ABC

Nilai Industri Budidaya Buaya di Australia Utara Setara Rp1 Triliun

Industri budidaya buaya di Northern Territory (NT) atau Australia Utara bernilai lebih dari $100 juta atau setara Rp1 triliun lebih. Angka ini lebih besar 4 kali lipat dari perkiraan sebelumnya. Demikian temuan dari sebuah laporan terbaru yang didanai oleh Pemerintah negara bagian Northern Territory (NT).

Kepala Menteri NT, Michael Gunner, mengatakan, laporan Ernst and Young, yang juga didanai oleh Asosiasi Peternak Buaya NT, itu memperkuat rencana Pemerintah untuk meningkatkan investasinya pada penduduk Aborijin di komunitas terpencil.
Pemerintah mengatakan bahwa laporan tersebut menemukan, keseluruhan nilai dari pariwisata dan ritel terkait peternakan, pengumpulan telur di komunitas terpencil, dan layanan kehewanan sepanjang tahun 2014-2015 adalah sebesar $106,7 juta (atau setara Rp 1, 06 triliun).
Diperkirakan sebelumnya nilai tersebut hanya sebesar $25 juta atau setara Rp266 miliar per tahun.
Michael Gunner membantah jumlah tersebut digelembungkan, dan mengatakan bahwa ini merupakan laporan yang “sangat kredibel” yang memungkinkan Pemerintah untuk mengupayakan yang terbaik untuk sektor bisnis NT yang satu ini.

Kulit buaya yang diproduksi di NT
Perancang mode asal Perancis dan Italia menginginkan kulit buaya berkualitas tinggi.

Marty McCarthy

Dia mencatat bahwa nilai pariwisata yang terkait dengan buaya “di atas perkiraan” dari nilai yang ada pada industri pertanian.
Laporan tersebut juga menemukan bahwa industri itu mampu menghasilkan 264 pekerjaan penuh waktu di NT, 19 di antaranya berada di komunitas terpencil.
Michael Gunner mengatakan bahwa laporan tersebut “menjelaskan investasi” yang dibuat oleh Pemerintah NT dengan penduduk asli, dengan sekitar $ 4 juta akan diinvestasikan melalui hibah modal.
“Ini adalah penggunaan uang pembayar pajak yang sangat berharga dimana penduduk asli mampu menghasilkan nilai dari wilayah itu, menghormati wilayah itu, mereka tahu apa yang mereka lakukan di luar sana dan mereka merupakan bagian berharga dari industri buaya kami,” katanya.
Dia menunjuk sebuah percobaan yang berhasil diujicobakan di Komunitas Aborijin Ramingining di ujung utara sejak tahun 2014, di mana penjaga hutan dan penduduk lokal memanen telur dari sarang buaya liar dan kemudian membesarkan buaya-buaya tersebut sekitar setahun sebelum menjualnya ke peternakan di sekitar Darwin.
“Ini adalah model industri yang sangat layak dengan menggunakan bakat dari orang-orang yang kita miliki secara lokal, keahlian mereka, melibatkan basis penjaga hutan yang sudah ada,” kata Michael Gunner.
Dia juga mengatakan, industri budidaya buaya yang terlokalisir membantu menciptakan “inti yang stabil” di masyarakat, dan secara langsung memberi manfaat ekonomi kepada Wilayah tersebut.
Laporan tersebut menyimpulkan keunikan industri ini:

"Industri ini melibatkan peternakan salah satu pemangsa tertua, yang paling tidak dipahami dan paling berbahaya di dunia, yang memerlukan pengumpulan telur dari sarang buaya liar dengan menggunakan helikopter untuk menerjunkan orang, atau perlu berjalan melalui lahan yang tak kenal ampun dan rawa-rawa. Ini kemudian memerlukan penanganan dan pengelolaan yang hati-hati untuk memastikan telur buaya dan kemudian buaya remaja menetas lalu dipelihara untuk meminimalkan stres dan melindungi kulit mereka. Akhirnya, produk premium, kulit buaya, kemudian seringkali berakhir menjadi beberapa aksesoris fashion termahal dan paling dicari di dunia. Dengan pasar utama di Amerika Serikat dan Eropa."

Membanggakan produk kulit NT

Michael Gunner mengatakan, kulit buaya air asin Northern Territory adalah yang paling berharga di dunia.
“Mari bangga akan hal ini, buaya NT adalah kulit nomor satu yang berharga,” katanya.

Buaya yang dibesarkan di penangkaran menyediakan industri fashion dengan kulit yang sempurna, dibandingkan dengan kulit buaya yang terluka akibat pertempuran di alam liar.
Mick Burns, presiden Asosiasi Peternak Buaya NT (CFANT), mengatakan bahwa buaya air asin memiliki kulit yang paling banyak dicari dari 23 spesies buaya.
“Kulit buaya air asin memiliki pola berskala kecil, jelas kulit buaya ini memiliki sesuatu di dalamnya yang membuatnya lebih mudah untuk dikerjakan dan lebih mudah diberi warna. Struktur atau pola berskala kecil juga membuatnya sangat menarik digunakan pada berbagai produk,” katanya.
Produk tersebut meliputi sepatu, ikat pinggang, perhiasan, dan tas seharga $ 50.000 atau setara Rp533 juta.
Label fashion mewah seperti Louis Vuitton dan Hermes membeli kulit dari peternakan lokal, seperti the Darwin Crocodile Farm.
“Kami memiliki keunggulan kompetitif karena peternakan yang lain memang menginginkan buaya dari NT dan mereka berusaha membuat peternakan mereka sendiri, tapi ada banyak pengetahuan di NT tentang bagaimana menangani buaya-buaya air asin dari kawasan ini,” kata Gunner.

Wacana wisata berburu buaya

Image
Sejak buaya menjadi hewan yang dilindungi pada tahun 1971, jumlah buaya air asin telah membengkak dari sekitar 3000 ekor menjadi lebih dari 100.000 ekor di alam liar di NT, dibandingkan dengan populasi manusia di kawasan tersebut yang hanya berjumlah sekitar 240.000 jiwa.
Aktivitas terkait satwa liar mencakup lebih dari seperempat kegiatan yang dilakukan oleh para pelancong di negara bagian NT
Memberi para pemilik lahan tradisional setempat dengan kesempatan untuk memiliki usaha yang berkelanjutan begitu penting, dan dapat dilakukan sebagiannya dengan mengizinkan kegiatan berburu buaya di alam liar yang diatur, kata Michael Gunner.
Tapi Pemerintah Federal Australia tidak mendukung gagasan ini.
“Sudah menjadi kebijakan bipartisan kami yang ada untuk mendukung usaha masyarakat pribumi di seputar perburuan safari, namun Pemerintah Federal belum tertarik untuk memasuki ruang itu sama sekali,” katanya.

Senator dari Kubu Koalisi Australia untuk wilayah NT, Nigel Scullion, mendukung gagasan wisata berburu buaya, namun tidak dapat mengumpulkan dukungan di antara rekan-rekannya.
Secara berkala, ada desakan publik untuk memusnahkan buaya di alam liar mengingat meningkatnya ancaman terhadap keselamatan dan pertanian manusia, namun tak ada pemerintah dari kedua kubu (yang berkuasa dan oposisi) selama beberapa tahun belakangan yang bersedia melakukan hal itu, dengan mengatakan kalau langkah seperti itu hanya akan semakin meningkatkan kepuasan manusia ketimbang membuat sebuah perbedaan material.

Mick Burns dan Michael Gunner
Mick Burns (kiri) dan Kepala Menteri NT, Michael Gunner dengan seekor buaya di Darwin.

ABC News: Lucy Marks

Michael Gunner membantah bahwa kegiatan wisata berburu buaya akan menjadi sebuah pemusnahan buaya yang dikemas dengan nama lain.
“Tidak, karena saya pikir jumlah buaya yang akan diambil akan sangat kecil,” katanya.
Kami punya program perangkap yang signifikan yang kami pikir perlu kami kembangkan. Jelas ada dampak dari kegiatan wisata berburu buaya, tapi saya rasa Anda tidak bisa menyebutnya sebagai sebuah pemusnahan.”
Semakin berharga buaya tersebut, maka semakin banyak orang akan merawat mereka, kata Graham Webb, peneliti buaya dan pemilik Taman Crocodylus.
“Seluruh perburuan buaya berhadiah adalah cara lain untuk mendapatkan lebih banyak uang dari buaya yang sama untuk para pemilik lahan … jika Anda bisa menjadikannya aset bagi pemilik lahan, mereka akan memiliki beberapa insentif untuk menjaganya,” katanya.
“Anda tidak membutuhkan banyak buaya di industri perburuan, tapi perlu diatur dengan sangat baik.”
Industri ini perlu memainkan peran penting dalam pengaturan dan upaya konservasi daripada hanya mengandalkan pemerintah, katanya.

Tujuan akhir dari industri ini adalah “untuk melihat buaya dapat dilestarikan selamanya”, katanya.

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.

Diterjemahkan pukul 17.00 WIB, 27/7/2017 oleh Iffah Nur Arifah.