ABC

Masalah Tunawisma Kian Memburuk di Australia

Jumlah tunawisma Australia bukannya mengalami penurunan, malah para pengamat perumahan justru memperingatkan kegagalan kebijakan pemerintah di sektor ini.

Data bulan lalu menunjukkan jumlah tunawisma di Australia naik 14 persen secara nasional dalam lima tahun terakhir.

Di Sydney, terjadi peningkatan hampir 50 persen, sementara di Darwin dan Brisbane kenaikannya sekitar 30 persen.

Tidur serabutan – istilah untuk mereka yang tinggal di luar rumah atau di mobil – mengalami kenaikan sebesar 20 persen sejak 2011.

Hal itu terjadi padahal lebih dari $ 9 miliar (Rp 90 triliun) telah dibelanjakan sejak 2009 melalui Perjanjian Perumahan Nasional Terjangkau (NAHA).

Pemerintah federal dan negara bagian sedang menegosiasikan kembali kesepakatan tersebut, dengan nama berbeda, paling lambat bulan depan.

Program baru bernama Perjanjian Perumahan dan Tunawisma Nasional (NHHA) akan mengalokasikan $ 4,6 miliar untuk negara bagian selama tiga tahun, namun sejauh ini negara bagian enggan mendaftar.

Kalangan pengamat memperingatkan hal itu tidak akan memecahkan masalah tunawisma Australia.

Profesor Hal Pawford dari Universitas New South Wales mengatakan perjanjian NAHA lebih sebagai alat mempertahankan status quo.

Namun menurut dia, perjanjian NHHA pada dasarnya merupakan perpanjangan NAHA.

Sementara Kate Colvin, juru bicara Everybody’s Home yang mewakili perumahan komunitas dan tunawisma mengatakan NHHA tidak akan mengubah apa pun.

"Karena masalah mendasarnya yaitu tidak ada subsidi memadai untuk mendapatkan lebih banyak rumah murah di lapangan," katanya.

“Tidak cukup rumah murah yang bisa disewa orang,” tambahnya.

Ekonom Saul Eslake menyoroti tidak adanya tambahan dana dalam perjanjian baru dan tidak ada perubahan dalam mengukut keberhasilannya.

“Tampaknya mereka tidak dapat mencapai kesepakatan dengan negara bagian dan teritori mengenai hal ini. Jadi tidak akan banyak perbaikan di negara bagian dan teritori,” katanya.

Bisa terjadi pada siapa pun

Seorang warga bernama Rima Israel dan putranya kini memiliki tempat tinggal, namun mereka telah hidup tanpa rumah, selama satu dekade.

“Usia saya 29 tahun ketika itu. Saya seorang manajer area untuk restoran cepat saji. Jadi saya memiliki karir yang baik dan mampu membayar sewa rumah selama bertahun-tahun,” kata Israel.

“Tapi saya mengalami KDRT dan harus meninggalkan semuanya,” ujarnya.

Rima Israel and her son stand outside an apartment block
Rima Israel dan anaknya hidup tanpa tempat tinggal dalam beberapa tahun terakhir.

ABC News: Flint Duxfield

“Setelah itu, saya pulang ke rumah orangtuaku untuk sementara. Namun selalu bertengkar, jadi saya pun numpang ke teman-temanku, coba mencari pekerjaan, lalu saya hamil,” papar Rima.

Enam tahun lamanya barulah Rima diterima tinggal di perumahan sosial yang disiapkan pemerintah.

“Mereka bilang, maaf Anda mendapat terlalu banyak mendapat tunjangan dari Centrelink. Jadi, Anda bisa menyewa dengan harga ini’,” katanya.

Permohonannya untuk menyewa rumah telah ditolak sebanyak lebih dari 50 kali.

“Saya tidak dapat menemukan rumah dengan harga yang mereka anggap bahwa saya mampu membayarnya,” kata Rima.

Dia mengatakan banyak jalan menuju kehidupan sebagai tunawisma.

“Kematian anggota keluarga, kehilangan pekerjaan. Itu semua bisa terjadi pada siapa pun, kapan saja,” katanya.

“Jika kita tidak melakukan sesuatu sekarang, situasinya hanya akan bertambah buruk,” tambahnya.

Apa yang salah?

Para pengamat setuju salah satu penyebab utama terjadinya tunawisma adalah krisis dalam keterjangkauan harga rumah.

Menurut Eslake terlalu banyak persaingan bagi orang seperti Rima yang membutuhkan sewa terjangkau.

“Ada tekanan pada permintaan dan sisi pasokan pasar perumahan di Australia,” katanya.

“Hal itu meningkatkan persaingan yang dihadapi oleh rumah tangga berpenghasilan rendah dalam mencari akomodasi dengan harga sewa terjangkau,” jelasnya.

Pada saat bersamaan kekurangan tempat di perumahan sosial akan menyebabkan mereka yang terlempar dari pasar sewa rumah menjadi tidak punya tempat tujuan.

Menurut Eslake hal ini disebabkan kurangnya investasi.

“Kecuali dalam periode 2010 hingga 2012, jumlah dana yang disediakan pemerintah federal ke negara bagian untuk pembangunan perumahan sosial baru yang terjangkau, terus menurun,” katanya.

Profesor Pawford menambahkan tren penurunan itu dimulai pada era 1990-an.

“Secara historis, sebagian dari dana itu untuk membantu negara bagian dari tahun ke tahun memperluas persediaan perumahan publiknya,” katanya.

“Ini untuk meningkatkan pasokan perumahan. Namun setelah tahun 1996 hal itu terhenti,” tambahnya.

Menurut Eslake, tidak adanya lagi pertumbuhan perumahan sosial saat ini disebabkan karena masalah suara pemilih yang tinggal di tempat itu.

“Pemerintah Koalisi berpikir bahwa perumahan sosial sebagian besar berada di dapil Partai Buruh (oposisi). Mereka yang membutuhkan perumahan sosial secara tradisional merupakan pemilih partai kiri-tengah,” katanya.

“Partai Buruh juga menganggap suara pemilih yang tinggal di perumahan sosial kurang lebih begitu-begitu saja,” katanya.

“Jadi ini merupakan persoalan yang sangat mudah diabaikan,” ujarnya.

Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari ABC News Australia.