menteri Urusan Sosial dan Multikultural, Zed Seselja memahami ada kritik terhadap kebijakan imigrasi partainya, tapi berkeras kalau Australia merupakan salah satu tempat perlindungan yang baik hati bagi para pengungsi di dunia – bersaing dengan Kanada setiap tahun untuk tempat pemukiman kembali terbaik.

Khin Nin Ye
Khin Nin Ye, 16, mengatakan dia akan merindukan teman-temannya di kamp pengungsi Mae La.

ABC News: Liam Cochrane

Bagi Khin Nin Ye yang berusia 16 tahun, kamp Mae La telah menjadi rumahnya selama satu dekade, jadi meninggalkannya akan menjadi hal yang sulit.
“Teman-teman saya berkata, ‘Anda akan melupakan kami seperti yang lainnya yang telah meninggalkan tempat itu sebelumnya’, tapi saya katakan kepada mereka bahwa saya akan selalu mengingatnya,” kata Khin.
Mimpi remaja ini suatu hari bisa menjadi dokter, sesuatu yang tidak mungkin dilakukan jika dia tetap tinggal di kamp pengungsian.
Tapi pertama-tama dia ingin mengenal Tasmania.
“Saya ingin pergi ke pantai … Saya pernah melihatnya di video dan terlihat sangat bagus,” katanya sambil menyeringai lebar.
Belajar berenang hanya salah satu dari banyak keterampilan yang perlu dipelajari untuk kehidupan barunya.

Pengungsi etnis Karen
Program orientasi kebudayaan hanya mencakup hal-hal yang sangat dasar saja.

ABC News: Liam Cochrane